Dewas KPK Merusak Independensi
Pendapat Ahli dalam Sidang Uji Materi di MK
JAKARTA, Jawa Pos – Harapan dibatalkannya pasal-pasal kontroversial dalam UndangUndang 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) masih terbuka. Dalam sidang lanjutan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin, seluruh ahli yang dihadirkan sepakat bahwa UU KPK yang baru telah melemahkan lembaga antirasuah.
Para ahli yang hadir dalam sidang kemarin adalah Busyro Muqoddas, mantan komisioner KPK yang juga mantan ketua PP Muhammadiyah; Denny Indrayana, mantan menteri hukum dan HAM yang juga pendiri Pusat Kajian Antikorupsi UGM; dan Ridwan, ahli hukum administrasi dari Universitas Islam Indonesia.
Denny menyatakan, KPK adalah wujud semangat antikorupsi yang menjadi agenda reformasi. Karena itu, dalam pembentukan KPK di awal 2000-an, semua elemen sepakat memberikan kewenangan superpower agar agenda pemberantasan korupsi berjalan maksimal. Keistimewaan itu diberikan dalam bentuk independensi. ’’Itulah KTP-nya, genetiknya dari KPK. Jika tak ada independensi, sebenarnya tidak ada lembaga KPK,’’ ujarnya.
Denny melanjutkan, independensi yang menjadi roh itu diambil setelah dibentuknya Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang memiliki kewenangan pro-justitia. Tindakan yang diambil KPK harus seizin dewas. ’’Menurut kami, sudah masuk tataran merusak independensi KPK,’’ ucapnya.
Menurut Denny, yang terlihat saat ini adalah masuknya eksekutif dalam internal KPK. Apalagi, secara kelembagaan, KPK masuk ranah eksekutif dan diperkuat dengan perubahan status pegawai menjadi aparatur sipil negara.
Dia berharap, dalam melihat persoalan tersebut, hakim MK tidak hanya melihat secara teks sebagai open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Konteksnya juga harus dilihat. Mulai dinamika politik, pembahasan yang terburu-buru, waktu pembahasan di ujung pemerintahan,
Independensi yang menjadi roh itu diambil setelah dibentuknya Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang memiliki kewenangan pro-justitia.’’
hingga kaitan dengan kasus-kasus besar yang ditangani KPK.
Busyro menambahkan, memasukkan KPK ke rumpun eksekutif untuk mempermudah fungsi koordinasi dengan Polri dan kejaksaan tidak tepat. Sebaliknya, posisi di eksekutif membuat KPK rawan dengan intervensi. Padahal, KPK dilahirkan secara independen untuk menghindari intervensi eksekutif. ’’KPK sebagai lembaga independen agar agenda pemberantasan korupsi tidak terjebak pada konflik kepentingan,’’ jelasnya.
Untuk sistem pengawasan, Busyro juga sepakat bahwa keberadaan dewas yang berwenang pada urusan pro-justitia tidak tepat. Dia mengatakan, dalam sistem demokrasi, semua lembaga harus diawasi. Namun, Busyro menilai pengawasan sudah cukup melalui kode etik dan dewan penasihat. Berdasar pengalamannya, sistem tersebut sudah cukup efektif.
Dalam persidangan, Busyro dan Denny bahkan mengusulkan agar KPK diatur dalam UUD 1945 seperti Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi yang sama-sama menjadi anak kandung reformasi. Dengan diatur UUD 1945, upaya pelemahan relatif lebih sulit dilakukan. ’’KPK baru diatur dalam UU,’’ tuturnya.
DENY INDRAYANA Ahli yang Dihadirkan Pemohon Uji Materi