Bank Bisa Kalah oleh E-Commerce
Pengenaan Biaya Top Up E-Money
JAKARTA – Bank Indonenesia (BI) akan memperbolehkan penarikan biaya transaksi ( fee) dari aktivitas isi ulang uang elektronik atau e-money. Rencana pernarikan fee tersebut berlaku untuk pengisian ulang ( top up) saldo uang elektronik berbasis kartu.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengungkapkan, pengenaan fee dari top up saldo kartu uang elektronik bisa menjadi salah satu sumber fee based income bagi bank. Namun, di sisi konsumen, jika jumlah fee- nya besar, tentu hal tersebut akan memberatkan. Selain itu, BI harus mempertimbangkan dengan matang batasan fee yang diperbolehkan.
Sebab, perbankan tengah bersaing ketat dalam bisnis uang elektronik. Bukan hanya dengan sesama bank, tapi juga dengan perusahaan financial technology ( fintech) dan e-commerce yang menyediakan layanan pembayaran nontunai. Layanan pembayaran nontunai dari fintech dan e-commerce sering tidak mengenakan fee kepada konsumen. Baik saat bertransaksi maupun ketika top up saldo.
Bahkan, banyak diskon seperti TokoCash milik Tokopedia ataupun Go-Pay besutan Go-Jek. ”Sudah saatnya bank memperhatikan perkembangan perusahaan fintech yang bakal menjadi pesaing berat, terutama dalam bidang TI. Ini tantangan serius bagi bank kini dan ke depan,” tuturnya.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, keuntungan dari bisnis uang elektronik itu sangat kecil. Sebab, esensi dari bisnis tersebut lebih banyak mengarah pada edukasi nontunai kepada konsumen. Jika ingin mengarah pada tujuan komersial, hal itu akan lebih baik bagi bank. (rin/c25/sof)