Minimal Seminggu Sekali Adu Kemampuan
Indonesia Fruit Carving, Tempat Berkumpulnya Seniman Buah
Buah dan sayuran dapat berubah menjadi hasil seni pahatan lewat fruit carving. Pemahatnya berkumpul menjadi satu dalam komunitas Indonesia Fruit Carving (IFC). Pendirinya orang Surabaya. Di kota ini, minimal sepekan sekali anggotanya berkumpul.
BRIANIKA IRAWATI
Obrolan lima orang terlihat gayeng di teras rumah di Kaliasin Gang V, Rabu (31/1). Sambil terus mengobrol, tangan-tangan mereka sibuk. Yang kanan membawa pisau kecil dengan ujung lancip dan tajam. Tangan kiri memegang buah atau sayuran. Masing-masing membuat bentuk sesuai imajinasi. Tidak perlu coretan sketsa. Pisau dikemudikan oleh tangan dengan lihai.
Setelah beberapa saat, semangka berubah menjadi ornamen ukiran, lalu melon menjadi merak. Ada pula butternut yang menjelma burung garuda dan naga serta masih banyak lagi. Hasil pahatan yang sudah rampung dikumpulkan, lantas dipajang rapi. ”Seperti ini kalau kami sedang berkumpul. Buah dan sayuran berserakan di mana-mana,” ungkap Suprapto, ketua umum IFC.
Mereka memiliki latar belakang beragam, tetapi bersatu dalam komunitas Indonesia Fruit Carving (IFC). Kini anggotanya mencapai 4 ribu orang dari seluruh Indonesia
J
”Bisa dibayangkan kan kalau semuanya sedang kumpul,” ujar pria yang akrab dengan sapaan Rabbani, sesuai nama anaknya, itu.
Kantor pusat IFC berada di Jakarta. Namun, pendiri komunitas yang sudah berbadan hukum sejak Maret 2017 itu adalah orang Surabaya, Suprapto. ”Rumah saya jadi base camp teman-teman kalau lagi ngumpul seperti ini,” kata pria 35 tahun itu.
Komunitas tersebut terbuka bagi siapa saja. Memang sebagian besar anggota berprofesi chef di hotel maupun restoran. Namun, banyak pula pengusaha, karyawan swasta, dan ibu rumah tangga. Suprapto misalnya. Dia tidak memiliki latar belakang tukang masak. Malah dia mengaku tidak jago memasak. Pekerjaan sehariharinya di laboratorium salah satu perusahaan swasta.
Pria kelahiran 4 Maret 1982 tersebut awalnya hanya iseng. Dia tertarik pada seni pahat buah dan sayuran itu sejak 2000. Belajarnya secara otodidak. Sebelum menjadi IFC, komunitas tersebut bernama Fruit Carving Indonesia (FCI). Anggotanya sering kali mengikuti kompetisi fruit carving tingkat nasional hingga internasional. Banyak penghargaan yang telah mereka raih. ”Ajang internasional seperti di Thailand, Malaysia, dan China (Tiongkok, Red),” jelasnya.
Selain mengikuti perlombaan di luar, mereka memiliki tradisi unik. Yakni, adu bakat untuk internal anggota IFC. Memang tidak resmi disebut kompetisi, tetapi cukup membangkitkan kreativitas setiap anggota.
Bagi mereka, memajang karya pahatan di media sosial adalah gengsi. Mereka dapat menilai kemampuan masing-masing dengan melihat karya tersebut. Sementara itu, untuk anggota lainnya, itu menjadi acuan agar lebih baik. ”Ada yang mengunggah hasil A. Saya harus lebih baik dibandingkan karya A,” kata Suprapto. Kompetisi itu terus berlanjut hingga saat ini. Anggota semakin terpacu untuk menghasilkan pahatan yang lebih bagus.
Penilaian bagus atau tidaknya itu dapat dilihat dari bentuk pahatan. Kriterianya, antara lain, bentuk yang dihasilkan, tingkat kerumitan, detail, dan kehalusan permukaan pahatan. Mereka berkomunikasi aktif melalui media sosial setiap hari. Khusus anggota dari Surabaya dan sekitarnya yang berjumlah seratusan orang, mereka berkumpul setiap malam Minggu. Lokasinya gonta-ganti sesuai kesepakatan. Saat berkumpul itulah, mereka melakukan latihan dan uji kemampuan. Pertemuan tersebut akan ditambah jika mereka memiliki momen khusus seperti Rabu itu.
Lalu, sebulan sekali mereka berkumpul di luar kota. Kotanya bergantian. Mereka juga sering mengadakan perlombaan untuk umum sekaligus workshop. ”Harapannya, pencinta fruit carving terus bertambah,” ujar Suprapto.