Ingin Utusan Golongan Berdiri Sendiri
JAKARTA – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merespons positif wacana pemunculan kembali utusan golongan sebagai kamar kesekian dalam sistem perwakilan di parlemen. Meski demikian, salah satu ormas Islam berpengaruh di Indonesia itu lebih sreg jika nanti utusan golongan bukan bagian dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Sebagaimana yang berkembang belakangan ini, wacana utusan golongan muncul seiring dengan wacana penguatan kewenangan DPD. Itu salah satu isu mainstream dalam agenda aman- demen ke-5 UUD 1945. ”Terkait masuknya utusan golongan di DPD, masih perlu dikaji secara mendalam,” tutur Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti saat dihubungi kemarin (4/9).
Dia lalu membeberkan realitas posisi dan kedudukan DPD yang terkesan tidak maksimal. Bahkan, seakan menjadi subordinat DPR.
Karena hal itu, lanjut dia, posisi utusan golongan akan lebih kuat kalau menjadi semacam fraksi tersendiri. Atau, tidak berada di bawah DPD. ”DPD itu masih seperti pepatah Arab, wujuduhu ka ’adamihi, keberadaannya sama dengan ketidakberadaannya,” tegasnya.
Dengan menjadi semacam fraksi tersendiri, komposisi MPR otomatis akan berubah. Yaitu, terdiri atas DPR, DPD, dan utusan golongan. ”Persyaratan dan mekanisme penetapan utusan golongan nanti bisa diatur dengan undangundang,” kata Mu’ti.
Dia menambahkan, sejak jauh-jauh hari Muhammadiyah mengusulkan untuk dilakukan amandemen terbatas UUD 1945. Salah satunya pasal yang mengatur komposisi MPR. (dyn/c6/agm)