Sarjana Menganggur Bikin Miris
Jumlahnya Semakin Banyak dalam Tiga Tahun Terakhir
JAKARTA – Pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang mendapatkan pekerjaan yang baik. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka sarjana yang menganggur semakin tinggi. Parahnya, itu terjadi dalam tiga tahun terakhir secara terus-menerus.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal merisaukan kondisi tersebut. Meski angka pengangguran tingkat sarjana lebih kecil daripada penganggur lulusan SD, SMP, dan SMA, kenaikan itu tak bisa dimungkiri. Pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikannya.
”Rasio Gini (kesenjangan ekonomi, Red) di kota megapolitan seperti Jakarta pun lebih tinggi daripada rasio nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesempatan kerja untuk membangun ekonomi di Jakarta juga semakin tipis,” jelasnya di Jakarta kemarin (29/1).
Menurut data BPS, catatan terakhir pada Februari 2016 menunjukkan bahwa sarjana penganggur mencapai 695 ribu jiwa. Itu meningkat 20 persen dibanding catatan Februari 2015.
Said menegaskan, pemerintah harus segera melakukan langkah konkret untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Langkah tersebut akan sulit ditemukan karena sudah terjadi oversuplai beberapa industri. ”Mengundang investasi industri di mana tenaganya tersedia bukan satu-satunya jawaban. Kadang industri itu juga akhirnya tidak menarik bagi investor,” ungkapnya.
Pemerintah, lanjut Said, juga harus punya program kerja untuk memberikan keterampilan baru bagi tenaga kerja yang sudah ada. Apalagi jika mereka sudah punya dasar kompetensi, tinggal diberi keterampilan baru. Mereka bisa dilatih lagi untuk mendapatkan keterampilan sesuai dengan industri yang sedang naik daun atau berpotensi naik pada beberapa tahun mendatang.
Keterampilan yang diberikan itu juga bisa meningkatkan daya saing pekerja Indonesia melawan tenaga kerja asing (TKA). Tidak bisa dimungkiri, keputusan bebas visa menjadi pintu masuk bagi tenaga kerja ilegal.
”Pemerintah harus sensitif terhadap apa yang bisa cocok dengan kompetensi dan potensi ekonomi Indonesia. Dengan begitu, penyerapan tenaga kerja bisa benarbenar efisien,” tegasnya.
Sebelumnya Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan, terdapat beberapa sektor yang oversuplai sampai 2019. Antara lain sektor konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor informasi.
Hanif mencontohkan, produksi pekerja profesi di industri cukup besar dan belum terserap. Misalnya tenaga pembuat roti/kue yang mencapai 109.866 orang per tahun. Atau tukang las yang mencapai 19.396 orang per tahun. ”Dari sektor konstruksi, produksi tukang batu dan pasang ubin sebesar 73.378 orang per tahun. Sedangkan tenaga bangunan mencapai 17.595 orang per tahun,” paparnya. (bil/c9/ang)