Dahulukan Vaksin kepada Yang Mau
MARI menyudahi cekcok opini soal vaksin. Pemerintah harus melanjutkan vaksinasi atau imunisasi Covid-19. Dan, yang menolak tak perlu menggalang orang lain. Yang jelas, orang yang antre ingin divaksin bisa dikatakan jauh lebih banyak ketimbang yang menolak. Tebaran maut Covid-19 yang makin kencang jelas lebih menggentarkan ketimbang risiko divaksin.
Sebagaimana vaksin umumnya, bisa dimaklumi bila ada efek samping. Mungkin efek samping itu terasa dramatis karena ada video dan pemberitaan dari seluruh dunia. Tetapi, kalau secara keseluruhan, vaksin yang dibuat serbacepat ini masih cukup berhasil. Efikasinya masih di atas 50 persen. Untuk situasi darurat, itu cukup memadai.
Pemerintah perlu memprioritaskan orangorang yang siap divaksin. Kalau sekarang ada kampanye status ’’Saya Siap Divaksin”, sebenarnya bisa dibaca ’’Saya Ingin Segera Divaksin”. Sayangnya, jumlah vaksin yang tersedia masih terbatas.
Tak heran ada dorongan agar dibuka pasar vaksin berbayar. Tak perlu menunggu antre vaksin gratis pemerintah yang entah kapan bisa merata. Banyak orang yang siap membayar mahal untuk vaksin sekarang. Sangat membantu percepatan pemerataan kalau vaksin berbayar itu bisa tersedia. Toh, berapa pun harganya, vaksin akan tetap ’’murah”. Banyak yang sudah terbiasa membayar tes PCR yang bisa lebih dari sejuta rupiah.
Dengan memprioritaskan orang-orang yang ingin segera divaksin, harapan terjadinya kekebalan kawanan (herd immunity) tetap bisa tercapai. Bila makin banyak vaksin disuntikkan di kalangan masyarakat, makin lama makin banyak orang yang kebal. Mereka sekaligus ’’melindungi” kelompok yang tak tervaksin dari Covid-19. Komisi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (EDCC) memodelkan herd immunity memerlukan 67 persen orang yang kebal.
Mengutamakan mereka yang ingin segera divaksin dapat dilakukan dengan sistem pendaftaran. Apabila kelompok prioritas sudah tuntas divaksin, warga yang berminat bisa mendaftar untuk mendapat nomor antrean. Dengan cara itu, pemerintah sudah akan kewalahan melayani yang siap divaksin.
Tak perlu lagi sedikit-sedikit ’’menghunus” sanksi pidana, termasuk kepada penolak vaksin. Malu. Sama rakyat sendiri kok pasang tampang seram. (*)