White Nights Bikin Kota Tak Tidur
SAINT PETERSBURG – Tak banyak kota di dunia yang mengalami pergantian nama hingga tiga kali dan kembali ke nama semula. Saint Petersburg, contohnya. Dari Saint Petersburg (1703– 1914), lalu Petrograd (1914–1924), kemudian Leningrad (1924– 1991), lantas kembali menjadi Saint Petersburg pada 1991.
Saint Petersburg yang dilewati Sungai Neva dan terletak di hulu Teluk Finlandia merupakan kota yang didirikan Tsar Peter The Great pada 1703. Pada periode 1732 hingga 1918, Saint Petersburg merupakan ibu kota Kekaisaran Rusia. Tapi, setelah Revolusi Bolshevik pada 1917, setahun kemudian, ibu kota dipindah ke Moskow.
Pemerintahan boleh berpindah ke Moskow. Tapi, Saint Petersburg tetap dikenang sebagai ibu kota budaya di Rusia. UNESCO pun telah menetapkan kota seluas 143.900 hektare tersebut sebagai salah satu kota dengan cagar budaya terbanyak. World Travel Awards 2016 juga menyatakan bahwa Saint Petersburg merupakan kota dengan destinasi kultural terbaik pada tahun lalu. ”Saint Petersburg adalah satu di anta- ra kota paling terkenal di dunia,” kata Presiden World Travel Awards Graham Cooke dalam situs resminya.
Kemarin (16/6) Jawa Pos berkesempatan mengunjungi beberapa tetenger Saint Petersburg di kawasan Nevskiy Avenue. Di antaranya, Church of Savior on Blood, The Hermitage Museum, Palace Bridge, wisata Sungai Neva, dan Palace Quay.
Kecuali pelajar dan mahasiswa yang gratis, biaya masuk ke The Hermitage mencapai RUB 600 atau sekitar Rp 120 ribu. Untuk masuk ke Gereja Savior on Blood, pengunjung dikenai tarif RUB 100 atau sekitar Rp 25 ribu.
Ada pemandu gratis yang siap membantu para turis untuk mengunjungi berbagai tempat tersebut. Dengan menaiki segway dan berkostum biru bertulisan ”ask me”, pemandu bisa ditanyai apa pun soal wisata kota.
Untuk lebih menyemarakkan Piala Konfederasi 2017, sebuah fan zone dibangun di belakang Church of Savior on Blood. Salah seorang volunteer Piala Konfederasi Valeriya Vetokhina memberikan informasi bahwa fan zone itu baru dibuka hari ini atau saat hari pertandingan. ”Di sini akan ada giant screen dan arena permainan ketangkasan. Banyak pula aktivitas lain untuk para suporter yang tidak kebagian tiket masuk ke stadion,” kata Valeriya.
Piala Konfederasi 2017 di Saint Petersburg juga berbarengan dengan periode White Nights. Yakni, masa saat matahari terbenam lebih lama. Saat itu pula, suasana malam masih terang. Biasanya fenomena tersebut dialami kotakota di bagian utara bumi atau yang mendekati kutub.
Durasi siang ketika White Nights bisa mencapai 19–20 jam. Alhasil, Saint Petersburg tak ubahnya kota yang tidak pernah tidur. Kawasan Nevsky Avenue biasanya menjadi tempat kongko warga. Sungai Neva juga sering dijadikan tempat untuk melihat terangkatnya jembatan. (*/ c23/ dns)