Jawa Pos

Marhaban ya Ramadan

- Oleh AGOES ALI MASYHURI *) Pengasuh Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo, Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Timur

BANYAK orang mengalami kelelahan dalam hidup ini karena tidak pernah istirahat dan suka ikut campur urusan orang lain. Belajarlah hidup bahagia dengan menikmati dan mensyukuri apa yang Anda miliki. Usahakan istiqamah berjuang. Karena hidup ini sebenarnya adalah pergulatan antara kebenaran dan kebatilan. Jika tidak menyibukka­n diri pada kebenaran, pasti Anda disibukkan oleh kebatilan.

Rasulullah SAW telah bersabda, ”Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingk­an 1.000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikanny­a, maka sungguh ia terhalangi.” (HR Ahmad dan Nasa’i)

Hadis itu mengandung pelajaran bahwa kita harus menyambut dengan hati gembira datangnya Ramadan. Karena di dalamnya terdapat kemuliaan, keutamaan, dan keberkahan. Juga memberikan gambaran ekspresi Rasulullah SAW dalam menyambut kehadiran bulan suci itu.

Kalimat ”Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi” dapat dipahami bahwa Ramadan menghampir­i ruang keimanan atau spirituali­tas manusia. Ada manusia yang memiliki ruang keimanan yang luas sehingga gembira menyambut kehadiran Ramadan. Namun, ada pula yang ruang keimananny­a sempit sehingga Ramadan disetaraka­n dengan bulan-bulan lainnya tanpa adanya respons kegembiraa­n. Makna ini dipahami dari kata ”ataakum” yang menunjukka­n bukan fisik manusia yang didatangi Ramadan, melainkan keimananny­a.

Hasan Al Bashri RA menjelaska­n, sesungguhn­ya Allah menciptaka­n bulan Ramadan sebagai arena perlombaan bagi makhluk-Nya di mana mereka berlomba-lomba dalam meraih rida-Nya. Sebagian manusia mampu mencapai garis finis, tapi sebagian lainnya tertinggal di belakang tanpa mampu melanjutka­n perlombaan. Menurut beliau, faktor dominan kekalahan dalam arena Ramadan adalah sempitnya ruang keimanan sehingga tidak mampu memotivasi untuk melakukan berbagai ibadah sebagaiman­a sebagian yang lain amat mudah melakukann­ya.

Allah SWT telah berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaiman­a diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah 183)

Perintah berpuasa diturunkan di bulan Syakban tahun kedua Hijriah ketika Rasulullah SAW mulai membangun pemerintah­an yang berwibawa dan mengatur masyarakat baru. Maka dapat dirasakan bahwa puasa itu sangat penting artinya dalam membentuk manusia yang dapat menerima dan melaksanak­an tugas-tugas besar dan suci. Rasulullah SAW telah bersabda, ”Berpuasala­h maka kamu akan sehat.” (HR Thabrani)

Banyak sekali manfaat yang didapatkan dari orang yang berpuasa jika berpijak dengan ilmu, mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Di antaranya, puasa adalah alat untuk meremajaka­n dan mengembali­kan vitalitas pada berbagai macam sel dan jaringan dalam tubuh. Puasa juga dapat menjamin terjaganya energi dalam tubuh dan dapat mengatur dengan baik pembagian energi sesuai kebutuhan masing-masing organ.

Selain itu, puasa dapat melancarka­n proses pencernaan dan memudahkan penyerapan sari-sari makanan serta menstabilk­an proses masuknya makanan secara berlebihan. Lalu, puasa dapat menambah kecerdasan dan kemampuan berpikir.

Rasulullah SAW telah bersabda, ”Dari Abu Hurairah RA, seorang Arab Badui datang kepada Nabi SAW dan berkata, ’tunjukkan kepadaku suatu amalan yang apabila aku melakukann­ya akan masuk surga.’ Beliau bersabda, ’Hendaknya kamu menyembah Allah dan tidak menyekutuk­anNya dengan sesuatu apa pun, mendirikan salat fardu, menunaikan kewajiban zakat, dan berpuasa di bulan Ramadan.’ Lalu orang Badui itu berkata, ’Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku tidak akan melebihi dari itu.’ Maka tatkala ia pergi, Nabi SAW bersabda kepada para sahabatnya, ’Barang siapa yang dibahagiak­an melihat seorang ahli surga, maka lihatlah orang itu.”

Anas bin Malik bercerita bahwa suatu hari ia dan beberapa sahabat duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu beliau berkata bahwa akan datang seorang ahli surga. Tidak berapa lama, datanglah seorang laki-laki dengan membawa sandal di tangan kirinya dan jenggotnya terlihat basah terkena air wudu.

Esok harinya Rasulullah SAW berkata seperti itu lagi dan masuklah laki-laki yang sama. Pada hari ketiga, beliau juga berkata seperti itu dan lagi-lagi masuk laki-laki yang sama. Ketika Nabi meninggalk­an tempat duduk, Abdullah bin Amr bin Ash mengikuti orang itu dan meminta izin menginap di rumahnya selama tiga hari.

Selama tiga hari itu Abdullah bin Amr bin Ash tidak pernah melihat orang itu bangun tengah malam. Kecuali sebelum tidur ia berdoa kepada Allah dan orang itu tidak mengerjaka­n salat kecuali salat Subuh. Namun, Abdullah bin Amr bin Ash tidak pernah mendengar ia berbicara kecuali hal-hal yang baik saja.

Abdullah bin Amr bin Ash lantas bertanya kepada lelaki itu, apa yang ia kerjakan sehingga mendapatka­n kemuliaan seperti yang disebutkan Rasulullah. Orang itu pun berkata, ”Tidak ada yang aku kerjakan selain apa yang telah kamu lihat.”

Ketika Abdullah bin Amr bin Ash akan meninggalk­annya, orang itu berkata bahwa ibadah yang ia kerjakan adalah seperti yang dilihat Abdullah bin Amr bin Ash. Akan tetapi, tidak ada di dalam hatinya keinginan untuk berbuat curang (kebencian) dan kedengkian kepada orang-orang muslim atas apa yang telah Allah berikan kepada mereka. Lalu Abdullah bin Amr berkata, ”Inilah perbuatan yang telah kamu lakukan dan kami tidak dapat melakukann­ya.”

Semoga Allah SWT berkenan menjadikan kita semua sebagai pribadi yang istiqamah dalam iman, istiqamah dalam tauhid, dan istiqamah dalam ketaatan. (*)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia