Kemenristekdikti Revitalisasi Pendidikan Vokasi
SURABAYA – Langkah strategis revitalisasi pendidikan vokasi di perguruan tinggi segera dicanangkan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Di antaranya, menambah jumlah lembaga, memperbaiki kurikulum, dan membekali sertifikasi bagi lulusan yang menempuh pendidikan berbasis keahlian tersebut.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Patdono Suwignyo menyatakan, pemerintah akan memberlakukan kebijakan moratorium pembukaan universitas akademik dan jurusan non vokasional. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah jurusan dan lembaga vokasi. ’’Kebijakan moratorium itu berlaku mulai bulan depan (Oktober, Red),’’ ucapnya saat memberikan sambutan pada acara wisuda di Universitas 17 Agustus 1945 kemarin (3/9). Adapun jurusan yang mendapat moratorium, antara lain, ekonomi, sosial, politik, dan bahasa. Sebaliknya, Kemenristekdikti membuka lebar jurusan teknik, matematika, dan politeknik.
Patdono mengungkapkan, kebijakan moratorium itu diambil agar setiap kampus berlomba untuk mendirikan jurusan vokasional yang selama ini masih minoritas. Hal itu didukung mindset masyarakat mengenai pendidikan vokasi sebagai pendidikan kelas dua.
Mantan dosen ITS itu menjabarkan, saat ini, di antara 4.200 perguruan tinggi di Indonesia, baru sekitar 262 yang memiliki jurusan vokasional. Sebanyak 1.200 lembaga masuk kategori akademi. ’’Kondisi timpang ini sudah seharusnya dituntaskan,’’ katanya.
Selain itu, Kemenristekdikti mengusulkan skema pendidikan 3-2-1 untuk jenjang pendidikan diploma 3 (D-3). Tiga semester pendalaman materi, dua semester praktik industri, dan satu semester kembali ke universitas pemantapan materi sekaligus uji kompetensi. ’’Metode pembelajaran ini sekaligus akan merangkum model pengajaran 70 persen praktik, 30 persen teori,’’ tegasnya.
Tidak kalah penting, Kemenristekdikti juga menggenjot setiap perguruan tinggi vokasi untuk memiliki tempat ujian keahlian (TUK) mandiri. Sebab, hingga saat ini baru ada enam politeknik di Indonesia yang memiliki TUK. Sementara sisanya masih bergabung dengan perusahaan dan lembaga di luar kampus.
Ketua Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VII Suprapto menyampaikan, jumlah perguruan tinggi swasta (PTS) vokasi di Jatim memang masih minim. ’’Baru ada beberapa saja, tidak banyak. Selama dua tahun terakhir, PTS yang mendaftarkan jurusan vokasi di kopertis baru satu,’’ ucapnya. (elo/c4/nda)