Jadi Ayah hingga Kekasih
Kehidupan malam warok-gemblak menyisakan beragam misteri. Namun, masyarakat percaya, mereka pahlawan kesenian reog. Masing-masing punya cerita berbeda. MISTERI KEHIDUPAN MALAM WAROK-GEMBLAK
SUDIRMAN masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Usianya masih 15 tahun ketika orang tuanya membisikkan sebuah keinginan. Mereka berhajat anak kesayangannya menjadi gemblak. Ya, gemblak adalah jejaka-jejaka yang dipilih untuk menjadi ’’simpanan’’ para warok, tokoh dalam kesenian reog Ponorogo.
Sudirman tak kuasa menolak. Sebagai anak, dia hanya bisa menyanggupi. Alumnus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya) itu paham betapa sulitnya lari dari adat. Rasanya tidak mungkin kabur dari rumah. Tak sampai hati dia berbuat konyol dan menyakiti orang tuanya. Kalau nekat, bisa-bisa dibunuh pesuruh warok.
Apalagi, waktu itu masyarakat Ponorogo sudah sepakat dengan tradisi. Menjadi gemblak hal lumrah. Justru ada nilai plus bagi anak laki-laki yang ditaksir warok. Setidaknya, dia bakal disayangi dan diajeni masyarakat.
’’Saat itu, memang tidak semua anak laki-laki dipilih jadi gemblak. Hanya yang ganteng dan perkasa,’’ tutur Sudirman setengah bangga saat ditemui di rumahnya. Menurut lelaki berusia 53 tahun itu, zaman dulu, gemblak seperti primadona. Dia dielu-elukan seperti bintang film. Perawan cantik bukan bandingannya.
Masa-masa awal jadi gemblak, Sudirman belajar keras. Lelaki itu langsung menjiwai peran barunya. Dia dikontrak dua tahun. Bapak dua anak itu punya keinginan mengabdi pada
warok seperti teman-teman seprofesinya. Salah satunya giat belajar menari. Sebab, dia tak ingin lupa jasa warok
nya. Peminangnya sudah memberi satu ekor sapi. Nilai itu lumayan besar bagi keluarga yang hidup pas-pasan.
Saat menjadi gemblak, banyak aktivitas baru yang ditekuninya. Suami Rini Sulandari itu sering diajak jalan-jalan. Ke mana pun warok- nya pergi, pemilik sanggar Kartika Puri tersebut selalu mengikuti. Pernah suatu waktu dia diajak ke pertemuan para warok. Sudirman tersipu malu saat ketampanannya dipamerkan di hadapan pegiat reog.
Gemblak memang identik dengan kepercayaan diri warok. Semakin ganteng, berarti semakin kuat waroknya. Semakin banyak jumlah gemblak-nya, semakin kaya pula warok tersebut.
’’Kalau warok- nya kaya, gemblak- nya akan senang. Dia pasti dimanjakan,’’ ungkap Sudirman yang saat ini menjadi pengajar seni di SMPN I Jetis Ponorogo. Warok akan menuruti setiap permintaannya. Mulai masakan enak, diberi waktu jalan-jalan, atau perhiasan. Warok tak segansegan mengeluarkan uang untuk sekolah gemblak- nya.
Anehnya, kata Sudirman, istri dan anak warok tidak cemburu. Justru sang istri berupaya agar gemblak suaminya nyaman. Istri warok akan membantu mendandani dan menyiapkan keperluan. Agar gemblak kerasan, mereka juga memasak makanan yang enak-enak.
Meski mendapat kesenangan, bukan berarti gemblak tak punya kewajiban. Selama dikontrak, dia harus mengabdi kepada warok-nya. Gemblak harus taat pada setiap nasihat yang keluar dari tetuanya. Jika melanggar, dia bakal dikenai hukuman. Menurut Sudirman, ada tiga bentuk hubungan warok
gemblak. Yang pertama adalah hubungan ayah-anak yang melekat pada soal pendidikan. Warok mengajari
gemblak bagaimana hidup bijak dan santun. Dia menyekolahkan dan menikahkannya setelah besar seperti anaknya sendiri.
Selain sebagai ayah-anak, dua tokoh pegiat reog itu juga punya hubungan kesenian. Warok bertugas memainkan reog dan memimpin pertunjukan. Sementara itu, gemblak dipercaya sebagai penari karena gerak lenturnya. Mereka sama-sama beratraksi saat tampil di masyarakat. Nah, hubungan lainnya agak samar. Kata Sudirman,
warok-gemblak punya hubungan kekasih. Gemblak harus menemani tidur warok. Meski begitu, seberapa detail aksi di ranjang masih belum jelas. Mereka selalu menyembunyikan kisahnya. Misteri malam gemblak dan warok tak pernah diungkap secara gamblang. Sebagian masyarakat menganggap, hubungan warok
gemblak semacam homoseksual. Namun, Sudirman buruburu membantahnya. ’’Tidak ada oral seks. Apalagi hubungan kelamin,’’ kata penulis buku Aku dan Gemblak tersebut.
Saat ditanya apakah ada aksi menjawil atau memeluk? Lelaki itu hanya tersenyum. Lelaki yang lahir pada 7 April 1964 tersebut enggan membeberkan seberapa besar hubungan biologis antar kedua tokoh reog. (Eko Hendri Saiful/c6/dos)