Jawa Pos

Bagi Ilmu dari Milan Junior Camp ke Kampung Halaman

Ketika bersekolah di SMA Seminari St Rafael, Kupang, Alfonsus Marianus Costa dropout karena sepak bola. Lalu, saat menjadi dosen di Universita­s Respati, Jogjakarta, dia kembali keluar dengan alasan yang sama. Kini dia mengabdi untuk sepak bola usia dini d

- ADITYA W. PRAHARA, Belu

ALASAN utama Alma –sapaan Alfonsus– bersekolah di SMA Seminari St Rafael, Kupang, lantaran pembinaan sepak bolanya bagus. ’’Betul itu. Di sini (NTT), kalau ingin belajar sepak bola bagus, kita harus masuk seminari. Ka- rena dropout, akhirnya saya melanjutka­n saja sekolah umum (SMA) sampai lulus,’’ kata pria asal Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, itu.

Ya, selain punya pembinaan sepak bola yang bagus, disiplin di sekolah itu sangat ketat. Suatu ketika dia bolos sekolah seminari untuk menonton pertanding­an sepak bola. Awalnya dia pikir sekali bolos akan ada toleransi. Namun, surat dropout benarbenar sampai rumahnya.

Setelah lulus SMA, Alma malah merindukan kehidupan di sekolah seminari. Dia pun memutuskan masuk ke Seminarium Berthinian­ium, Salatiga, selama dua tahun. Niat untuk menjadi pastur semakin kuat dengan melanjutka­n studi S-1 ke Fakultas Teologi Universita­s Sanata Dharma, Jogjakarta, pada 2005.

Selama mengejarka­n skripsi dia mempelajar­i bahasa Italia, Spanyol, dan Portugal. ’’Kurang lebih delapan bulan skripsi tidak saya sentuh. Karena saya bisa bahasa Latin, saya setiap hari nonton film Italia, Spanyol, dan Portugal. Siapa tahu bermanfaat,’’ imbuhnya.

Itu ternyata memang berguna. Melalui seorang kawan di seminari, dia di- minta untuk menjadi penerjemah bahasa Italia. Pada 2010 itu, klub Italia AC Milan akan mengadakan Milan Junior Camp di Bali. Melihat pekerjaan itu berkaitan dengan sepak bola, dia pun tertantang karena juga menjadi pengalaman baru bisa turut andil pada acara sepak bola anak-anak tersebut.

Pekerjaan itu pun membawa berkah lain untuk Alma. Dia langsung melanjutka­n studi magister hubungan internasio­nal di UGM. Cukup tiga semester, dia sudah mendapat gelar master. Lantas, dia mengajar di Universita­s Respati, Jogjakarta, untuk mata kuliah filsafat ilmu dan etika. Tidak sampai setahun menjadi dosen, dia berhenti.

Sebab, pada waktu yang bersamaan, dia masih menjadi penerjemah di Milan Junior Camp hingga 2015. Alma pun membulatka­n tekad untuk mempelajar­i pembinaan sepak bola anak. Dia juga mulai belajar bagaimana program sepak bola anak itu mulai dibentuk. Karena suatu alasan, Milan Junior Camp tahun itu merupakan yang terakhir diadakan di Indonesia.

Dengan bekal ilmu yang dia miliki, bersama teman-teman penghobi sepak bola, Alma membuat beberapa acara sepak bola anak-anak di berbagai kota dan pulau di Indonesia. ’’Mulai Aceh, Kalimantan, hingga Papua, kami buat itu. Kerja samanya dengan beberapa NGO juga. Kami ingin kampanye anti-alkohol dan narkoba melalui sepak bola,’’ ungkap penggemar AC Milan itu.

Dengan sering mengadakan acara sepak bola anak di berbagai kota di Indonesia, Alma mulai berpikir untuk memajukan sepak bola di provinsi kelahirann­ya: NTT. Di pengujung 2016, lagi-lagi sekolah seminari membantu Alma memuluskan niat tersebut.

Suatu kebetulan, di Kabupaten Belu (tetangga TTU) baru saja dibuka sekolah sepak bola (SSB) bernama Bintang Timur. Seorang kawan di seminari menawari Alma untuk menjadi direktur program. Alma pun dikenalkan dengan sang pemilik Fary Francis yang juga merupakan ketua Komisi V DPR. (*/c4/ham)

 ?? ADITYA W. PRAHARA/JAWA POS ?? PUTRA DAERAH: Alfonsus Marianus Costa kini mengabdi di SSB Bintang Timur, Atambua, NTT.
ADITYA W. PRAHARA/JAWA POS PUTRA DAERAH: Alfonsus Marianus Costa kini mengabdi di SSB Bintang Timur, Atambua, NTT.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia