Bantu Anak Hasilkan Emosi Positif
Ajak Berkegiatan Produktif
SURABAYA – Emosi memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Kegiatan yang produktif dan tepat dapat membentuk emosi yang baik. Peran penting orang tua dibutuhkan dalam pembentukan karakter anak.
Psikolog Ristriarie Kusumaningrum MPsi mengajak orang tua lebih peduli terhadap tumbuh kembang anak. Caranya, ayah dan bunda mengenali karakter diri anak. Setiap anak memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Pengenalan karakter menciptakan perkembangan anak secara optimal. ”Emosi itu seperti apa? Emosi banyak jenisnya. Tidak selalu emosi itu marah,” ujar perempuan yang akrab disapa Arie tersebut.
Emosi dapat dibagi menjadi dua jenis. Ada yang positif seperti ungkapan senang dan semangat. Lalu, ada pula yang negatif seper- ti suka marah dan tidak percaya diri. Orang tua dapat mengenali emosi anak apabila kedekatan hubungan memang terjalin kuat.
Kalau emosi anak belum stabil, orang tua dapat mencari penyebabnya. Dengan begitu, orang tua dapat lebih mudah mengubah emosi anak menjadi positif. ”Kondisi emosi anak berkaitan dengan pola asuh dan lingkungan anak,” ungkap alumnus Psikologi Universitas Indonesia tersebut dalam event Parents Gathering DBL Academy bersama Ultra Milk di Semanggi Room, Graha Pena, kemarin (5/11).
Beberapa faktor memicu pembentukan emosi anak tidak optimal. Antara lain, pola asuh orang tua yang kurang, orang tua cuek atau abai, orang tua terlalu memegang kendali, pengelolaan emosi rendah, dan lingkungan yang kurang mendukung. Selain itu, pergau- lan bebas serta anak tidak memiliki keterampilan positif juga berpengaruh. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi otak, sistem saraf, dan amigdala. Psikolog anak dan remaja tersebut menambahkan, emosi anak muncul sejak bayi. Semakin awal orang tua turun tangan, semakin cepat pula emosi positif anak terbentuk. Pada tahapan awal, rasa nyaman dapat menciptakan rasa percaya diri anak terhadap lingkungan luar rumah. Setelah berhasil, ayah dan bunda bisa mencari tahu sejauh mana kemampuan anak.
Dia menerangkan, kunci kesuksesan seseorang dipengaruhi dari pengelolaan emosi. ’’Sebanyak 80 persen itu dari EQ ( emotional quotient), sisanya 20 persen dipengaruhi dari IQ ( intelligence quotient) atau kecerdasan anak,” kata perempuan yang berdomisili di Jakarta tersebut.
Tingkat EQ, lanjut dia, berkaitan erat dengan empati anak terhadap lingkungan. Ada dua jenisnya, reaktif dan proaktif. ”Yang baik adalah yang proaktif,” jelasnya. Arie memberikan contoh kasus, saat anak ditabrak oleh temannya. Saat empati proaktif sudah terbentuk, anak akan berpikir ulang untuk melakukan balas dendam. ’’Baik nggak ya, dia akan berpikir secara detail,” paparnya.
Selain itu, anak dengan empati kuat memiliki beberapa ciri sifat. Antara lain, selalu fokus mengerjakan pada satu titik, dapat menempatkan diri di posisi orang lain, serta menerima maupun mendengarkan kritik dan saran dari orang lain. Orang tua bisa membantu dengan mengarahkan anak ke dalam kegiatan produktif. Misalnya, olahraga dan bermain musik. (bri/c17/nda)