Jawa Pos

Facebook Wajib Badan Usaha Indonesia

-

JAKARTA – Muhibah Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat belum lama ini menghasilk­an sejumlah kebijakan. Salah satunya mewajibkan perusahaan teknologi yang menyediaka­n layanan di Indonesia untuk mendirikan badan usaha tetap (BUT) di tanah air. Aturan tersebut merupakan bagian dari pencananga­n target transaksi e-commerce senilai USD 130 miliar pada 2020.

Kebijakan tersebut disampaika­n Menkominfo Rudiantara setelah bertemu dengan Kepala Staf Kepresiden­an (KSP) Teten Masduki di kantor KSP kemarin (24/2). Dia menjelaska­n, kebijakan itu akan dikeluarka­n pada akhir Maret dalam bentuk peraturan menteri kominfo. ’’Jadi, semua perusahaan itu, Facebook, Google, Twitter, dan lainnya, harus berbentuk BUT,’’ terangnya.

Ada beberapa alasan pihaknya mewajibkan BUT. Pertama berkaitan dengan layanan konsumen. ’’Sekarang kalau kita pakai WhatsApp, mau komplain itu lewat mana?’’ lanjutnya. Alasan kedua berkaitan dengan consumer protection. Tidak dimungkiri, pengguna e-mail atau media sosial pasti mengunggah data pribadi mereka saat hendak membuat akun.

Aturan itu akan berlaku untuk semua perusahaan layanan teknologi. Termasuk di antaranya Netflix yang menyediaka­n layanan streaming video. Perusahaan tersebut bisa melakukan join venture dengan operator telekomuni­kasi atau dalam bentuk lain. Yang penting, harus ada BUT karena bersifat permanen. Jadi, bukan sekadar kantor perwakilan.

Alasan lainnya adalah pajak. ’’Berdasar studi, di Indonesia tahun 2015 iklan di dunia digital itu senilai USD 830 juta dari individu maupun korporasi,’’ ucapnya. Dari pajak pertambaha­n nilai (PPN) saja, potensinya sudah besar. Belum lagi bicara pajak

Jadi, semua perusahaan itu, Facebook, Google, Twitter, dan lainnya, harus berbentuk BUT.’’

Menkominfo penghasila­n (PPh).

Saat ini, pihaknya sedang menyosiali­sasikan rencana itu kepada perusahaan-perusahaan penyedia jasa teknologi. Kemudian, akan diberikan masa transisi bagi mereka sebelum aturan tersebut diberlakuk­an. Jeda waktu itu bisa digunakan perusahaan untuk menyesuaik­an diri dengan regulasi yang ada di Indonesia.

Rudi menyatakan tidak khawatir kebijakan pemerintah akan kontraprod­uktif dengan perusahaan­perusahaan tersebut. Menurut dia, pengaturan itu adalah hal yang umum di berbagai negara. Hanya, Indonesia belum menerapkan­nya.

Di luar itu, pihaknya juga sedang mematangka­n road map e-commerce untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Saat ini, kontribusi UMKM Indonesia yang jumlahnya lebih dari 30 juta untuk PDB hanya sekitar 6 persen. Itu sangat jauh jika dibandingk­an dengan AS yang kontribusi UMKM-nya mencapai 60 persen. Dia mengharapk­an dalam waktu tidak terlalu lama kontribusi UMKM di Indonesia bisa mencapai setidaknya 9 persen.

Hal itu bisa dicapai apabila fasilitas digital bagi UMKM bisa terwujud. Bahkan, dia optimistis kontribusi­nya pada masa depan bisa melebihi AS. Ada sejumlah kendala untuk mendorong pelaksanaa­n road map e-commerce tersebut. (byu/c6/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia