Badai Gurun di Gresik
Kerusakan jalan di kawasan Manyar-Betoyo, Gresik, sempat viral. Meme lucu bertebaran sebagai wujud kegeraman.
BERDIRI beberapa menit saja di pinggir Jalan Raya Manyar hingga Betoyo, Gresik, ini bisa membuat mata perih. Jalan peninggalan Herman Willem Daendels ini tak ubahnya sirkuit off-road. Sejauh pandangan mata, terlihat trek berwarna cokelat paduan pasir dan batu (sirtu)
Sudah tidak bisa dibedakan lagi mana jalan, mana tanah pinggir jalan (bahu jalan).
Sabtu siang (21/1), sang surya sedang bersinar garang di atas langit. Mulyono duduk tenang di atas truk Toyota Dyna merah yang dikemudikannya. Mesinnya mati. Pintu kanan terbuka sedikit. Kedua kakinya berjuntai di atas ban sebelah kanan.
Untuk melindungi diri dari debu, Mulyono memakai kain slayer yang menutupi hampir separo wajahnya. Di telinga kanan dan kirinya, tertempel headset putih. Entah apa musiknya. yang jelas, kepalanya bergoyang-goyang. Dari balik kacamata hitamnya, Mulyono mengamati wartawan koran ini yang sedang mengambil gambar di kejauhan.
’’ Fotoen kabeh, Mas, biar rame,’’ teriak Mulyono dari kejauhan. Jawa Pos pun berhenti sejenak dan menghampirinya. Truk Mulyono tak bergerak di tengah-tengah antrean kendaraan sekitar 500 meter ke barat dan entah berapa ratus meter ke timur. Sopir truk satu itu, tampaknya, sedang jengkel.
Mulyono sudah menunggu lebih dari dua jam di ruas jalan tersebut. Beberapa meter di depan ternyata ada pekerjaan pemolesan permukaan jalan dengan sirtu. Tinggal satu lajur yang berfungsi dengan sistem buka-tutup. Rupanya, kondisi macet, panas, dan berdebu sudah akrab dalam keseharian Mulyono. ’’Kalau cuma 2 atau 3 jam macet itu positip,’’ kata Mulyono. Dari atas truk, dia pun curhat soal kesehariannya melewati jalan rusak tersebut.
Jalan rusak itu terbentang sepanjang hampir 4 kilometer. Mulai kompleks Dascoland, 12 kilometer dari kota, sampai Jembatan Tanggok dekat SPBU AKR.
Kemarin-kemarin, ’’ hiasan utama’’ jalan ini adalah lubang dengan genangan air. Saking gemasnya, netizen membuat meme-meme lucu dengan gambar lubang-lubang air tersebut. Mulai munculnya buaya hingga tenggelamnya kapal Titanic. Pemkab Gresik berinisiatif menutupi jalan berlubang dengan sirtu. Ganti debu yang merajalela.
Dari kejauhan, terlihat kendaraan menerobos debu. Warnanya sedikit demi sedikit berubah terang. Kendaraan besar terhuyung ke kanan dan ke kiri. Suspensinya bekerja keras mengikuti kontur jalan. Kemudian, mereka melintas dan berlalu. Warnanya memudar dan menjadi cokelat, masuk kembali ke dalam pekatnya debu dan menghilang di kejauhan. Bak badai gurun.
Sementara itu, akan tampak pula wajah-wajah meringis pengendara sepeda motor yang lupa tidak membawa masker atau tutup syal. Yang tidak pakai helm menutupi wajah dengan tangannya.
Bagi pengendara, debu segera berlalu. Tapi, apes bagi masyarakat di pinggir jalan. Ali, pria 27 tahun, tampak beberapa kali menyiramkan air ke tengah jalan. Setelah satu-dua ember, dia kembali masuk ke warungnya. Mengambil kemoceng dan mengibas-ngibaskannya di meja dan kotak kaca yang berisi beberapa daging bebek dan ayam dagangannya. Ali bersama sang istri, Indah, mengontrak rumah di samping jalan raya tersebut untuk membuka usaha warung nasi bebek.
Bagi Ali, perang dengan debu berlangsung sepanjang hari. Kalau tidak, konsumen tidak akan mau makan di warungnya. Meski sudah ada kain penghalang, debu tetap saja menyerbu masuk. Jadi, ember dan kemoceng harus siap sewaktu-waktu. ’’Biasanya ada mobil yang nyiram, pelat merah,’’ kata Ali. Biasanya penyiraman dilakukan petugas antara pukul 09.00 hingga 10.00.
Kondisi jalan Manyar–Betoyo itu bahkan jauh lebih parah saat malam. Di beberapa titik, penerangan amat minim. Hanya terlihat siluet lampu kendaraan yang panjang lurus karena dihiasi debu. Kondisi macet membuat jarak pandang terbatas. Kalau tidak awas membedakan, pengendara bisa keluar dari ruas jalan dan terperosok ke pinggir. ’’ Tadi malam lampunya mati semua, ada perbaikan kabel,’’ kata Eko Budi, penjaga warung di sebuah tikungan sebelum pertigaan Betoyo.
Warung Eko berposisi di titik paling parah kerusakan tersebut. Di situ debu paling pekat. Warung Eko berada di sudut luar tikungan. Artinya, setiap kendaraan akan meliuk dan meniupkan debu ke warung tersebut. Apalagi, ada beberapa pengendara yang seenaknya memacu kecepatan tinggi. Menerbangkan bergulunggulung debu pekat ke udara. ’’Itu kalau difoto bagus, waktu ngebut,’’ ujar Eko sambil menunjuk truk yang baru saja lewat.
Sekitar 50 meter dari pertigaan Betoyo, tiga dump truck tengah parkir miring di pinggir jalan. Yayan Andika, Agus Setiawan, dan Gaguk Setiawan sedang sibuk. Mereka bertiga bergotong royong memperbaiki truk yang dikemudikan Agus. Bannya bocor. ’’Gara-gara jalan rusak ini, tadi kena kerikil di dekat AKR,’’ jelas Agus sambil memutar engkol.
Siang itu, Agus apes karena ban truknya bocor. Dia pun mengontak dua temannya sesama sopir. Yayan dan Gaguk. Mereka akhirnya datang untuk membantu. Ternyata jalan rusak itu bisa juga merusak roda truk yang berukuran besar. ’’ Ya bisa aja, kadang as rodanya patah, kadang bautnya mencelat, jalannya kan miringmiring,’’ jelas Agus.
Warga seperti mereka bertiga sudah lama merasakan susahnya melintas di jalan rusak tersebut. Mulai urusan roda sampai masalah keselamatan. Sambil menaikkan ban serep, Gaguk bercerita bahwa warga sering ngerasani bupati Gresik perihal jalan tersebut. Tapi, ternyata warga biasa sekelas Gaguk bisa mengerti posisi pemerintah terhadap jalan Manyar–Betoyo. ’’Mungkin jalannya bukan punya pemkab, mungkin punya provinsi,’’ tutur Gaguk.
Perbaikan selesai, mereka bertiga segera berangkat karena posisi truk lumayan membikin lalu lintas melambat. Beberapa truk berhenti total dan mematikan mesin. Sopirnya menyetel lagu dangdut pantura. Sebuah hiburan di tengah kondisi yang menjemukan. Kemacetan terjadi lagi karena ada ruas yang dipoles dekat pertigaan Betoyo.
Sementara itu, Mulyono dan truknya masih tak bergerak. Kepala pria asal Tuban itu bergoyanggoyang sepanjang wawancara. Menurut dia, perbaikan jalan yang dilakukan pemerintah selama ini bagus. Tapi, kurang bagus. Harus ditingkatkan lagi. Terutama kekuatan jalannya.
Mungkin solusi terbaik untuk jalan Manyar–Betoyo yang kerap dilewati truk besar hanyalah pengerasan dengan beton. Meski, biayanya besar. ’’ Lho, ndak papa toh, kan negara kita negara kaya,’’ seru Mulyono berapi-api.
Jawa Pos menghentikan wawancara karena ruas jalan di depan truk Mulyono sudah kosong. Kendaraan di depannya sudah merambat agak jauh. Mulyono tersentak kaget. Dia segera mencopot headset dan memasukkan kakinya ke bawah kursi. Mesin dinyalakan dan Toyota Dyna merambat masuk ke badai debu di depan.
’’Suwun, Mas,’’ seru Mulyono dari kejauhan. (Taufiqurrahman/c7/dos)