Gubernur Sulsel Bilang Ada Kemiripan dengan Produk Tiongkok
Ada tiga temuan dengan bentuk mirip dalam dua tahun terakhir, tapi tak satu pun yang diketahui pemilik dan tujuan pengoperasiannya. Masih banyak celah dalam keamanan laut Indonesia.
BENDA lonjong memanjang yang mengapung itu membetot perhatian Hardi. Diamatinya lama, tapi pria 32 tahun yang tengah mencari sotong tersebut memutuskan untuk tak mengambilnya.
Sesampai di darat, baru nelayan Kampung Tenggel, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, itu bercerita kepada sejumlah warga kampung. Heboh J
Banyak yang menduga itu bom roket.
Lewat Yudi, salah seorang tetangga, kabar itu pun sampai ke polisi. ”Setelah diperiksa, kami memastikan bukan bom roket, melainkan drone (laut),” kata Kapolsek Bintan Timur AKP Muchlis Nadjar kepada Batam Pos ketika itu.
Hampir dua tahun berselang setelah penemuan pada 23 Maret 2019 itu, belum jelas siapa pemilik drone laut tersebut dan apa tujuan pengoperasiannya. Sampai kemudian benda serupa kembali ditemukan, kali ini di perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada 26 Desember lalu.
Berbagai dugaan pun bermunculan. Bahwa ini alat matamata. Bahwa jika mengacu pada lokasi ditemukan yang dekat dengan jalur pelayaran Tiongkok-Australia, bisa jadi ini milik Tiongkok. Bahwa alat tersebut berfungsi membuka rute jalur kapal selam.
Dalam jumpa pers di Pusat Hidrografi dan Oseanografi Angkatan Laut (Pushidrosal), Jakarta, Senin lalu (4/1), Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menegaskan bahwa benda tersebut seaglider. Dan, seaglider bukan alat yang dipakai untuk memata-matai. Melainkan hanya untuk survei data bawah permukaan laut.
Belum diketahui siapa pemilik seaglider tersebut. Tapi, Yudo memastikan bahwa tak ada instansi militer maupun sipil di dalam negeri yang memiliki peralatan tersebut. Yudo juga memberikan waktu sebulan kepada Pushidrosal untuk membedah isi seaglider dan berjanji membeberkan hasilnya ke publik.
Belakangan sempat muncul kabar, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah menyatakan bahwa benda temuan nelayan bernama Saehuddin itu alat matamata. Bahkan, Nurdin disebut telah mengirim surat ke Kedubes Tiongkok di Jakarta.
Tapi, Nurdin membantahnya. Seperti dilansir Fajar kemarin (5/1), dia menjelaskan, ada kemiripan benda yang ditemukan warganya itu dengan produk milik Tiongkok. Dan, yang mengganjal bagi Nurdin, apakah keberadaan benda tersebut untuk penelitian atau tujuan tertentu. ”Siapa yang menempatkan, kita juga belum tahu. Jadi, tidak boleh menuduh dulu, tunggu sampai kajian selesai,” bebernya di kantor Dinas Kesehatan Sulsel di Makassar kemarin.
Dia mengatakan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga tak melayangkan surat protes ke Kedubes Tiongkok. ”Bagaimana mau layangkan surat, kita saja belum tahu,” ungkap Nurdin.
Dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah meminta semua pihak tidak berspekulasi. Saat ini, pihaknya juga menunggu hasil penelitian TNI-AL atas objek tersebut. ”Kita tunggu saja TNI-AL menyelesaikan penelitiannya atas objek tersebut,” ujarnya.
Selain dua benda pengintip lautan Indonesia itu, ada penemuan lain. Persisnya di perairan Kepulauan Masalembu, sebelah utara Madura, Jawa Timur, pada awal tahun lalu.
Karena bentuknya dianggap mirip rudal, warga khawatir dan akhirnya memilih menghanyutkan lagi benda temuan nelayan tersebut sehari setelah ditemukan. Otomatis masih menjadi misteri benda apa yang bentuknya mirip dengan yang ditemukan di Bintan dan Selayar itu.
Bisa jadi di luar tiga alat pengintip yang sudah ditemukan tersebut, masih banyak lainnya yang beroperasi di wilayah lautan Indonesia. Pengamat militer Khairul Fahmi menyatakan bahwa TNI-AL dan pemerintah harus bisa menutup lebih rapat celah-celah di laut yang masih bisa diterobos alatalat asing. ”Karena harus diakui, keamanan laut kita masih menyisakan banyak celah rawan. Baik di perbatasan maupun perairan teritorial,” jelasnya.
Dia menilai, celah itu terus terbuka bukan hanya karena alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang terbatas. Melainkan juga pengelolaan keamanan laut yang belum maksimal.
Keterangan beberapa pihak yang menyatakan alat tersebut mirip buatan Tiongkok, lanjut Fahmi, harus didalami dan diklarifikasi secepatnya. Mengingat, sebelumnya pernah ditemukan alat serupa seaglider itu di perairan Bintan, Kepulauan Riau, dan alat tersebut berasal dari Tiongkok. ”Temuan-temuan itu bisa memperkuat dugaan,” imbuhnya.
Meski demikian, klarifikasi untuk memastikan sangat penting.
Lewat klarifikasi itu pula, TNI-AL dan pemerintah bisa mengetahui tujuan keberadaan alat tersebut di perairan Indonesia. Tidak terus menjadi polemik dan memunculkan dugaan-dugaan yang spekulatif.
Misalnya, keberadaan alat tersebut terkait dengan kepentingan di Laut China Selatan. ”Kalaupun terkait gejolak Laut China Selatan, mestinya tidak terkait langsung dengan soal spionase ya,” jelasnya.
Sejauh ini belum ada tanggapan apa pun dari otoritas Tiongkok. Namun, merujuk pada pemberitaan The Guardian, pesawat tak berawak yang ditemukan di perairan Selayar itu tampaknya adalah unmanned underwater vehicle (UUV) Sea Wing Tiongkok (atau Haiyi). Pesawat layang bawah air itu dikembangkan Shenyang Institute of Automation, the Chinese Academy of Sciences.
Fungsinya sebagai pengumpul data, termasuk suhu air laut, salinitas, kekeruhan, dan tingkat oksigen. Juga, informasi tentang arus dan arah gerakan yang dikirimkan secara real time.
Yang pasti, seaglider itu ditemukan tidak dalam kondisi rusak. TNI-AL juga belum bisa memastikan sudah berapa lama benda tersebut beroperasi di wilayah lautan Indonesia.
”Saat saya temukan, kondisinya masih menyala. Lampunya masih berkedip-kedip,” kenang Saehuddin.