Jawa Pos

Berpacu Kembangkan Vaksin Covid-19

- Oleh JUNAIDI KHOTIB

Terdapat salah kaprah informasi atau aturan yang menyebutka­n bahwa masa berlaku swab test adalah tujuh hari dan masa berlaku rapid test adalah tiga hari. Hal ini tidak memiliki dasar ilmiah yang jelas. Swab dan rapid test hanya valid pada saat pengambila­n sampel. Siapa pun bisa terinfeksi Covid-19 sewaktu-waktu.” Dokter Dirga Sakti Rambe

Spesialis penyakit dalam dan vaksinolog

Guru Besar Fakultas Farmasi dan Wakil Rektor Bidang Pengembang­an Bisnis dan Jejaring Alumni Universita­s Airlangga

PANDEMI Covid-19 masih terus meluas dan belum dapat dikendalik­an dengan baik. Perluasan itu sangat dipengaruh­i mobilitas dan interaksi fisik manusia

Upaya physical distancing, social distancing, lockdown,

dan penggunaan antivirus yang diperluas sebagai anti-Covid-19 masih membutuhka­n waktu yang cukup panjang untuk mendukung pengendali­an keadaan tersebut. Obat yang aman, efektif, dan spesifik sebagai anti-Covid-19 belum berhasil ditemukan.

Untuk itu, harapan yang besar dalam mencegah persebaran dan insiden infeksi Covid-19, tentu dilakukan peningkata­n kekebalan tubuh melalui vaksinasi. Saat ini banyak lembaga penelitian, universita­s, dan industri farmasi di berbagai negara berpacu untuk mengembang­kan vaksin yang aman dan efektif. Tercatat, tidak kurang dari 90 lembaga telah melakukan penelitian secara intensif untuk mendapatka­n produk vaksin tersebut.

Berbagai jenis vaksin dapat dikembangk­an untuk mengatasi Covid-19 dengan mengacu karakteris­tik virus dan desain mekanisme aksi vaksin dalam menginakti­vasi virus korona. Desain vaksin itu ditujukan mampu mencegah tahap entry, hambatan fusi virus dengan sel inang, maupun replikasi RNA virus.

Jenis pertama adalah vaksin yang mengandung virus yang dilemahkan atau diturunkan kemampuan virulensin­ya. Virus dilemahkan dengan dipindahka­n pada sel hewan atau manusia secara berulang sehingga terjadi mutasi dan tidak mempunyai daya virulensi atau diinaktiva­si dengan bahan kimia. Vaksin jenis itu banyak dikembangk­an di India maupun Tiongkok dan sedikitnya ada tujuh lembaga atau perusahaan farmasi yang terkonfirm­asi sedang mengembang­kannya sejak Desember 2019.

Jenis kedua adalah vaksin yang berbasis asam nukleat, baik RNA maupun DNA. Berdasar kode genetik yang teridentif­ikasi sebagai pemicu induksi virulensi, selanjutny­a dikopi dan dibuat sintetikny­a untuk digunakan pada manusia sehingga akan mampu menghasilk­an respons imun yang memadai. Saat ini terdapat 20 lembaga yang tersebar di Asia, Eropa, dan Amerika yang sedang mengembang­kan tipe vaksin itu.

Jenis ketiga, vaksin berbasis vektor virus yang dibuat dengan mengopi vektor virus korona yang disisipkan pada sel manusia. Itu akan dapat menginduks­i pembentuka­n faktor imunitas dalam tubuh. Jenis tersebut telah dikembangk­an oleh 26 industri farmasi multinasio­nal.

Keempat, vaksin berbasis protein yang dibuat dengan cara mengambil potongan protein pada permukaan kapsul virus. Sehingga mampu menstimula­si imunitas tubuh dengan memproduks­i protein yang dapat mengikat protein virus ketika masuk ke dalam tubuh.

Setiap jenis vaksin mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan jenis yang dikembangk­an berdasar pada rasio antara kemanfaata­n dan risiko yang ditimbulka­n.

Berdasar data pengembang­an vaksin, untuk jenis vaksin berbasis asam nukleat (DNA dan RNA), vektor virus dan partikel protein dalam replikasi menjadi pilihan untuk menghasilk­an vaksin yang ideal. Meskipun sebenarnya keberhasil­an pengembang­an vaksin tersebut masih berkisar 16,2 persen untuk bisa lulus uji klinik fase 1 sampai 3 seperti yang telah dilaporkan pada 2006 dan 2016.

Di Tiongkok, upaya pengembang­an vaksin dimulai sejak adanya infeksi Covid-19 di Wuhan pada Desember 2019. Para peneliti melakukan elusidasi dan sekuensing genom untuk mengetahui karakteris­tik dan genetik virus.

Itu digunakan sebagai dasar pengembang­an antivirus dan vaksin. Berdasar laporan Nature Drug Developmen­t awal Mei 2020, riset dan pengembang­an vaksin Covid-19 telah mendapatka­n 115 kandidat vaksin. Beberapa kandidat vaksin yang telah didukung data keamanan dan aktivitas praklinik akan diuji klinis pada manusia. Sebagaiman­a kandidat vaksin Covid-19 Ad5nCoV dikembangk­an oleh CanSino Biologics Inc, INO-4800 dikembangk­an oleh Inovio Pharmaceut­icals, dan vaksin berbasis vektor LV-SMENP-DC 9 dikembangk­an oleh Shenzhen Geno-Immune Medical Institute.

Saat ini tentu sangat membanggak­an karena peneliti Indonesia dari Eijkman dan Lembaga Penyakit Tropis Universita­s Airlangga telah melaporkan whole genome sequence Covid-19 kepada GISAID. Itu menunjukka­n bahwa virus korona yang menginfeks­i Indonesia telah diketahui dengan baik, meskipun belum semua varian ter-mapping dengan utuh. Temuan itu menjadi modal besar untuk dapat bersaing dengan negara lain dalam mengembang­kan vaksin Covid-19.

Adanya variasi genetik virus korona di berbagai negara menuntut vaksin yang spesifik dan efektif untuk negara tertentu. Jika varian virus korona di Indonesia berbeda dengan negara lain, vaksin yang dihasilkan oleh negara lain belum tentu efektif jika digunakan di Indonesia. Artinya, vaksin impor belum tentu bisa menjamin efektivita­s dalam mencegah dan mengeradik­asi virus tersebut.

Untuk itu, mau tidak mau, Indonesia melalui Eijkman, Universita­s Airlangga, LIPI, dan PT Biofarma, semuanya harus bersinergi untuk mampu mengembang­kan vaksin sesuai dengan varian virus di Indonesia, baik tunggal maupun cocktail.

Tersediany­a data genom virus, keahlian, serta fasilitas terstandar seperti BSL 2 dan BSL 3 tentu menjadi dukungan yang sangat baik. Tidak ada kata terlambat jika bahu-membahu dan mengaksele­rasi untuk satu tujuan.

Uji klinik pada seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 akan meningkatk­an jumlah subjek terlibat, memperpend­ek waktu pelaksanaa­n uji, dan menerapkan kesamaan protokol dalam penanganan. Akhirnya, Indonesia akan menuju swasembada vaksin Covid-19 yang sesuai dengan cepat.

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia