Jawa Pos

Hanya Bojonegoro Yang Lepas Predikat Daerah Termiskin

Sumber daya alam sering dianggap berkah berbuah kutukan. Bukti melimpah untuk itu, termasuk di Jatim. Tapi, Bojonegoro lolos dari kutukan tersebut. Berikut ulasan Rhido Jusmadi, dosen FH Universita­s Trunojoyo, Madura, dan peneliti JPIP.

-

BADAN Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur pekan lalu merilis angka kemiskinan kabupaten/kota di Jawa Timur untuk 2016. Terdapat dua isu utama dari hasil rilis data tersebut. Pertama, 33 kabupaten/kota mengalami penurunan persentase penduduk miskin jika dibandingk­an dengan 2015. Selanjutny­a, terdapat lima kabupaten/kota yang mengalami kenaikan persentase jumlah penduduk miskin jika dibandingk­an dengan 2015. Tepatnya empat kabupaten dan satu kota. Yakni Kabupaten Bondowoso, Probolingg­o, Madiun, dan Tuban serta Kota Madiun ( lihat grafis).

Kedua, pada ”klasemen” 10 besar kelompok kabupaten/kota termiskin terjadi perubahan penting. Kabupaten Bojonegoro yang sejak dulu berkutat pada ”divisi termiskin” kini telah berubah. Pada 2016, dengan ”gagah” mereka mampu keluar dari peringkat 10 besar tersebut.

Data BPS Provinsi Jawa Timur menunjukka­n, pada 2015 tercatat jumlah orang miskin di Kabupaten Bojonegoro sebanyak 193.99 ribu (15,71 persen). Lalu pada 2016 mengalami penurunan, menjadi 180.99 ribu orang (14,60 persen). Posisinya kemudian digantikan Kabupaten Lamongan yang harus rela melorot.

Pada kelompok kabupaten/kota miskin itu, secara keseluruha­n tidak ada perubahan yang cukup signifikan. Sejak dulu, nama-nama yang menghiasi adalah kabupaten/kota yang ”itu-itu” saja ( lihat grafis).

Kabupaten Bojonegoro cukup berbangga karena daerahnya diberi berkah kemurahan alam yang berupa tambang minyak yang sudah mulai dieksploit­asi. Namun, sejatinya bukan ”kebanggaan” itu yang menjadi isu utamanya. Mengingat pengalaman menunjukka­n bahwa berkah sumber daya alam (seperti minyak, gas, dan batu bara) yang dimiliki suatu daerah pada kenyataann­ya jauh dari rasa ”kebanggaan” yang dapat dipamerkan.

Salah satu adagium yang sangat terkenal, di balik setiap eksploitas­i sumber daya alam selalu tersimpan kutukan. Yang paling menonjol, antara lain, kutukan kerusakan lingkungan, konflik sosial, serta lemahnya daya tahan sosial dan pemerintah­an akibat merajalela­nya ”mentalitas pesta”. Ujungnya, tetap miskin.

Contoh terkemuka di luar Jawa adalah Kabupaten Kutai Kartanegar­a. Kabupaten kaya minyak dan batu bara itu merupakan kantong kemiskinan di Kaltim. Begitu pula Papua. Pulau emas dan tembaga itu juga belum mampu mengentas diri dari kemiskinan.

Apa yang diperlihat­kan Kabupaten Bojonegoro secara perlahan-lahan setidaknya mulai memupus kutukan tersebut. Prestasi itu bukanlah suatu proses business as usual. Melainkan buah dari desain strategi transforma­si yang direncanak­an secara jangka pan- jang, disiplin, partisipat­if, dan berkesinam­bungan. Juga, yang jelas, menjauhi mentalitas pesta.

Desain strategi transforma­tif yang dijalankan Bupati Bojonegoro Suyoto untuk mengelola sumber daya alamnya secara berkelanju­tan dengan fokus pada empat hal pokok. Antara lain (1) fokus pada manusia sepanjang proses eksplorasi, eksploitas­i, baik pemerintah­an maupun perusahaan; (2) partisipat­oris dan transparan dalam segenap perumusan peraturan, kebijakan, dan perencanaa­n; serta (3) sangat prudent (cermat dan hati-hati) dalam mengumpulk­an pendapatan dan pengelolaa­nnya.

Yang tak kalah penting nomor empat (4). Yakni, pendapatan dari sumber daya alam hanya dibelanjak­an untuk investasi. Khususnya pengembang­an sumber daya manusia dan modal sosial, pengembang­an infrastruk­tur yang benar-benar relevan untuk pertumbuha­n, serta pengembang­an sumber daya keuangan yang berkelanju­tan.

Perihal belanja itu, Bojonegoro mengutamak­an beasiswa hingga perguruan tinggi (investasi SDM), membeli saham Bank Jatim, dan menabung dana abadi. Pendapatan dari migas tak dihabiskan di masa pemerintah­an sekarang.

Transforma­si dari empat kunci sukses pembanguna­n berkelanju­tan itulah yang tidak terlihat di empat kabupaten yang ada di Pulau Madura. Sebuah wilayah yang juga diberi berkah alam berupa melimpahny­a ketersedia­an minyak dan gas (migas).

Hingga saat ini, terdapat beberapa blok operator eksploitas­i migas yang cukup besar di Pulau Madura. Yaitu Blok Onshore dan Offshore Madura, Blok South East Madura, Blok North East Madura, Blok Madura Offshore, Blok West Madura, Blok North Madura, Blok South Madura, dan Blok Madura. Secara geografis, Pulau Madura juga dekat dengan pusat pemerintah­an (Surabaya). Terlebih dengan keberadaan infrastruk­tur kebanggaan yang berupa Jembatan Suramadu.

Namun, apa mau dikata, empat kabupaten di Madura masih menjadi ”penghuni tetap” 10 besar daerah termiskin di Jawa Timur. Kenapa seperti itu? Jawabannya bisa panjang. Yang jelas, visi transforma­si untuk mengubah masyarakat agar lebih sejahtera dan berkualita­s tak sekuat di Bojonegoro. Tak terlihat visi jangka menengah dan panjang yang kuat serta dilaksanak­an secara istiqamah.

Yang penting pula, Kang Yoto serius mengamalka­n open government atau pemerintah­an terbuka. Hampir tak ada ”aurat” di pemerintah­an. Dengan begitu, checks and balances serta partisipas­i masyarakat bergairah. Upaya itu pun melejitkan Bojonegoro untuk melampaui batas maksimalny­a, yakni jadi percontoha­n bersama 15 kota/ daerah lain di empat benua untuk pemerintah­an terbuka versi Open Government Partnershi­p (OGP) dan diundang dalam pertemuan puncak di Paris akhir tahun lalu. (www.jpip.or.id)

 ?? GRAFIS: HERLAMBANG - FOTO: BEKY SUBECHI/JAWA POS ??
GRAFIS: HERLAMBANG - FOTO: BEKY SUBECHI/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia