Diplomasi Uji Nyali Jokowi ke Asia Selatan
PRESIDEN Joko Widodo tetap mendarat di Kabul, Afghanistan. Padahal, baru saja ada bom bunuh diri besar pada Sabtu lalu (27/1). Tentu saja, ini bukan sekadar gagah-gagahan, tapi pasti dihitung cermat. Kedatangan Jokowi memang akan menjaga harga diri pemerintah Afghanistan. Selain itu, di sinilah makna penting memberi isyarat bahwa teror tak boleh mengalahkan agenda kenegaraan.
Harus terus terang dikatakan, jarang yang melirik Afghanistan. Tetapi, karena Presiden Afghanistan Ashraf Ghani pernah kunjungan kenegaraan ke Jakarta, selayaknya kunjungan itu dibalas. Jokowi beberapa kali menceritakan bahwa betapa Afghanistan ingin belajar bagaimana menjaga keragaman dalam bingkai persatuan.
Keinginan presiden Afghanistan itu bukan basa-basi tentunya. Karena sejak pendirian republik pada 1973, Afghanistan selalu bergolak. Perbedaan politik di wilayah yang seagama itu tak berkesudahan. Hingga akhirnya kekuatan asing, baik Uni Soviet, Amerika Serikat, maupun kekuatan lain, bertarung. Afghanistan pun jadi negara berantakan.
Kunjungan Jokowi mungkin tak bisa membalik keadaan. Tetapi, keragaman Indonesia yang relatif damai diharapkan bisa memberi inspirasi untuk Afghanistan yang lebih baik. Sebaliknya, Indonesia juga bisa belajar dari Afghanistan. Agar menghindari ”hobi bertengkar” yang bisa menjerumuskan bangsa ke kehancuran.
Diplomasi Jokowi kali ini memang bukan diplomasi penuh denting toas atau atraksi hiburan. Jokowi blusukan ke Bangladesh, menengok pengungsi Rohingnya. Perhatian negara sebesar Indonesia pada masalah kaum muslim Rohingya yang ditindas oleh rezim Myanmar semoga bisa membuat nasib mereka lebih baik. Serta membukakan telinga Myanmar bahwa kelakuannya diperhatikan dunia.
Kunjungan lain ke Pakistan cukup memberikan harapan. Pakistan yang lebih maju di bidang teknologi militer diharapkan bisa bekerja sama dengan Indonesia. Kalau dengan Sri Lanka, Indonesia sudah menunjukkan minatnya mengerjakan proyek infrastruktur di sana.
Begitu pun dengan India. Negeri berpenduduk hampir 1,4 miliar itu bisa jadi mitra makin strategis. Sejak 2017, India menjadi pasar ekspor Indonesia terbesar ketiga, menggeser Jepang. Salah satu produk andalan kita adalah minyak sawit (CPO). Indonesia sendiri mengimpor banyak daging sapi dan kerbau India.
Setelah lawatan ke Asia Selatan ini, semoga berbuah secara politis dan ekonomis. Tak sekadar diplomasi uji nyali.