Saban Tahun Temukan Bayi Positif Narkoba
SURABAYA – Fenomena bayi sakau seolah seperti rantai yang sulit terputus. Setiap tahun selalu ada temuan bayi yang terindikasi positif narkoba. Karena itu, diperlukan tindakan pencegahan agar tidak mengganggu tumbuh kembang mereka.
Bayi-bayi tersebut bisa muncul ketika sang ibu menggunakan narkoba sebelum dan saat hamil. Bahkan, pengaruh narkoba juga bisa membuat si buah hati mengalami ketergantungan.
Kondisi itu disampaikan Pembina Yayasan Our Right To Be Independent (Orbit) Surabaya Rudhy Wedhasmara. Dia menjelaskan, fenomena bayi sakau cukup lama jadi temuan. Terutama di komunitas pengguna narkoba. Setiap tahun selalu ada dan kami perkirakan banyak yang tidak terdata,’’ ujarnya kemarin (29/1)
Rudhy menambahkan bahwa kondisi bayi yang positif narkoba banyak ditemukan pada pasangan yang sama-sama mengonsumsi narkoba. Jika sudah begitu, bayi bisa dipastikan terkontaminasi narkoba dan mengalami kecanduan. Hal ini diperparah dengan minimnya pengetahuan ibu tentang bagaimana proses pengaruh narkoba bisa terjadi,’’ katanya.
Pengaruh tersebut bisa berasal dari pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif. Nah, ketika dalam waktu tertentu berhenti diberi asupan ASI, bayi akan mengalami gejala putus zat atau sakau. Gejalanya sama dengan yang dialami orang dewasa saat sakau. Bedanya, kalau bayi kan belum bisa bicara, bisanya cuma nangis terus, jadi agak sulit membedakannya,’’ papar ayah tiga anak tersebut.
Ketika disusui kembali, bayi akan tenang, bahkan bisa tidur pulas sampai berjam-jam. Padahal, hal itu sangat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhannya.
Karena itu, pihaknya getol mengedukasi para calon ibu. Bahkan, langkah tersebut dilakukan sejak ibu dinyatakan hamil. Sebab, tidak jarang ditemukan bayi lahir dalam keadaan sakau. Kami terus memantau agar ibunya berhenti menggunakan narkoba. Tujuannya agar anaknya tidak ikut terkontaminasi,’’ jelasnya.
Selain itu, ketika ada laporan, ibunya diminta untuk tidak memberikan ASI lagi. Meski dengan mengandalkan metabolisme tubuh bayi bisa melawan ketergantungan terhadap narkoba, tetap perlu penanganan khusus. Tujuannya, bayi tidak kesakitan ketika proses penyembuhan.
Kepala Pusat Rehabilitasi NAPZA RSAL dr Ramelan dr I Ketut Tirka Nandaka SpKJ menuturkan, penyebab lain yang mengakibatkan bayi positif narkoba adalah darah ibu yang masuk lewat pembuluh di tali pusar. Melalui plasenta, darah ibu akhirnya beredar di sistem peredaran darah bayi. Namun, hal ini berlaku untuk ibu yang kadar narkoba di dalam darahnya tinggi,’’ jelas Tirka.
Janin yang dalam pembuluh darahnya mengandung narkotika akan memengaruhi sel-sel otak ketika bekerja. Dari situ, bayi akan merasakan seperti yang dirasakan pengguna narkotika.
Kerja fisiologis dan otak bayi akan terpengaruh. Nah, jika tidak diberi narkotika, akan timbul sakau,’’ paparnya.
Ketika bayi dari ibu pengguna lahir, sebaiknya darah ibu diperiksa. Jika masih terdapat kandungan narkoba, Tirka tidak menyarankan untuk pemberian ASI.
Penanganannya, kata dia, harus disesuaikan dengan jenis narkoba yang ada di dalam darah bayi.
Harus dirujuk ke fasilitas kesehatan (faskes) yang mampu menangani detoksifikasi khusus untuk bayi,’’ ungkapnya. Nah, jika mengalami gangguan pernapasan dan kejang, bayi harus segera dibawa ke instalasi gawat darurat (IGD), kemudian diberi obat-obatan khusus. (aji/lyn/c15/git)