Si Kecil pun Bisa Stres
Dekati Anak lewat Hal yang Mereka Suka
SURABAYA, Jawa Pos – Sekolah dari rumah untuk anak-anak di awal pandemi mungkin membuat anak sekolah senang. Namun, setelah lewat lebih dari satu semester menghadapi masa pandemi, banyak anak yang mulai jenuh.
Hal itu dibahas dalam live talk show Fabulous Friday dengan tema 101 Tip Atasi Stres pada Anak di Masa Pandemi bareng psikolog klinis anak, remaja, dan keluarga Roslina Verauli MPsi Psi.
Dalam live talk show lewat live Instagram Graha Golf itu, Vera menjelaskan bahwa banyak orang tua yang ternyata tidak ngeh bahwa anaknya tengah mengalami stres. ”Orang dewasa dan anak itu sama. Sama-sama bisa stres. Namun, perwujudannya berbeda,” jelasnya.
Orang dewasa bisa mengungkapkan bahwa mereka sedang stres. Hal apa yang mesti dilakukan pun dipahami betul. ”Tapi, berbeda dengan anak. Mereka tidak bisa mengungkapkan stres yang mereka miliki,” sambungnya. Stres juga bisa disebabkan dari banyak hal. Namun, Vera mengungkapkan bahwa kebanyakan anak mengalami stres karena terpapar masalah orang dewasa. Sementara itu, di masa pandemi, sumber stres pun makin beragam. Salah satunya, kejenuhan yang dilalui lewat sekolah online yang harus berjam-jam menatap layar gadget.
Ciri-ciri stres pun dideskripsikannya menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah adanya keluhan fisik. Misalnya, sakit perut atau sakit kepala.
Kedua, keluhan emosional seperti mudah marah sampai merasa tidak kompeten dalam aktivitas dan sekolahnya. Selanjutnya, ada perubahan perilaku.
Yang dulu suka main-main hal tertentu, serakang justru yang paling dihindari.
Dan yang terakhir adalah perubahan interaksi dengan sekitar. Bagaimana anak berinteraksi dengan kakak, adik, atau orang tuanya.
Cara mengatasinya bisa lewat pendekatan dengan anak. Misalnya, saat anak bermain gadget. ”Kita bisa menemani mereka mungkin saat nonton YouTube. Ajak anak ngobrolin tentang apa yang dilihat,” terangnya. Vera pun mencontohkan, anak sedang nonton sebuah mainan, coba untuk bawa mainan tersebut ke dunia nyata. ”Dari situ, mereka akan menemukan apa yang ada di gadget itu di dunia nyata,” tuturnya.
Atau, misalnya seorang anak suka sekali menghabiskan uang untuk membeli baju-baju. Entah untuk boneka atau diri sendiri. ”Coba kita fasilitasi dia untuk bikin sendiri. Awalnya kita juga harus terlibat. Kemudian, perlahan kita nggak terlibat lagi,” contohnya.