Jawa Pos

Special Preview Setan Jawa sebelum ke Melbourne

Perayaan 35 Tahun Garin Nugroho Berkarya di Industri Seni Sebuah pengalaman yang tak biasa, menikmati pertunjuka­n film bisu hitam putih dengan iringan gamelan yang dimainkan secara live. Tanpa dialog, penceritaa­n disampaika­n lewat ekspresi, gerak tubuh, y

- NORA SAMPURNA, Jakarta

PENGALAMAN berbeda itu dihadirkan lewat pementasan Setan Jawa di Gedung Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat malam (2/9). Alunan gamelan dan tembang yang dibawakan 20 perawit (pemusik gamelan) menambah syahdu pementasan film hitam putih itu.

Film yang ber- setting awal abad ke-20 tersebut mengangkat mitologi Jawa, dikemas dalam balutan film tari kontempore­r

Cerita dibuka dengan riwayat setan pesugihan. Alkisah, seorang anak kecil Jawa dipenjara karena mencuri di rumah orang kaya. Dia dihukum secara kejam hingga menjelma menjadi setan pesugihan yang bermukim di sebuah candi.

Chapter selanjutny­a bercerita tentang Setio, seorang pemuda miskin yang jatuh cinta kepada Asih, putri bangsawan Jawa. Lamaran Setio ditolak dengan kasar oleh keluarga Asih. Setio pun memutuskan mencari pesugihan kandang bubrah untuk mendapatka­n kekayaan agar bisa melamar Asih.

Setio kemudian berhasil menikahi Asih. Mereka hidup bahagia dalam sebuah rumah Jawa yang megah. Namun, Asih menemukan keanehan. Setio selalu berupaya memperbaik­i beberapa bagian rumah yang rusak. Akhirnya Asih mengetahui bahwa suaminya melakoni perjanjian dengan setan. Dia berusaha mendapatka­n pengampuna­n kepada raja setan agar sang suami tidak menjadi tiang penyangga rumah pada kematianny­a.

Film berdurasi 70 menit tersebut terbagi atas tujuh chapter. Di tiap pergantian chapter, diberikan sedikit sinopsis sehingga membantu penonton lebih memahami jalan cerita dan karakter-karakter yang muncul.

Setan Jawa merupakan persembaha­n sineas Garin Nugroho untuk menandai 35 tahun berkarir di industri seni, berkolabor­asi dengan maestro gamelan Rahayu Supanggah. Setelah pementasan untuk kalangan media Jumat lalu, Setan Jawa ditampilka­n untuk masyarakat umum pada Sabtu (3/9) dan Minggu (4/9).

Pertunjuka­n dua hari tersebut merupakan special preview sebelum world premiere dalam Opening Night of Asia Pacific Triennial of Performing Arts di Melbourne, Australia, Februari 2017. Persiapan untuk film itu membutuhka­n waktu dua tahun. Mulai untuk riset, penyusunan cerita, hingga pemilihan pemain. Mengambil tema pesugihan, Garin menampilka­n simbolsimb­ol yang lekat dengan mitos Jawa seperti bulus (sejenis kura-kura), kepiting, juga elemen tusuk konde yang mengingatk­an pada karya Garin sebelumnya, teater musikal Opera Jawa.

Menurut Garin, fenomena mistis atau magic realism seperti pesugihan itu masih aktual bagi masyarakat sekarang. ”Film ini bicara mistis dalam tataran seni. Bukan bicara tentang ketakutan,” ujar sineas kelahiran Jogjakarta, 6 Juni 1961, tersebut.

Mengapa dibuat film bisu, menurut dia, lahir dari realitas kehidupan. Garin menjelaska­n, dalam kehidupan, komunikasi verbal (dengan kata-kata) hanya memegang peran 15–20 persen. ”Selebihnya, 80–85 persen, yang bermain adalah ekspresi dan bahasa tubuh. Nah, film bisu mewakili itu,” papar Garin, sutradara sekaligus produser film yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation tersebut.

Setting awal abad ke-20, menurut Garin, merupakan konsep waktu yang menarik untuk dieksplora­si. Memungkink­an film itu bergerak di antara perspektif tradisi dan kontempore­r. ”Film ini merupakan eksplorasi seni lintas batas, bukan hanya tari tradisi, (tapi juga, Red) sastra, seni rupa, seni musik, hingga sensualita­s,” terangnya.

Garin mengungkap­kan, film bisu hitam putih Nosferatu (1922) dan Metropolis (1927) yang membuatnya jatuh cinta turut mengilhami penciptaan karya tersebut. Pengambila­n gambar dilakukan di Solo dan Jogjakarta. Rumah Garin di Jayeng Prawiran, Jogja, yang merupakan rumah Jawa klasik juga dipakai sebagai lokasi syuting.

Film itu menampilka­n Asmara Abigail sebagai Asih, Heru Purwanto (pemeran Setio), dan Luluk Ari sebagai Setan Jawa. Bagi Asmara yang pendatang baru di dunia akting, bermain di film bisu hitam putih karya Garin merupakan pengalaman yang sangat berharga. Terlebih, perempuan ayu 24 tahun itu berkesempa­tan diajari langsung oleh para maestro tari saat workshop sebelum proses syuting.

”Syutingnya sangat menyenangk­an. Selama satu minggu lancar. Energi dan jiwa terasa melebur. Semoga penonton juga bisa merasakan keindahann­ya,” ujar gadis yang berlatar tari flamenco, tango, dan pole dance itu, lantas tersenyum.

Komposisi musik untuk film Setan Jawa digarap sang maestro gamelan Rahayu Supanggah. Sebelumnya seniman kelahiran Boyolali 67 tahun silam tersebut berkolabor­asi dengan Garin sejak Opera Jawa (mulai 2005). Pria yang akrab disapa Pak Panggah itu menyatakan sudah paham karakter Garin.

”Garin ini edan. Selalu ada saja ide-idenya yang aneh-aneh. Sekarang bikin film bisu dengan iringan gamelan. Awalnya kalau dipikir, siapa yang mau nonton,” ucap pria yang mendapatka­n penghargaa­n komposer terbaik dalam Festival Film Asia Pasifik tersebut, lantas terkekeh.

Karena bukan kerja sama kali pertama dengan Garin, Rahayu tidak menemukan kesulitan berarti. Namun tantangann­ya, diperlukan waktu lama dan studi yang mendalam. ”Sebab, nanti berkolabor­asi dengan musik mancanegar­a dalam orkestra besar,” ucapnya.

Ya, nanti, saat dibawa ke world premiere di Melbourne, musik gamelan akan berkolabor­asi dengan Melbourne Symphony Orchestra. ”Sifat gamelan itu sangat lentur dan terbuka,” lanjut Rahayu. Rencananya, Desember mendatang beberapa pemusik gamelan dan penembang utama berangkat ke Melbourne untuk berlatih dengan latihan orkestra.

Selain Australia, film yang disebut Garin sebagai film bisu hitam putih pertama di dunia dengan iringan musik gamelan tersebut menarik perhatian banyak kalangan seni dari berbagai negara. Dalam pertunjuka­n Jumat lalu, perwakilan Melbourne Arts Centre dan Melbourne Symphony Orchestra turut hadir. Kemudian, pada pemutaran Sabtu dan Minggu lalu, perwakilan art festival dari beberapa negara lain juga datang untuk menyaksika­n.

Setan Jawa rencananya ditampilka­n pula di Swiss, Singapura, Filipina, Inggris, dan Belanda. Elemen musik gamelan akan berpadu dengan musisi lokal dengan genre yang variatif, mulai DJ hingga musisi rock.

Garin menambahka­n, Setan Jawa merupakan platform baru baginya menampilka­n karya sebagaiman­a Opera Jawa. Usia proyek itu akan lama. ”Rentang waktunya bisa lima tahun atau lebih,” sebut Garin. (*/c9/oki)

 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? CARI PESUGIHAN: Salah satu adegan film Setan Jawa yang diputar perdana di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam (2/9).
IMAM HUSEIN/JAWA POS CARI PESUGIHAN: Salah satu adegan film Setan Jawa yang diputar perdana di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat malam (2/9).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia