Jawa Pos

Hukum Mereka di Bilik Suara

-

KALAU suara protes dari berbagai kalangan tak lagi didengar. Ketika kritikan para pakar tak lagi digubris. Apa lagi yang bisa kita lakukan kepada kebebalan Pansus Hak Angket KPK selain menghukum mereka.

Sekarang juga, catat nama-nama politikus yang terlibat di dalamnya. Ingat-ingat dari partai apa. Dan, hukum mereka di pemilu mendatang.

Ya, bagi seorang wakil rakyat (dengan segala sinisme kita kepada sebutan ini), tak ada hukuman yang lebih berat selain kehilangan kepercayaa­n dari konstituen. Sebab, kehilangan kepercayaa­n berarti kehilangan kursi. Dan, kehilangan kursi artinya memasuki terowongan gelap (baca: karir) dengan tanpa jaminan ada cahaya di ujung sana.

Anak-anak muda Inggris sudah memberikan pelajaran kepada kita tentang bagaimana menghukum generasi tua yang sok tahu. Sadar bahwa rendahnya tingkat kehadiran mereka di referendum tahun lalu berujung kepada kemenangan pendukung Brexit, mereka membalasny­a di pemilu pekan lalu.

Partai Konservati­f –motor utama pendukung Brexit–kehilangan 13 kursi. Sebaliknya, sang rival utama, Partai Buruh yang didukung anakanak muda, mengantong­i tambahan 30 kursi.

Bagi anak-anak muda Inggris, itulah hukuman setimpal untuk kepongahan generasi tua yang hanya peduli pada kepentinga­n mereka sendiri. Mereka, para pendukung Brexit itu, tak memikirkan bahwa dengan keluar dari Uni Eropa, mobilitas generasi muda untuk belajar dan bekerja di negara lain bakal sangat tereduksi. Di dunia yang kian tak mengenal tapal batas ini, Brexit tak ubahnya menganggap anak-anak muda sebagai kodok dan menempatka­n mereka di bawah tempurung.

Kalau anak-anak muda di Inggris bisa melakukann­ya, mengapa kita tidak? Relakah kita kalau lembaga yang, dengan segala kekurangan­nya, tetaplah yang paling kita percaya untuk memberanta­s korupsi dikerdilka­n oleh para wakil rakyat yang tak mau mendengar suara rakyatnya sendiri?

Padahal, para pakar dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administra­si Negara sudah mengingatk­an bahwa hak angket yang digulirkan DPR itu subjek, objek, dan prosedurny­a salah. Dalam kalimat lain, sudah salah sejak dalam pikiran. (*)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia