Jangan Mau Diadu, Waspadai Isu SARA
Gubernur-Kapolda Jamin Keamanan Mahasiswa Papua Demo di Papua Berakhir, Situasi Kondusif
MANOKWARI, Jawa Pos – Situasi Manokwari, ibu kota Papua Barat, lumpuh total sepanjang hari kemarin (19/8). Sebagian besar masyarakat turun ke jalan. Mereka memprotes insiden terhadap mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya pekan lalu
J
Radar Papua melaporkan, aksi tersebut berlangsung sejak pukul 05.30 WIT. Sejumlah jalan utama dipalang dengan menggunakan pohon yang ditebang. Tidak sedikit tiang lampu yang dirobohkan untuk menjadi material penutup jalan.
Situasi makin tak kondusif kala aksi mulai bergeser di pertigaan Makalu, Jalan Yos Sudarso. Gerombolan orang dari berbagai wilayah berbondong-bondong mendatangi lokasi. Ada yang membawa kayu, pentungan, dan bermacam senjata tajam.
Massa kemudian melakukan aksi long march menuju kantor DPRD Papua Barat sekitar pukul 09.30 WIT. Tak lama kemudian, api membubung tinggi di gedung wakil rakyat itu. Kemarahan massa seolah dilampiaskan dengan membakar kantor DPRD.
Menurut sebagian massa, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap lambannya pemerintah dalam merespons tindakan rasis terhadap masyarakat Papua. Tak sampai di situ, gedung Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat yang berada tepat di depan kantor DPRD juga dibakar.
Massa yang emosional lalu beralih ke Lapangan Borarsi. Di sana kemarahan massa memuncak. Tribun lapangan utama dibakar. Setelah itu, massa kembali ke Jalan Yos Sudarso. Gedunggedung di sepanjang jalan menuju Makalu dirusak dengan lemparan batu hingga pembakaran gerobakgerobak makan pedagang. Bahkan, sejumlah kendaraan bermotor roda empat dan dua dirusak serta dibakar massa.
Sekitar pukul 11.40 WIT, di seputar Jalan Yos Sudarso, terlihat Wakil Gubernur Papua Barat Mohammad Lakotani dan Kapolda Papua Barat Brigjen Pol Herry R. Nahak bersama Pangdam XVIII/Kasuari Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau. Mereka berusaha bernegosiasi dengan para demonstran. Namun, gagal.
Kondisi semakin tegang saat drone terbang di atas massa. Melihat kedatangan drone, massa makin beringas. Mereka melempari drone itu dengan batu. Namun, lemparan batu tersebut justru mengenai aparat TNI-Polri. Imbasnya, aparat pun harus mundur untuk menghindari hujan batu.
Lemparan batu sempat melukai beberapa personel TNI-Polri, jurnalis, dan Karoops Polda Papua Barat Kombespol Moch. Sagi Dharma Adhyakta. Adhyakta pun harus digotong untuk mendapat perawatan medis.
Melihat massa makin beringas, aparat Polda Papua Barat mulai melakukan langkah represif. Polisi menembakkan gas air mata ke tengah-tengah massa. Ironisnya, angin malah membuat gas air mata berbalik ke arah para petugas. Dan lagi-lagi, para personel keamanan terpaksa mundur.
Pukul 13.20 WIT, saat ketegangan mulai mereda, Lakotani kembali menuju kumpulan massa tanpa pengawalan petugas keamanan. Dia berupaya melakukan negosiasi kedua. Pukul 14.00 WIT keadaan di Jalan Yos Sudarso berangsur kondusif. Satu per satu demonstran membubarkan diri setelah perwakilan massa membacakan tuntutan di depan Lakotani.
Saat diwawancarai, Nahak mengatakan, kondisi Manokwari sudah kondusif. ”Massa sudah membubarkan diri. Tuntutan mereka, jaminan keamanan mahasiswa asal Papua di wilayah Jawa dan daerah lainnya. Serta permintaan maaf dari pejabat terkait pernyataan yang dilontarkan beberapa waktu lalu,” katanya. Dia mengatakan, insiden di Malang dan Surabaya memicu massa melakukan protes di Manokwari. ”Jadi, masyarakat sakit hati dengan ungkapan katakata yang kurang baik. Untuk tuntutan mereka ini, sementara kami tindak lanjuti. Jadi, masyarakat diharapkan bersabar, jangan terpancing provokasi, percayakan semuanya kepada kami,” ungkap Nahak.
Kerusuhan juga terjadi di Bandara Internasional Domine Eduard Osok (DEO) Sorong, Papua. Dalam rekaman video yang diterima Jawa Pos, sekelompok orang menyerang area parkir bandara. Mereka memecah kaca-kaca mobil yang terparkir. Beberapa mobil polisi dan TNI mengalami pecah kaca dan spion. Informasi dari Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub, aksi itu berlangsung sekitar pukul 15.00 WIT. Perusakan berlanjut ke area terminal bandara. Orang-orang tak dikenal memecah kaca terminal.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti menjelaskan, kemarin petang (19/8) kondisi di Bandar Udara DEO Sorong sudah dapat dikendalikan. ”Petugas gabungan telah melakukan langkah cepat,” jelas Polana kemarin. Dia mengimbau seluruh unit penyelenggara bandar udara dan otoritas bandar udara (OBU) untuk terus meningkatkan pengawasan keamanan di lingkungan bandara dan berkoordinasi dengan anggota TNI-Polri. ”Seluruh petugas bandara wajib memastikan keamanan dan keselamatan bandar udara dan penumpang,” tegasnya.
Cenderawasih Pos kemarin mewawancarai Ketua DPR Papua Yunus Wonda di ruang kerjanya. Yunus terang-terangan mengecam aksi persekusi yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Yunus meminta aparat menindak ormas yang terlibat dalam insiden tersebut. Dia juga meminta pejabat nasional belajar tentang nasionalisme kepada warga Papua. ”Bila ingin belajar menghormati dan toleransi, silakan belajar di Papua,” kata dia, menyindir.
Silaturahmi Gubernur Jatim dengan Tokoh Papua Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meminta maaf kepada warga Papua atas beberapa insiden di Jawa Timur. Terutama jika ada pernyataan sensitif yang menyinggung warga Papua. ”Saya ingin memastikan bahwa itu (insiden) personal. Sama sekali tidak mewakili warga Jawa Timur. Saya atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur mohon maaf jikalau ada pernyataan salah satu warga yang secara personal, spontan, mengucapkan sesuatu yang sensitif bagi warga Papua,” ujarnya kemarin (19/8).
Dia juga menjamin bahwa Jawa Timur tetap kondusif. Khususnya kepada para mahasiswa Papua, Jawa Timur tetap aman untuk tempat belajar. ”Kepada mahasiswa Papua, insya Allah aman. Dan tetap tenang bisa melanjutkan pendidikannya di seluruh perguruan tinggi di Jatim,” tuturnya.
Tadi malam Khofifah dan Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan bersilaturahmi dengan tokoh Papua di Surabaya. Acara diadakan di kediaman Kapolda. Acara tersebut dihadiri Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya Piter Frans Rumaseb, Wakil Gubernur Emil Dardak, serta beberapa tokoh masyarakat Papua.
Mereka berbicara pada satu meja panjang dan saling berhadapan. Tidak tampak ketegangan sama sekali. Komunikasi antartokoh tersebut mengungkap adanya kesalahpahaman. Misalnya, informasi pengusiran yang tidak pernah terjadi itu menyebar ke Papua. Piter mengaku mendapat telepon dari keluarga di Manokwari. ”Mereka tanya tentang pengusiran tersebut,” katanya.
Piter menjelaskan bahwa warga Papua di Surabaya baik-baik saja. Tidak ada pengusiran. Informasi yang beredar itu tidak benar. Dia juga mengungkapkan bahwa warga Papua tidak punya masalah di Surabaya. ”Kami satu bumi pertiwi, perbedaan itu indah, seperti pelangi yang terdiri atas beragam warna,” ungkapnya.
Luki Hermawan mengungkapkan hal yang sama. Banyak warga Papua yang ingin memastikan keluarganya di Surabaya baik-baik saja. Terutama mereka yang memiliki anak yang sedang kuliah di Surabaya. ”Silaturahmi malam ini menjawab semuanya.”
Informasi yang tidak benar tersebut memicu kesalahpahaman di Papua. Mereka mengira warga Papua di Surabaya dalam kondisi bahaya. Mereka terancam. ”Padahal tidak seperti itu,” ucapnya. Luki meminta warga Papua di Surabaya menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi yang sebenarnya. Dengan begitu, kesalahpahaman tidak kian larut.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga membantah isu pengusiran mahasiswa Papua dari kota yang dipimpinnya. Risma menegaskan, hal itu tidak mungkin terjadi. Sebab, dia sudah dianggap orang tua oleh mahasiswa Papua. Bahkan, ada beberapa pejabat Pemkot Surabaya yang berasal dari Papua. ”Jadi (pengusiran, Red) itu tidak betul,” ujar Risma yang ditemui setelah pelantikan dirinya sebagai ketua DPP PDIP di Jakarta kemarin. Risma menuturkan, pemkot sering melibatkan mahasiswa Papua ketika ada kegiatan.
Pantauan Jawa Pos kemarin, suasana di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan III terlihat normal kemarin. Beberapa motor terparkir di halaman dalam asrama. Para penghuni beraktivitas seperti biasa. Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua (IKBP) Surabaya Piter Frans Rumaseb mengatakan, asrama tersebut sudah lama berdiri.
”Dulu ya damai-damai saja. Tapi, beberapa tahun belakangan terjadi masalah,” ucapnya. Saat itu, penghuni asrama bukan hanya mahasiswa. Ada juga nonmahasiswa. Bangunan asrama itu pun di-upgrade dan kembali diresmikan pada 2007.
Ada beberapa perubahan aturan. Salah satunya, penghuni dikhususkan mahasiswa yang aktif saja. Selain itu, tidak ada patokan biaya tinggal alias gratis. ”Kontrol dari daerah mulai berkurang. Itulah yang perlu dibenahi,” imbuhnya.
Meski begitu, tak ada kesan diskriminasi bagi mereka. Justru banyak warga Papua yang betah tinggal di Surabaya. Tidak ada istilah rasis. Piter juga mengimbau agar tidak mudah terpancing oleh provokator.
Beberapa kampus di Surabaya berusaha ikut meredam ketegangan. Mereka mengadakan dialog dengan mahasiswa asal Papua. Misalnya yang dilakukan Universitas Dokter Soetomo (Unitomo) Surabaya kemarin (19/8). Rektor Unitomo Bachrul Amiq bertemu dengan para mahasiswa asal Papua di Aula RM Soemantri, Gedung Rektorat Unitomo, kemarin. Amiq mengungkapkan, Unitomo adalah salah satu kampus di Surabaya yang memiliki banyak mahasiswa Papua. Hingga saat ini ada 100an mahasiswa Papua yang kuliah di kampus tersebut.
”Kami ingin sampaikan kepada mahasiswa Papua bahwa mereka bisa kuliah dengan baik. Kami beri jaminan itu di lingkungan kampus, tegasnya. ”Mereka ini niat untuk kuliah di Surabaya. Bahkan, keberangkatan mereka dari desa terpencil di Papua menuju Surabaya itu penuh perjuangan, bebernya.