Taman pun Menyebar
SEBAGIAN warga Kota Delta tentu sudah tidak asing dengan nama-nama Abhirama, Abhirupa, Apkasi, Tanjung Puri, Dwarakerta, dan beberapa nama lain. Namanama itu bukan nama seorang tokoh, melainkan nama-nama taman yang tersebar di sejumlah tempat di Sidoarjo.
Taman Abhirama, misalnya, berada di Jalan Raya Ponti. Lalu, Taman Apkasi dan Dwarakerta menjadi pusat rekreasi dan edukasi lingkungan di wilayah kawasan Kecamatan Porong
Kemudian, Taman Abhirupa merupakan salah satu RTH di Kelurahan Krian.
Taman-taman dengan warna-warni bunga serta aneka macam tumbuhan itu pun kini telah menjadi ikon-ikon lingkungan di Sidoarjo. Setiap hari tempat tersebut dipastikan menjadi jujukan warga. Baik anak-anak maupun orang tua. Apalagi, saat weekend, tempat itu selalu riuh pengunjung.
Saat ini Sidoarjo mempunyai RTH seluas 300.291 meter persegi. Luas tersebut terbagi dalam RTH publik berupa 148.749 meter persegi taman. Sisanya, RTH itu berada di median, bahu jalan, jalur pedestrian, makam, serta vertical garden di lorong-lorong permukiman.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo M. Bahrul Amig menjelaskan, saat ini pihaknya memilih untuk mengoptimalkan yang sudah ada. Artinya, tahun ini belum ada rencana membangun taman atau RTH publik baru. Namun, pembangunan di bidang lingkungan dan penghijauan tidak lantas mandek. ’’Justru kami akan berusaha menggenjot optimalisasi 28 taman yang sudah ada dengan fasilitas edukasi sekaligus rekreasi lingkungan yang memadai,’’ ungkapnya.
Bahkan, Amig menargetkan RTH publik bisa memiliki pelayanan optimal seperti di Taman Abhirama. Setiap hari ada ratusan orang yang mengunjungi taman seluas 4,3 hektare tersebut. Belum lagi, kalau akhir pekan, jumlah pengunjung bisa mencapai ribuan orang. Yang menarik, taman itu menjadi tempat belajar anakanak taman kanak-kanak (TK) dan pendidikan anak usia dini (PAUD).
’’Masih banyak yang ngantre untuk mengadakan pembelajaran lingkungan di Taman Abhirama. Karena itu, untuk bidang pertamanan, kami terus mengevaluasi kebutuhan sarana apa lagi yang kurang,’’ terang Amig.
Tahun ini DLHK memilih mengoptimalkan RTH yang dibangun pada tahun lalu. Misalnya, memperbanyak sarana bermain. Lalu, fasilitas umum seperti gazebo, kamar mandi, dan musala. Bahkan, rencananya di Taman Abhirupa dibangun sentra PKL untuk memberdayakan para pelaku usaha kuliner. Mereka adalah penduduk dari kawasan Kelurahan Krian. ’’Di RTH Krian sama taman-taman di Porong itu jumlah pengunjungnya sudah meningkat pesat. Nah, masyarakat itulah yang harus diayomi,’’ kata pejabat 46 tahun tersebut.
Kasi Pertamanan DLHK Moch. Rochjadi Hafiluddin mengakui, ratarata jumlah kunjungan ke taman memang terus naik. Bahkan, di RTH Krian yang masih baru beroperasi, jumlah kunjungan mencapai 500 orang pada akhir pekan. Di Taman Apkasi dan Dwarakerta minimal ada 75 pengunjung per hari.
Selain perbaikan fasilitas di taman yang sudah ada, Amig akan berfokus pada akselerasi pembangunan RTH di setiap desa. Sebab, anak-anak mulai haus sarana belajar berkonsep atau berwawasan lingkungan. ’’Sekarang kami mulai meracuni desa-desa untuk punya RTH. Ini seperti di Sawohan, Wage, dan Siwalanpanji,’’ ujar Amig.
Kebijakan optimalisasi taman dan RTH itu juga bakal diterapkan pada bidang kebersihan. Yakni, pengolahan sampah yang terus dikebut agar target Sidoarjo bebas sampah pada 2018 bisa terealisasi. Saat ini Sidoarjo memiliki 88 TPST. Di antara jumlah tersebut, sudah ada tujuh yang digadang-gadang menjadi TPST dengan kapasitas reduksi sampah paling besar. Tetapi, memang belum semua dapat beroperasi secara optimal.
TPST Candi Pari dan Krian, misalnya. Saat ini tempat itu masih menunggu kelengkapan alat-alat pengolahan sampah seperti konveyor, cutter, dryer, boiler, hingga tungku pembakaran. ’’Hanggar sudah siap. Tahun ini kami lengkapi alat-alat sama kekuatan listriknya,’’ jelas Kabid Kebersihan DLHK Asrorudin.
TPST Banjarbendo paling optimal jika dibandingkan dengan yang lain. Meski demikian, masih ada kiriman residu ke tempat pembuangan akhir (TPA). TPST Banjarbendo setiap hari menerima 180 gerobak sampah atau dengan berat sekitar 70 ton. Setelah melalui pengolahan tersebut, 20 ton dikirimkan ke rumah kompos. ’’Rata-rata 8 ton jadi residu,’’ ungkap Asrorudin.
Dia berharap TPST lain mengejar kualitas operasionalnya seperti TPST Banjarbendo. ’’Itu yang perlu saranaprasarana selengkap-lengkapnya. Nah, tahun ini kami fokuskan ke masalah situ,’’ ujarnya. Asrorudin mengamini, lingkungan hijau dan bersih serta taman di mana-mana tentu menjadi harapan dan kebanggaan bersama. Semoga! (via/c14/hud)