Bikin Robot Barista dalam Tiga Hari
Sejak kelas I, Febrian menunjukkan ketertarikan dengan elektronika. Begitu masuk MTsN Sidoarjo, dia akhirnya menemukan habitatnya. Yakni, ekstrakurikuler robotika. Febrian Maulana Septian, Siswa MTsN Sidoarjo Pencinta Robotika
DENGAN nada suara sopan, Sabtu siang (17/12) Febrian meminta izin kepada seorang guru yang sedang menyantap makan siang di ruang guru untuk masuk ke ruang bimbingan konseling (BK). Begitu mendapat ’’lampu hijau’’, dia langsung berjalan menuju ruang yang berada tepat di sebelah ruang guru tersebut. Saat masuk, remaja 14 tahun itu langsung menuju deretan rak buku. Dengan sedikit membungkuk, dia mengambil sebuah robot dan me- letakkannya di atas meja. ’’Aduh! Kotor. Lama nggak aku rawat, belum sempat dibawa pulang,’’ kata Febrian.
Itulah robot kopi karya Febrian yang pernah dipamerkannya di acara Sidoarjo Education Expo (Siedex) 2016 pada Oktober lalu. Fondasi kayu, rangkaian mesin, motor penggerak, dan kotak pengontrol di bagian atas membikin robot tersebut ’’antep’’. Beratnya sekitar 7 kilogram.
Bukan hanya robot kopi, dalam ruang BK itu tersimpan pula robot kapal amfibi. Bila robot kopi adalah karya pribadi Febrian, robot kapal amfibi tersebut merupakan karya Febrian bersama tim. Prestasi membanggakan telah diraih robot kapal amfibi tersebut. Mereka menjadi juara harapan II dalam Expo Amfibi tingkat nasional yang diselenggarakan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tahun ini.
Kapal amfibi itu bisa dioperasikan untuk memindahkan barang. Yang menarik, kapal tersebut terbuat dari satu tepak makanan. Kemenangan itu benar-benar memberikan pelajaran berharga buat Febrian. ’’Kalau ikut lomba seperti itu, ya robotnya harus rancangan sendiri. Kalau nggak, kayak peserta lainnya itu. Robotnya rusak, nggak bisa benerin,’’ tutur penggila musik dangdut tersebut.
Febrian lantas bercerita soal robot kopi karyanya yang biasa disebut robot barista. Ketika ide itu tercetus, pembina ekstrakurikuler robotika di sekolahnya, Erik Setiawan, sangat mendukung. ’’Di Jepang, ada orang bikin robot pengaduk nasi goreng saja bisa juara lomba robotika,’’ ujarnya, lantas terkekeh.
Untuk merealisasikan idenya tersebut, Febrian mulai berburu bahan-bahan
Mulai paralon, kayu, kaleng rokok, compact disc (CD), sampai motor penggerak mesin yang akan mengaduk kopi. Selain motor penggerak dan kabel, hampir semua komponen yang lain berasal dari barang-barang bekas. Hebatnya lagi, dia mendesain dan menyiapkan robot itu hanya dalam waktu tiga hari sebelum dimulainya Siedex.
Febrian kemudian menjelaskan secara detail fungsi setiap bagian robot barista. Untuk bagian konveyor, Febrian menempatkan enam kaleng rokok hasil meminta dari warung depan rumahnya di Jalan Krembangan, Desa Kemiri, Kecamatan Buduran. Bagian itu difungsikan sebagai alas berjalan gelas kopi.
’’Onderdil di bagian mesin ini lumayan sulit ditemukan. Gearbox- nya harus cari yang ukurannya pas,’’ terang Febrian. Menurut dia, supaya sendok pengaduk bisa kuat berputar, mesin yang digunakan haruslah berkekuatan 500 revolutions per minute (RPM). Dia juga meletakkan kepingan CD di ujung-ujung paralon konveyor agar roda bisa berjalan sempurna. Fungsinya adalah menambah daya kekuatan motor penggerak.
Febrian mencoba menyalakan robot tersebut. Perlahan, gelas pun berjalan. Dari bagian berbentuk corong dan berbahan aluminium lantas berjatuhan serbuk kopi. ’’Nah, ini juga bagian yang harus steril,’’ tegasnya. Setelah itu, gelas kembali bergeser ke bagian corong bertulisan gula. ’’Awalnya, corong ini bermasalah. Gulanya mengucur terus. Jadi, aku buatkan katup penutup otomatis,’’ terangnya.
Di bagian akhir, terdapat lubang kecil tempat air panas mengalir. Air itu berasal dari teko yang dicantolkan di bagian kayu fondasi robot dan diberi alat penghantar panas untuk mendidihkannya. Robot bikinan Febrian benar-benar seperti barista otomatis, berfungsi menyeduh kopi. Pantas saja, robot ciptaannya itu menuai pujian dari Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Sidoarjo M. Bahrul Amig serta Kabid Pengembangan Dinas Pendidikan (Dispendik) Sidoarjo Sri Sutarsi.
Sejak masih duduk di kelas I SDN Kemiri, Febrian memang sangat suka dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan listrik. Sampai-sampai, saat berusia 7 tahun, putra sulung pasangan Harsono dan Nina Dewi Sugiarti itu pernah mencoba menyetrumkan jari-jarinya ke aliran listrik rumahnya. Sontak, dia langsung berteriak kesakitan kala itu. ’’Penasaran bagaimana rasanya,’’ ucapnya mengenang keisengannya itu, lalu tertawa lepas.
Saat kelas II SD, Febrian mulai belajar menyalakan lampu light emitting diode (LED) dengan kekuatan kabel-kabel charger telepon seluler. ’’Aku cobacoba saja. Pasang, lepas, pasang lagi, lepas lagi sampai cocok dan nyala,’’ jelas Febrian. Salah satu lampu LED di ruang tamu rumahnya yang bisa menyala terang merupakan hasil modifikasi Febrian. Semua tekniknya itu awalnya dipelajari Febrian secara otodidak. Hanya bermodal penasaran dan nggak takut kesetrum atau meledak.
Naik kelas III SD, Febrian makin piawai membuka tutup beberapa alat elektronik. Bahkan, dia bisa memutar baut di sudut-sudut sebuah remote hanya dengan kukunya dengan alur baut mikro yang mengikat alat berwarna hitam tersebut. Bakat Febrian makin terarah saat bergabung dalam ekstrakurikuler robotika MTsN Sidoarjo sejak awal masuk jenjang sekolah menengah.
Kemahiran Febrian mengutak-atik alat elektronik juga bisa bermanfaat untuk membantu ayahnya mereparasi sistem audio mobil modifikasi. ’’Aku suka banget bongkarin power amplifier sound. Kadang aku setel middle, vokal, atau malah subwover ( bas, Red),’’ kata Febrian. Para tetangganya juga sering minta servis peranti rumah tangga. Mulai blender, kipas angin, sampai salon pengeras suara.
’’Sudah bisa. Soalnya, biasanya yang rusak ya itu-itu saja. Kalau nggak kapasitor, ya lilitannya,’’ ujar Febrian. Dia tidak pernah meminta bayaran buat jasanya membenahi peralatan rumah tangga tersebut. Namun, jika ada yang memberi, dia akan menerima dengan senang hati. ’’Lumayan buat tambah-tambah uang jajan,’’ ucapnya, lantas terkekeh.