Jepang Tambah Investasi di Indonesia
JAKARTA, Jawa Pos – Indonesia dan Jepang terus meningkatkan kerja sama ekonomi yang komprehensif. Khususnya pada sektor industri. Sinergi kedua negara bakal membawa dampak positif di tengah rangkaian upaya pemulihan ekonomi tahun ini.
’’Jepang merupakan salah satu negara mitra yang strategis. Perdagangan bilateral Indonesia dan Jepang untuk sektor nonmigas pada periode 2014–2019 cenderung naik. Pertumbuhannya 5,06 persen,’’ terang Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita kemarin (28/2).
Belum lama ini, Agus bertemu dengan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji. ’’Kami mendorong para pelaku industri Jepang aktif berinvestasi di Indonesia. Apalagi, kami bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan memberikan kemudahan izin dan berbagai insentif yang menarik,’’ tambahnya.
Pada 2019, nilai investasi Jepang di Indonesia tercatat USD 4,31 miliar atau sekitar Rp 61,53 triliun. Sementara itu, pada periode Januari–November 2020, nilai investasinya mencapai USD 2,58 miliar (sekitar Rp 36,83 triliun). ’’Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh tantangan. Bukan hanya Indonesia, seluruh dunia mengalaminya,’’ ungkap Agus.
Toyota Group, menurut dia, telah menyatakan minat untuk berinvestasi di Indonesia sebesar USD 2 miliar (sekitar Rp 28,55 triliun). Perusahaan otomotif asal Negeri Sakura itu berkomitmen untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. Caranya, memproduksi mobil hibrida dan listrik.
Terkait dengan fenomena relokasi pabrik dari Tiongkok, Jepang pun demikian. Dari total tujuh perusahaan multinasionalnya di Tiongkok, Jepang bakal merelokasi tiga di antaranya ke Indonesia. Yakni, Panasonic Manufacturing, Denso, dan Sagami.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa memang banyak investor asing yang tertarik menanamkan modaldiIndonesia.Namun,merekamasihberhitung.Salahsatunya terkait dengan perpajakan.
Indonesia sudah punya tax holiday. Tapi, tidak banyak yang memanfaatkannya. Alasan yang paling sering muncul adalah insentif pajak itu tidak sesuai dengan kebutuhan investor. ’’Karena investor datang dari berbagai jenis industri. Jadi, tidak bisa dipukul rata,’’ ujarnya.(agf/c19/hep)