Pergi Haji Berujung Penjara
CJH Ilegal Lewat Filipina Dipulangkan
JAKARTA – Setelah dua pekan tertahan di Filipina, warga negara Indonesia yang menjadi calon jamaah haji (CJH) ilegal melalui Filipina akhirnya dipulangkan. Kemarin (4/9) 168 orang tiba di tanah air. Sembilan WNI lainnya masih berada di Filipina untuk terus menjalani pemeriksaan.
”Mereka (sembilan WNI, Red) adalah pahlawan. Karena tanpa pengorbanan mereka, yang lain juga bakal lebih lama,” kata Duta Besar RI untuk Filipina Johny Lumintang kemarin (4/9)
Mereka dipulangkan dengan pesawat carter. Sebanyak 110 diserahterimakan kepada pemerintah daerah di Bandara Hasanuddin, Makassar. Mereka terdiri atas 94 warga Sulawesi Selatan, 1 warga Sulawesi Barat, dan 15 warga Kalimantan Timur.
Sisanya, 58 orang, diserahterimakan di Bandara Soekarno-Hatta. Sebanyak 12 di antara mereka melanjutkan penerbangan ke Bandara Juanda. Mereka berasal dari Sidoarjo dan Pasuruan.
Johny menyampaikan kronologi kasus haji tersebut. Menurut dia, KBRI tahu kasus itu karena salah seorang WNI korban yang ditangkap menghubungi KBRI pada 20 Agustus. Esoknya dia secara pribadi mengunjungi sel tahanan imigrasi yang menahan mereka.
’’Sangat tidak manusiawi, 15 orang dijejalkan di sel yang kecil. Saya langsung minta mereka dipindahkan ke KBRI karena mereka bukan kriminal,’’ ujarnya.
Permintaan tersebut pun mengalami hambatan administrasi. Kamis (25/8) baru 138 WNI yang berhasil dipindahkan. Sedangkan 39 lainnya masih ditahan karena data paspor yang berbeda.
Pemulangan mereka pun sulit karena sampai saat ini paspor Indonesia mereka tak ada. Yang dipegang mereka adalah paspor asli tapi palsu Filipina yang rencananya digunakan untuk berangkat haji. ’’Paspor Indonesia mereka sepertinya dibawa sindikat penyalur, dan mereka belum ditemukan. Karena itu, kami menerbitkan SPLP (surat perjalanan laksana paspor, Red),’’ jelasnya.
Sebelumnya, media sebenarnya berhasil menghubungi salah seorang WNI yang tertinggal di Manila lewat keluarga yang tinggal di sana. Anton Kapriatna, 28, merupakan jamaah yang harus rela ditinggal jamaah lain, termasuk sang istri, untuk menjadi saksi.
”Saya harus tetap tinggal di sini karena bisa berbahasa Inggris dan perlu ada perwakilan untuk menjadi saksi,” terangnya saat melakukan video call dengan awak media.
Anton merupakan salah seorang jamaah asal Parung Panjang, Bogor, yang berangkat dengan sang istri Evi Yulianti, 26, pada Agustus lalu. Dia mengatakan mengenal seseorang asal Jambi yang mengaku berhasil berangkat haji dari Filipina sebelumnya. Namun, untuk membayar biaya Rp 135 juta per orang, dia pun harus meminjam sejumlah uang ke keluarga.
Dari Bandara Juanda, isak tangis langsung pecah ketika calon haji ilegal itu bertemu keluarga. Gubernur Jatim Soekarwo terlihat mendampingi mereka. Pejabat yang akrab disapa Pak Dhe itu memang menjemput ke Jakarta. Di sana semua jamaah diserahterimakan ke pemerintah daerah masing-masing.
Dua jamaah ilegal asal Sidoarjo, Atmadji dan Sukamti, dijemput anaknya, Rizki Mulyo Wirawan. Sukamti cukup lama mendekap anak keduanya itu sambil berlinang air mata. ”Ibu gak apaapa kan?” kata Rizki.
Tidak banyak cerita yang keluar dari mulut Atmadji. Dia mengaku tidak tahu-menahu prosedur keberangkatan haji yang ternyata menyalahi aturan. Bahkan hingga membawanya pada pengalaman di penjara selama delapan hari di Filipina.
”Saya sama sekali tidak tahu. Saya niatnya hanya naik haji, berangkat ke Makkah,” ucapnya
Pria pensiunan pegawai pajak itu mengatakan telah mendaftar haji melalui KBIH Arafah pada akhir Desember. Saat itu dia mendapat tawaran untuk beribadah haji tanpa menunggu antrean. Lantaran keinginan naik haji begitu besar, dia pun menerima tawaran tersebut dengan membayar USD 11.000 atau Rp 145 juta per orang. ”Saya tidak tahu kalau sampai seperti ini. Tanya saja ke agen agar lebih jelasnya,” ujarnya.
Kepala Kemenag Sidoarjo Achmad Rofi’i mengatakan, Atmadji dan Sukamti tidak pernah menyangka niat beribadah haji berujung pada penjara di Filipina. Bahkan, seluruh CJH lainnya tidak pernah tahu alasan dipenjara oleh otoritas Filipina. Bahkan, mereka digabungkan dengan penghuni penjara lainnya. Selama dua hari sebelum keberangkatan ke KBRI Filipina, mereka mendapatkan bantuan makan dari Solidaritas Muslim Manila. ”Dia bilang saya ini pergi haji kok terdampar di penjara,” katanya.
Saat ini kasus pemberangkatan CJH ilegal dari KBIH Arafah masih diproses Inspektorat Kemenag pusat dan kepolisian. Selama proses tersebut berlangsung, KBIH Arafah tidak boleh melakukan aktivitas sesuai dengan izin yang berlaku. ”Karena saat ini masih menunggu keputusan definitif. Apakah KBIH Arafah masih bisa berjalan atau dicabut izinnya,” ujarnya.
Bukan hanya sembilan CJH yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk segera dipulangkan. Sebab, 1.000 WNI terdeteksi sudah berangkat haji melalui Filipina. Hal tersebut diakui Bunyan Saptomo, pejabat fungsional Kemenlu, kepada Fajar ( Jawa Pos Group).
Menurut dia, para jamaah yang berhaji lewat Filipina tentu ketika kembali akan tiba Filipina juga. Kemenlu dan Dubes RI sudah melobi pemerintah Filipina agar mempercepat proses pada saat pemulangan. ”Kami berharap tidak diinterogasi lama seperti para WNI yang tertahan ini,” kata Bunyan kepada Fajar.
Bunyan menekankan, travel ilegal yang menipu jamaah calon haji harus ditindak tegas. Mereka membodohi warga Indonesia serta mempermainkan hukum.
”Kita juga berharap masyarakat tidak gampang percaya. Pilih travel resmi agar tidak menimbulkan masalah di belakang hari.”
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengaku akan berupaya mencegah kasus tersebut kembali terulang. Bagi dia, itu bukan kesalahan jamaah, tetapi travel ilegal serta lengahnya pemerintah.
Kejadian tersebut bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah agar bisa mengupayakan tambahan kuota untuk jamaah haji Indonesia. Dia menyarankan, sudah saatnya pemerintah pusat bekerja sama dengan negara-negara di ASEAN.
”Jadi, kuota di Filipina, misalnya, yang tidak terpakai, kita minta agar bisa digunakan Indonesia. Tetapi, itu tidak cukup bekerja sama dengan Filipina, tetapi juga dengan Arab Saudi. Jangan sampai Filipina setuju, sedangkan Arab Saudi tidak mengizinkan, itu bisa jadi masalah lagi,” paparnya.
Kepada warga Sulsel yang baru dipulangkan, Syahrul berharap mereka tidak dicemooh. Mereka adalah korban. Mereka penuh semangat dan niat melaksanakan ibadah haji.
”Ke depan kita perlu memperketat pengawasan. Pemda kabupaten/ kota lakukan deteksi dini travel yang merusak itu. Warga pasti akan gampang tergoda, apalagi dengan jangka daftar tunggu yang sangat panjang,” katanya. (bil/ ayu/iad/JPG/c10/ang)