PR Tekan Jumlah Suara Tidak Sah
Jawa Timur Terbanyak dalam Pilkada 2018
JAKARTA – Tingginya angka suara tidak sah pada pilkada 2018 memunculkan pertanyaan, apakah ada kesengajaan atau pemilih tidak teredukasi dengan baik. Terlebih, suara tidak sah dengan persentase tertinggi justru ada di kawasan yang secara umum mendapat akses lebih baik terhadap informasi. Yakni, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
KPU mengakui bahwa suara tidak sah masih menjadi persoalan. Bahkan, KPU sudah meneliti berbagai penyebab munculnya suara tidak sah saat penghitungan suara di TPS. Menurut dia, setiap daerah memiliki persoalan yang berbeda. ”Misalnya, karena memang tidak paham bagaimana menggunakan hak pilihnya dengan baik,” kata Ketua KPU Arief Budiman.
Meski demikian, ada pula yang sengaja membuat suaranya menjadi tidak sah. Dia datang ke TPS, lalu sengaja mencoblos dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah. ”Bagaimana dengan 2018, kami belum melihat sampai sedetail itu,’’ lanjut alumnus SMAN 9 Surabaya tersebut.
Pada pilkada 2018, secara keseluruhan surat suara tidak sah mencapai 3.098.239 lembar atau setara 3 persen dari total surat suara yang digunakan. Jatim menjadi provinsi dengan jumlah surat suara tidak sah terbesar, yakni 782.027 lembar, disusul Jateng (778.805) dan Jabar (744.338).
Arief mengakui, masih ada pemilih yang belum paham tentang tata cara menggunakan hak pilih dengan benar. Akibatnya, hak pilih mereka menjadi sia-sia. Karena itu, pada Pemilu 2019, pihaknya menyiapkan sejumlah langkah untuk meminimalkan suara tidak sah.
Cara yang utama tentu saja sosialisasi. Pihaknya berjanji meningkatkan kuantitas sosialisasi pemilu sehingga semakin banyak yang terjangkau edukasi pemilih. Terlebih, pada 2019 ada lima jenis surat suara yang dipakai. Yakni, DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan surat suara pilpres.
Sementara itu, Ketua KPU Jatim Eko Sasmito tidak menampik bahwa jumlah suara tidak sah di Jatim pada pilkada 2018 merupakan yang terbesar. Namun, dia belum bisa menganalisis penyebab masalah itu. ”Dari sisi sosialisasi, KPU sudah maksimal. Apalagi, tak ada perubahan tata cara mencoblos. Perlu ada kajian lebih mendalam,” katanya.
Tingginya jumlah surat suara tak sah juga mendapat atensi dari Bawaslu Jatim. Lembaga itu mengusulkan perlu adanya penelitian khusus perihal fenomena tersebut. Sebab, tingginya jumlah surat suara tak sah tidak hanya terjadi karena ketidaktahuan pemilih soal tata cara mencoblos atau tingkat apatisme publik. ”Pemungutan suara dengan metode coblos juga sudah sangat familier bagi masyarakat,” kata Komisioner Bawaslu Aang Kunaifi.
Menurut dia, ada hal lain yang berpotensi menjadi penyebab surat suara tak sah. Salah satunya adalah kondisi logistik surat suara. ”Kami khawatir ada surat suara yang rusak tapi tetap dipakai. Misalnya, karena sobek atau ada lubang,” tuturnya.
Akibatnya, saat penghitungan, petugas menyimpulkan surat suara itu berstatus tidak sah. Bisa juga hal itu terjadi karena ketidaktahuan petugas dalam mengategorikan sah tidaknya surat suara. ”Karena itu, perlu ada penelitian. Objek yang dipilih adalah TPS-TPS yang jumlah surat suara tak sahnya tinggi. Ini penting sebagai bahan evaluasi,” jelasnya.