Mesin Tersangkut Sampah sampai Ular
Mengikuti Patroli Tim Becak Air
Perairan memang bukan area yang mendominasi Surabaya. Namun, pemantauan tetap dilakukan secara intensif. Ada tim Becak Air Satpol PP dan BPB Linmas Surabaya yang didapuk menjalankan tugas itu. Begini pengalaman menemani mereka bertugas.
PERAHU karet tim becak air sudah bersandar di dermaga Wonorejo Senin pagi (29/1). Tim dari BPB linmas duduk-duduk di warung kopi tak jauh dari situ. Setelah itu, truk berisi perahu milik tim becak air satpol PP datang. Meski personel sudah lengkap, mereka tidak kunjung berangkat. Air laut yang masih surut membuat sungai dangkal. Jika dipaksa berangkat, perahu yang baru dibeli itu bisa rusak karena tersangkut kayu atau
bambu yang banyak tertancap di dasar sungai.
Air sungai terlihat meninggi dua jam kemudian. Mesin dengan kekuatan 25 PK digeber dengan kecepatan sedang. Kasatpol PP Irvan Widyanto memerintahkan pasukannya dari jarak jauh. Mereka ditugasi menyusuri wilayah pantai timur Surabaya (pamurbaya). Area pantauan memanjang dari muara Sungai Wonorejo hingga ke utara, Mulyorejo
J
Setelah keluar dari muara sungai, perahu yang ditumpangi Jawa Pos tertinggal cukup jauh. Gas mesin ditarik, tapi kecepatan tidak bertambah. Mesin tersebut bergetar cukup kencang. Melihat ada yang tidak beres, dua anggota senior tim becak air satpol PP, Aryo Sancoko dan Gatot Listyo, memeriksa mesin. ’’Patenono. Propelere kecantol sampah iku, (Matikan. Baling-balingnya tersangkut sampah itu, Red),” ujar Aryo, lalu ikut memeriksa.
Setelah mesin diangkat, mereka terperanjat. Ternyata yang tersangkut bukan hanya sampah, tapi juga ular laut berwarna hitam putih yang dikenal dengan bisanya. Kepala ular itu hancur karena terlibas baling-baling. Komandan Peleton (Danton) Dedik Hasansyam meminta tim untuk menaikkan ular itu ke perahu untuk mengetahui besarnya. Namun, saat diangkat dengan pisau, ular tersebut terjatuh dan terbenam ke laut. Mesin akhirnya diturunkan lagi. Tidak ada waktu untuk membahas ular itu. Kami harus mengejar ketertinggalan.
Semakin jauh dari daratan, angin semakin kencang. Topi bundar yang dipakai tim becak air terkibaskibas. Dedik memegang tali yang terikat di moncong perahu. Tujuannya, meminimalkan cipratan air. Tapi, tetap saja kami terciprat air asin. Mata juga harus merem melek karena perih.
Kami memantau area pantai dari jarak 1 kilometer dengan perahu yang mengarah ke utara. Dari kejauhan, terlihat banyak terucuk bambu yang dipasang warga. Ada yang berfungsi menahan area pertambakan agar tidak tergerus. Ada juga yang dipasang supaya sedimen muara sungai tertahan. Cara tersebut dilarang keras oleh pemkot. Jika daratan baru muncul dan diklaim oleh warga, penyelesaiannya bakal rumit. Pemkot telah memiliki koordinat nol pantai. Dengan begitu, tanah oloran tersebut tidak bisa diklaim warga. Jika telanjur terbentuk daratan baru, lahan itu menjadi milik negara.
Saat tiba di muara Sungai Mulyorejo, tim tidak begitu terkejut dengan banyaknya terucuk bambu yang tertancap memanjang hingga ratusan meter. Sebab, dua tahun lalu tim juga menemukan patok-patok. Namun, bentuknya beton. Tampaknya pelakunya sama dan tidak kapok. Setelah memotret untuk dijadikan bukti, tim kembali ke dermaga. Hasil temuan itu dilaporkan ke markas komando (mako) satpol PP.