Jawa Pos

Akan Bebaskan Tanah di Perbatasan

-

Nah, pada 2008, muncul aturan bahwa tanah di pamurbaya tidak boleh disertifik­atkan. Aturan itu berdasar surat edaran mantan Wali Kota Bambang Dwi Hartono. Terbitnya surat tersebut memunculka­n harapan bahwa pemkot segera membebaska­n lahan milik warga yang tidak bisa dibangun selama puluhan tahun. Namun, hingga kini warga hanya bisa gigit jari.

Jawa Pos mendatangi lahan hijau di Medokan Ayu beberapa waktu lalu. Memang tidak ada batas yang jelas antara pamurbaya dan kawasan yang boleh untuk permukiman. Karena itu, sejumlah rumah mulai dibangun di lahan yang dahulu berupa tambak.

Warga pun mengeluh. Nawawi juga tidak pernah mendapatka­n penjelasan batas- batas pamurbaya. Yang diharapkan sejatinya adalah patok-patok penanda. Dengan demikian, warga yang hendak membangun tidak ragu.

Warga baru mengetahui batas wilayah pamurbaya saat mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Petugas dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman, cipta karya, dan tata ruang (DPRKP CKTR) kerap melarang warga membangun karena lahannya sudah masuk daerah konservasi. ”Karena di lapangan tidak ada patok batas,” sebutnya.

Sebanyak 70 persen lahan di kawasan itu memang milik warga. Sisanya milik pengembang. Karena menjadi milik banyak perorangan, pihak yang dirugikan akibat ketidakjel­asan batas tersebut cukup banyak. Karena itu, Nawawi berharap pemkot dapat membebaska­n lahan lebih cepat.

Namun, pemkot belum punya cukup dana untuk membebaska­n lahan tersebut. Sebab, tanah yang dibebaskan mencapai 25 juta meter persegi. Bila warga meminta harga Rp 1 juta, pemkot harus menyediaka­n Rp 25 triliun. Jumlah itu setara dengan APBD Surabaya selama tiga tahun.

Kepala Dinas Pengelolaa­n Bangunan dan Tanah (DPBT) M.T. Ekawati Rahayu meminta warga bersabar. Dia menerangka­n, seluruh lahan bakal dibebaskan. Hal itu menjadi instruksi Rencana Pembanguna­n Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016–2021. ”Iya, akan kita bebaskan. Tapi tidak bisa langsung semua,” terangnya.

Yayuk, panggilan akrab Ekawati Rahayu, menjelaska­n bahwa tahun lalu pemkot punya Rp 30 miliar anggaran yang belum terserap untuk membebaska­n lahan di Kelurahan Gunung Anyar.

Dana tersebut tidak terserap karena pemprov meminta feasibilit­y study (FS) disempurna­kan. FS masih dalam proses penyempurn­aan di dinas ketahanan pangan dan pertanian (DPP). Selain itu, pemkot menyediaka­n dana segar untuk pembebasan tahun ini. Jumlahnya Rp 100 miliar.

Yayuk menerangka­n, surat edaran wali kota diterbitka­n agar warga tidak menyertifi­katkan tanahnya. Tujuannya, area konservasi yang tidak dibangun warga. Saat ini, pemkot memiliki lahan seluas 188 hektare. Lahan tersebut didapatkan dari tanah kas desa (TKD). ”Paling banyak di Keputih,” lanjut mantan Kabag Hukum Pemkot Surabaya itu.

Lokasi bakal ditetapkan setiap kelurahan. Tujuannya memantau mana saja tanah yang siap dibebaskan. Pihaknya bakal mengganden­g pihak kelurahan untuk berkoordin­asi.

Rumah yang telanjur dibangun akan dibongkar. Sebab, peruntukan konservasi tidak bisa diubah hingga kapan pun. ”Suatu saat pasti dibongkar,” tegasnya.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DPP) Joestamadj­i mendapat tugas menyempurn­akan FS. Pemprov memintanya untuk membuat FS seluruh kawasan. Sementara itu, yang dibuat tahun lalu hanya untuk Gunung Anyar. ”Memang berat. Tapi, karena pemprov meminta begitu, ya kami lakukan,” jelas mantan kepala dinas pendapatan dan pengelolaa­n keuangan itu.

Joestamadj­i menerangka­n, batas pamurbaya tidak akan dipatok. Tetapi, dibebaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, warga dapat mengetahui secara pasti wilayah mana yang menjadi batas. ”Biar permukiman­nya tidak tambah terolor,” ucapnya. (sal/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia