Halaman Kantor Kecamatan Jadi Ajang Uji Kekuatan
Cangkang kerang sering mengganggu lingkungan pesisir Surabaya Utara. Tapi, problem tersebut kini berkurang. Sebab, limbah itu mulai dimanfaatkan untuk campuran bahan paving.
SEJAK pukul 12.00, satu per satu nelayan merapatkan perahunya ke tepi Pantai Bulak. Mayoritas mereka adalah nelayan selam yang mencari kerang di dasar laut.
Mereka membawa hasil tangkapan ke tepi laut. Di sana sudah ada para istri yang menunggu. Sampai di tepi, para istri tampak cekatan memisahkan daging kerang dari cangkangnya.
Kerang tersebut terdiri atas berbagai jenis. Mulai kerang hijau hingga kerang manuk dengan cangkang yang panjangnya mencapai 20 sentimeter. Setelah dipisahkan dari dagingnya, cangkang- cangkang tersebut dibuang begitu saja ke laut. Nah, itulah masalahnya. Setiap hari sekitar dua pikap kulit kerang dibuang di sana.
Namun, kini ada alternatif baru untuk memanfaatkan kulit kerang. Yakni, digunakan sebagai bahan tambahan untuk paving. Pembuatan paving tersebut dimulai seminggu lalu. Pengerjaan paving dilakukan secara gotong royong oleh kelompok nelayan RW 2 Cumpat, Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak.
Sebelumnya, mereka mendapat bantuan tiga mesin dari Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). Peralatan itu berupa 1 mesin penghancur kulit kerang dengan hasil jadi kasar, 1 mesin penghancur kulit kerang dengan hasil jadi serbuk halus, dan mesin pres paving. ’’Mereka juga sempat diajak berkeliling Mojokerto untuk melihat industri paving di sana,” ujar Camat Bulak Suprayitno.
Untuk pembuatan paving, bahannya sama dengan paving pada umumnya. Yakni, campuran semen dan pasir dengan perbandingan tertentu. Mulai 1:3, 1:4, hingga 1:5. Bergantung kualitas paving yang diinginkan. Bedanya, pada lapisan atas paving, ada tambahan serpihan kulit kerang. Tebalnya kurang lebih 5 milimeter.
Saat jadi, paving itu akan menghasilkan bentuk unik. Paving berbentuk heksagonal tersebut lebih natural dan mampu menjadi alternatif untuk mengurangi limbah kerang.
Ada delapan model yang dibuat dalam uji coba itu. Menurut Prayit, sapaan Suprayitno, konsumen juga bisa memesan sendiri model yang diinginkan. ’’Mau request bentuk yang lain juga bisa,” katanya.
Prayit yakin pembuatan paving itu bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi limbah yang kini menutupi permukaan Pantai Bulak. Namun, lanjut dia, produksi paving kulit kerang masih terbatas. Sebab, inovasi paving tersebut masih membutuhkan dukungan pemasaran. ’’Harganya juga tidak jauh jika dibandingkan dengan harga paving pada umumnya,” tuturnya.
Hingga sekarang, para nelayan hanya mengerjakan paving kerang saat Jumat. Sebab, pada hari tersebut, para nelayan tidak melaut. Selama belum ada kepastian pasar, para nelayan tidak berani menggantungkan sepenuhnya hidup mereka pada produksi paving kerang.
Sekarang Prayit ingin menguji coba pemakaian paving itu. Rencananya, paving kerang seluas 100 meter persegi dipasang di halaman kantor kecamatan. ’’Nah, ini sekaligus bentuk promosi kepada masyarakat dan tamu-tamu yang datang kemari,” ujarnya.
Paving itu memang memiliki beberapa keunggulan. Bahkan, paving kerang bisa menjadi alternatif untuk sarana pijat refleksi. Selama ini media yang digunakan adalah batu. Kali ini, yang dipakai adalah kulit kerang. Karena itu, dia ingin mengusulkan agar paving kerang tersebut dipasang untuk taman lansia yang rencananya dibangun di kawasan Kedung Cowek.
Prayit juga berharap PPNS tetap memberikan pendampingan ke masya rakat secara berkelanjutan. Terutama masalah teknis. Misalnya, membuat komposisi yang pas untuk paving yang mampu menahan beban berat. Bukan tidak mungkin, nanti paving kulit kerang bisa menjadi salah satu produk unggulan Bulak, selain hasil laut dan olahannya. (*/c7/oni)