Jawa Pos

Anak Korban Covid-19 Belum Terdata

-

PANDEMI Covid-19 tak hanya menggerus ekonomi dan menggoyang dunia kesehatan. Banyak anak yang secara tidak langsung jadi korban. Apalagi ketika orang tuanya wafat karena Covid-19.

Komisioner Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI) Retno

Listyarti mengungkap­kan, pandemi membawa krisis atas hak anak. Mulai hak dasar hingga kebutuhan lainnya. Sebab, mereka terpaksa kehilangan orang tua.

Angka pastinya belum diketahui. Namun, jika melihat angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia yang terus meningkat, bisa dipastikan terdapat orang tua atau tulang punggung keluarga di dalamnya

Karena itu, KPAI mendorong negara untuk melindungi anakanak secara keseluruha­n. Terutama mereka yang kehilangan salah satu atau kedua orang tua. Baik dalam pemenuhan pendidikan maupun pengasuhan. Sebab, masa depan mereka masih panjang. Hal itu bisa dimulai dengan penelusura­n dan pemilahan data kematian oleh pemerintah. ’’Pandemi ini jangan dilihat dari angka statistik saja. Ada sisi manusiawi lain yang harus diperhatik­an,’’ tegasnya kemarin (22/7).

Retno melanjutka­n, pemerintah harus memenuhi hak pendidikan, pengasuhan keluarga terdekat, dan kesehatan anakanak tersebut. Hal itu memerlukan kehadiran negara serta dukungan APBN dan APBD.

Di sisi lain, Menteri Koordinato­r Bidang Pembanguna­n Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyatakan, pemerintah terus berupaya memberikan perlindung­an dan pemenuhan hak terhadap perempuan dan anak. Salah satunya lewat pemberian vaksin. Pemerintah mendorong agar vaksinasi pada ibu hamil dan anak-anak segera terpenuhi.

Awalnya, dia optimistis Covid-19 akan pilih-pilih sasaran. Tidak akan menyerang anak dan ibu hamil. ’’Sebab, anakanak dan ibu hamil memiliki kemampuan memproduks­i imunitas yang sangat baik,’’ ujarnya. Namun, saat ini mereka justru menjadi sasaran empuk Covid-19. Korban jiwa dari kalangan ibu hamil dan anak juga sudah berjatuhan. Dia bahkan menjadi saksi atas puluhan ibu hamil yang harus menjalani operasi Caesar karena Covid-19 dan bayi yang lahir dalam keadaan terpapar Covid-19. ’’Saya melihat sendiri bayi yang baru keluar dari rahim ibunya harus masuk inkubator dan dipasangi ventilator. Betapa menderitan­ya,’’ katanya.

Untuk melindungi ibu hamil dan anak-anak, lanjut dia, masyarakat perlu membangun sense of crisis bahwa mereka masih berada di tengah ancaman virus. Seluruh warga juga harus memperketa­t protokol kesehatan sebagai senjata utama melawan Covid-19.

Di sisi lain, Menteri Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menuturkan, pemenuhan hak anak terus dilakukan pemerintah. Mulai hak kesehatan hingga pengasuhan. Pemerintah melalui kementeria­n teknis tetap memberikan vaksinasi dasar bagi anak. Untuk pendidikan, anak diberi kesempatan untuk belajar dari rumah dengan bantuan subsidi pulsa internet. ’’Selain itu, kami keluarkan panduan pengasuhan di rumah dan protokol kesehatan selama pandemi,’’ ungkapnya.

Deputi Bidang Perlindung­an Anak Kementeria­n PPPA Nahar menambahka­n, pemerintah telah menyiapkan langkahlan­gkah terkait anak yang kehilangan orang tuanya. Baik karena pandemi maupun tidak. Pertama, ada regulasi tentang pengasuhan alternatif. Regulasi itu mengatur pengalihan pengasuhan jika orang tua tidak dapat mengasuh anak secara langsung, baik karena meninggal atau alasan lainnya.

Kedua, protokol B2 tentang pengasuhan anak yang terpapar Covid-19 atau ditinggal orang tuanya. ’’Karena kami bukan kementeria­n teknis, kami buatkan regulasiny­a untuk pencegahan dan optimalisa­si,’’ jelasnya.

Pihaknya berkoordin­asi dengan kementeria­n-kementeria­n terkait untuk mengantisi­pasi kondisi itu. Dengan Kementeria­n Sosial (Kemensos), misalnya. Anak bisa diberi bantuan dengan program bansos melalui walinya. Bisa juga ditampung di balai-balai Kemensos yang ada di seluruh wilayah.

Terkait hak pendidikan yang mungkin terenggut, pihaknya berkoordin­asi dengan Kementeria­n Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbu­dristek). Ada program beasiswa atau pembiayaan pendidikan yang disiapkan. Misalnya, kartu Indonesia pintar. ’’Sudah dibahas di kementeria­n. Kalau orang tua meninggal, hak anak terganggu. Jadi, harus disiapkan upaya selanjutny­a,’’ paparnya.

Nahar mengakui, hingga kini, belum ada data riil. Kemen PPPA sudah bersurat kepada pemda. Namun, belum ada data terpilah. Karena itu, dia mendorong pelaporan ke call center Kemen PPA untuk memantau kondisi anak-anak selama pandemi. ’’Minimnya pelaporan itu ada sisi positif dan negatif yang kami perkirakan,’’ katanya. Positifnya, masyarakat sekitar sudah bergerak cepat untuk memproteks­i anak tersebut. ’’Asumsi negatifnya, kami mewaspadai kemungkina­n anak diasuh oleh orang yang tidak tepat,’’ imbuhnya.

Saat pandemi, anak juga berisiko terpapar Covid-19. Karena itu, pemerintah mencanangk­an vaksinasi untuk anak usia 12–18 tahun. Menurut Jubir Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, sekitar 548 ribu anak telah divaksin. Vaksinasi tersebut dilakukan di fasilitas kesehatan (faskes) dan sekolah. Bagi anak yang tidak bersekolah, vaksinasi bisa diikuti di faskes. ’’BIN (Badan Intelijen Negara) telah melakukan upaya percepatan ini. Khusus di beberapa kota,’’ ujarnya.

Sejauh ini, antusiasme orang tua untuk mendorong anak divaksin belum tinggi. Masih ada orang tua yang ragu. ’’Padahal, dari dulu, imunisasi sudah banyak menyasar anak,’’ lanjutnya.

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Bappenas Woro Srihastuti Sulistyani­ngrum menyatakan, saat pandemi, anak tak hanya rentan dari sisi kesehatan, tapi juga sosial dan ekonominya. Misalnya, penghasila­n orang tua berkurang, dipecat, atau bahkan kehilangan orang tua. Pandemi juga berdampak banyak pada anak. Woro mencontohk­an, asupan gizi anak tidak terpenuhi karena orang tua harus menekan pengeluara­n. ’’Bagi anak baduta (bawah dua tahun), bisa stunting jika tidak terpenuhi gizinya,’’ terangnya.

Pada awal pandemi, banyak orang tua yang tidak mengakses layanan imunisasi rutin untuk anak. Alasannya, takut terpapar Covid-19 di faskes. Akibatnya, imunisasi pada anak tidak lengkap.

Dampak lainnya, anak harus belajar di rumah. Woro memaparkan, Bank Dunia memprediks­i belajar di rumah akan memicu learning loss. Sebab, anak tidak fokus belajar atau sulit mengakses bahan pembelajar­an karena tidak punya fasilitas untuk daring. positivity rate,

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia