Perluas ke Pasar Nontradisional
Ekspor Batu Bara Nasional Merosot
JAKARTA – Kinerja produksi dan ekspor batu bara PT Bukit Asam Tbk selama semester pertama 2018 mengalami kenaikan signifikan. Kenaikan ekspor, salah satunya, terdorong perluasan pasar ke negara nontradisional seperti Vietnam, Bangladesh, Filipina, dan Korea Selatan.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin mengatakan, perluasan ke pasar nontradisional turut mengantisipasi dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. ”Kalau pasar tradisional mereka dihajar
akan terganggu. Makanya, kami ke pasar nontradisional yang masih membutuhkan energi seperti Vietnam, Bangladesh, Filipina, dan Korea Selatan,” ujarnya kemarin (23/7).
Ekspor batu bara Bukit Asam selama semester pertama 2018 mencapai 5,8 juta ton. Naik sekitar 30 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selama ini tujuan ekspor utama adalah Tiongkok, India, Thailand, Hongkong, dan Kamboja.
Selain itu, produksi batu bara perusahaan dengan kode dagang PTBA tersebut mengalami kenaikan sebesar 18,9 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. ”Kemarin ada support dari angkutan batu bara. Kinerja kami sangat bergantung pada angkutan dan terkait kinerja KAI,” terangnya.
Produksi batu bara perseroan selama semester pertama 2018 mencapai 11,21 juta ton. Lebih tinggi 18 persen daripada periode yang sama 2017, yakni sebesar 9,43 juta ton. PTBA menargetkan total produksi tahun ini di angka 25,54 juta ton. Naik 5 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 24,25 juta ton. BUMN tambang tersebut juga menargetkan bisa memproduksi 50 juta ton batu bara pada 2023.
Sayang, kinerja ekspor batu bara Indonesia tidak secemerlang ekspor PTBA. Selama semester pertama 2018, ekspor batu bara RI merosot 16,3 persen (YoY) dari 108,107 juta ton menjadi 90,484 juta ton. ”Karena produksi terdampak cuaca, volume ekspor juga terpengaruh. Tahun lalu lebih dari 80 persen produksi kami ekspor,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia.
Produksi batu bara nasional pada semester pertama 2018 juga merosot sebesar 9,5 persen dari 151,562 juta ton menjadi 137,138 juta ton. ”Karena faktor cuaca, curah hujan yang relatif tinggi di beberapa daerah penghasil batu bara,” papar Hendra.
Menurut dia, saat ini permintaan batu bara masih menguat lantaran harga komoditas tersebut masih berada di level yang tinggi. Harga batu bara acuan (HBA) yang ditetapkan Kementerian ESDM pada Juli 2018 mencapai USD 104,65 per ton.