Jawa Pos

Tidak Akan Melepas Keagenan hingga Kapan pun

-

SURABAYA, Jawa Pos – Menjadi agen Jawa Pos sejak 1999 bukan hanya perkara menjual koran dan mendapat untung. Tapi, ada kesejaraha­n dan kenangan yang luar biasa melekat dalam hati Luqman Mualim. Meski kini sudah menjabat kepala Desa Semampir, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, lelaki 45 tahun itu tetap setia ngopeni keagenan koran.

’’Konco-konco asongan itu kan ibaratnya berjuang bersama saya. Bagi mereka, berjualan koran itu menjadi pilihan mencari nafkah yang mudah karena tidak perlu ijazah, skill, dan pengalaman. Sing penting gelem soro,’’ ungkapnya kemarin (30/6). Karena itu, dia merasa sayang jika harus melepas usaha agen korannya. Menurut dia, menjadi agen koran Jawa Pos adalah bagian penting dalam perjalanan hidupnya. ’’Sampai kapan pun koran ini akan tetap saya openi. Saya isok enak, isok seperti ini juga dari Jawa Pos,’’ ujarnya.

Luqman lantas terkenang perjalanan kariernya puluhan tahun lalu. Saat itu dia masih kelas V SD. Demi membantu menopang ekonomi keluarga yang nyaris minus, dia rela turun ke jalan bermandi keringat menjajakan koran. Dari situ dia bisa membayar biaya sekolah per bulan. Juga tak lagi kekurangan biaya makan sehari-hari. ’’Hasilnya lumayan banget. Waktu itu SPP sebulan Rp 900. Area jualan saya di sekitar Kecamatan Sedati seperti Sedati Gede, Pulungan, dan sekitarnya,’’ kenangnya.

Dia ingat betul, pada medio itu koran belum terlalu laku. Namun, begitu reformasi pecah pada 1998, penjualan koran mulai melesat. ’’Jualan koran ngalah-ngalahi jualan kacang. Mulai dari situ saya punya pemikiran untuk bisa nge-sub melayani beberapa pengasong,’’ imbuhnya.

Luqman pun menjadi subagen kala itu. Setiap hari dia mengambil koran dari dua agen resmi Jawa Pos. Sehari bisa terjual 500 sampai seribuan eksemplar.

Lantas pada 17 Mei 1999 dia resmi menjadi agen Jawa Pos. Dengan ketekunan luar biasa, Luqman bisa mengembang­kan usahanya hingga total ada lima agen (sekarang tersisa empat) yang tersebar di Jemursari, Bungurasih, Juanda, dan Sedati. Satu agen biasanya diserahi 5–10 eksemplar koran.

’’Dari ramai-ramainya koran, terutama tahun 2004, saya dan teman-teman mengumpulk­an omzet untuk membeli mobil rental. Awalnya satu, sekarang sudah hampir 28 unit,’’ katanya. Salah satu yang paling terkenang bagi Luqman adalah perjuangan mengambil dan menjual koran hingga habis saat musim hujan tiba. Tidak jarang dulu dia berjualan sampai isya demi menghabisk­an stok koran.

’’Perjuangan dan liku-likunya suoro luar biasa. Saya punya harapan ke depan ada program khusus untuk menaikkan insentif bagi para agen. Terutama mereka yang sudah puluhan tahun di keagenan. Apalagi, dalam kondisi pandemi keuangan sedang susah. Juga harapan besar supaya agen, redaksi, pemasaran, dan iklan bisa diundang duduk bareng. Bersinergi untuk membuat koran bangkit dan kembali bergeliat,’’ tandasnya.

 ?? SEPTIAN NUR HADI/ JAWA POS ?? BERSEJARAH: Luqman Mualim berkomitme­n akan merawat agen-agennya.
SEPTIAN NUR HADI/ JAWA POS BERSEJARAH: Luqman Mualim berkomitme­n akan merawat agen-agennya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia