Denda 446 Pelanggar Prokes
Selama PPKM, Baru Terkumpul Rp 19,8 Juta
SURABAYA, Jawa Pos – Jumlah pelanggar protokol kesehatan (prokes) sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mencapai 446 orang. Perinciannya, 440 pelanggar personal dan 6 lainnya badan usaha.
Mereka terjaring dalam razia yang digencarkan Satpol PP Surabaya sejak Senin (11/1) hingga kemarin (14/1). Namun, di antara total 446 pelanggar tersebut, baru ada 100 orang yang sudah membayar denda ke kas daerah. Yakni, 99 pelanggar personal dan 1 lainnya kegiatan usaha rekreasi hiburan umum (RHU). Total uang denda yang terkumpul Rp 19.850.000.
’’Mereka langsung membayar ke kas daerah di Bank Jatim,” kata Kasatpol PP Surabaya Eddy Christijanto kemarin (14/1).
Untuk pelanggar yang belum membayar denda, petugas masih menyita e-KTP yang bersangkutan. Jumlahnya 346 pelanggar.
Mereka diharapkan segera membayar denda seperti yang diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 67/2020 tentang Penerapan Protokol Kesehatan dalam Rangka Pencegahan dan Memutus Mata Rantai Penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya sebagaimana yang telah diubah dengan Perwali Nomor 2/2021.
Pemkot memberikan batasan waktu bagi pelanggar untuk membayar denda. Maksimal satu minggu setelah ditindak.
Jika melewati batas waktu itu, sanksi lain menanti. Yaitu, pemblokiran nomor induk kependudukan (NIK) yang bersangkutan. Terkait sanksi tersebut, Satpol PP Surabaya sudah berkoordinasi dengan dispendukcapil.
Bagi pelaku usaha, tempat usaha mereka terancam ditutup permanen. ”Kita bertindak mengikuti aturan saja,” ujar Eddy Christijanto.
Pelaksana Tugas (Plt) Kasi Operasional Satpol PP Saiful Iksan menambahkan, jumlah pelanggar sekaligus nominal denda yang terkumpul dipastikan jauh lebih besar dari yang didata satpol PP. Sebab, hingga sekarang belum semua kecamatan melaporkan jumlah pelanggar yang ditindak.
”Karena masing-masing kecamatan kan melakukan operasi sendiri-sendiri,” jelas Saiful.
Kini pihaknya terus menggencarkan razia. Berbagai tempat yang berpotensi mengundang keramaian dan kerumunan massa menjadi sasaran operasi. Mulai warung kopi, kafe, hingga arena publik yang menjadi jujukan nongkrong anak-anak muda. Termasuk tempat hiburan malam yang nekat beroperasi secara diam-diam.
”Kalau ketahuan, langsung kita tindak. Tidak ada lagi sosialisasi. Karena kami anggap mereka sudah tahu aturan ini,” tutur Saiful.
Dia menyatakan, sanksi tegas itu diterapkan untuk membuat jera. Tujuan utamanya adalah untuk memutus mata rantai persebaran Covid-19 di Kota Surabaya.