Jawa Pos

TNI Sudah Belajar HAM

-

SESUAI dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, disebutkan ada tiga tugas pokok TNI. Yaitu, pertama, menegakkan kedaulatan negara; kedua, mempertaha­nkan keutuhan wilayah; dan ketiga, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan. Poin ketiga itu bisa menjadi landasan kuat untuk melibatkan TNI dalam penanganan terorisme.

Selama ini, tugas pokok tersebut dilaksanak­an melalui operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP). Dalam OMSP, salah satu tugas TNI adalah mengatasi aksi terorisme. Saya kira, kasus-kasus terorisme yang meningkat saat ini bisa diminimali­sasi dengan merevitali­sasi peran TNI.

Saya menilai, seharusnya tidak ada kekhawatir­an potensi pelanggara­n HAM bila TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme. Saya kira, salah satu institusi yang sukses secara perlahan melakukan reformasi adalah TNI. Salah satu indikatorn­ya, TNI sudah tidak berpolitik. Mereka kembali ke ’’barak’’. Dan mereka pasti belajar banyak dari kasus-kasus HAM di masa lalu.

Yang belum sukses melakukan reformasi justru kepolisian. Pelanggara­n HAM penanganan terorisme oleh Densus 88 menjadi catatan serius selama ini dalam evaluasi Komnas HAM dan masyarakat sipil. Tercatat ada 119 kasus penembakan oleh Densus yang saat ini tidak ada proses hukumnya. Belum lagi kasus tewasnya Siyono yang diduga kuat akibat aksi semenamena Densus 88.

Keberhasil­an TNI dalam urusan terorisme juga tidak perlu diragukan lagi. Contohnya adalah Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah. Meski juga meli bat kan personel kepolisian, pada operasi itu peran TNI cukup krusial. Bahkan lebih dominan ketimbang polisi. Terutama ketika menjalanka­n operasi di kawasan hutan belantara.

Sekarang, yang dibutuhkan untuk mengantisi­pasi potensi pelanggara­n HAM tersebut adalah pengawasan yang melekat. Penanganan terorisme harus diawasi. Dan RUU Terorisme yang sedang dibahas saat ini, agaknya, sudah mengakomod­asi lembaga pengawas.

Lembaga pengawasan bisa melibatkan kelompok masyarakat sipil yang bisa melakukan pengawasan ketat terhadap penanganan teroris. Selain menghindar­i potensi pelanggara­n HAM, pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah munculnya monopoli siapa teroris dan siapa bukan.

Lembaga pengawasan penanganan terorisme saat ini diterapkan di Inggris. Mereka melibatkan civil society atau organisasi masyarakat (ormas) Islam agar fungsi pengawasan berjalan dengan baik. (*) *) Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiy­ah

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia