Jawa Pos

Pemalsu Dokumen Belajar dari YouTube

Diringkus setelah Polisi Menyamar sebagai Klien

-

SURABAYA – Sajian informasi yang kian lengkap di dunia maya bagaikan dua sisi mata uang. Positif dan negatif. Di tangan para pemilik pikiran jahat, berbagai informasi tersebut menjadi sumber inspirasi berbuat kejahatan.

Misalnya, yang dilakukan Agus, 45, dan Dedi, 36. Dua pria itu ditangkap polisi lantaran terlibat dalam jaringan pemalsuan dokumen. Tindakan kejahatan tersebut mereka pelajari sendiri dari video yang diunggah ke YouTube.

’’Pembelinya adalah para tenaga kerja yang mau keluar negeri tanpa melalui biro resmi,’’ terang Ka- nitreskrim Polsek Sukomanung­gal AKP Sukoco kemarin (28/12). Polisi menduga bahwa jaringan itu terstruktu­r secara rapi. Banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memesan dokumen palsu untuk bisa cepat berangkat.

Sekilas, memang tidak ada yang berbeda antara dokumen yang asli dan yang dibuat para pelaku. Mereka sudah mendesainn­ya sedemikian rupa sehingga dokumen tersebut tampak seperti asli.

Pemesannya sudah tahu bahwa dua warga Gedangan, Sidoarjo, itu membuka jasa pembuatan dokumen. Keduanya mampu membuat berbagai dokumen pribadi. Mulai akta kelahiran, kartu tanda penduduk (KTP), hingga kartu keluarga (KK).

Dalam aksinya, mereka berbagi peran. Agus adalah pembuat dokumen abal-abal tersebut. Dedi selaku perantara bertugas mencari orang yang berminat mengambil jalan pintas.

’’Setelah mendapat informasi yang valid, kami berpura-pura memesan dokumen,’’ ujar Sukoco. Kemudian, salah seorang anggota polisi yang sudah menyamar bertemu dengan Dedi. Saat diminta untuk membuatkan dokumen palsu, Dedi menyanggup­inya. Begitu dokumen jadi, dia langsung digelandan­g ke Mapolsek Sukomanung­gal.

Dedi lantas mengaku kepada polisi bahwa dirinya melakoni kejahatan tersebut bersama kawannya, Agus. Polisi pun memintanya untuk menunjukka­n rumah Agus. Benar saja, di dalamnya terdapat peralatan yang dipakai untuk menciptaka­n dokumen palsu tersebut.

Dari situ polisi berhasil mengamanka­n ratusan barang bukti. Yang paling mencolok adalah 504 stempel kantor kecamatan se-Jawa Timur. Belum lagi 331 stempel catatan sipil yang terdiri atas berbagai provinsi seperti Jateng, Jabar, Bali, NTT, NTB, hingga Papua. ’’Kami jerat mereka dengan pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat,’’ tegas mantan Kanitreskr­im Polsek Mulyorejo tersebut.

Kedua pelaku telah menjalanka­n aksi itu selama dua tahun. Agus mengaku belajar cara pemalsuan dokumen tersebut dari YouTube. ’’Awalnya iseng, tapi lama-kelamaan kok banyak yang pesan. Akhirnya, saya teruskan,’’ kata Agus.

Dia kemudian mencari tempat yang menjual blangko lewat internet. Agus mendapat langganann­ya di Jakarta. Sekali memesan, pelanggan membayar Rp 200 ribu. Sebagai pembuatnya, Agus mem- peroleh jatah lebih banyak. ’’Saya dapat Rp 150 ribu. Yang Rp 50 ribu untuk Dedi yang sudah nyari orang,’’ jelasnya.

Blangko itu dibeli seharga Rp 1,5 Juta. Isinya terdiri dari buku nikah, Kartu Keluarga, dan akta kelahiran kosong. Jumlahnya mencapai 100 lembar.

Setelah barang pesanan sampai, Agus mulai membuatnya dengan cara manual. Dia mencari gambar logo yang dibutuhkan. Selain itu dia juga sudah menyiapkan printer untuk gambaran awal sebelum dijiplak ke stempel.

Lain halnya dengan Dedi, guna mendapatka­n klien, dia harus masuk ke instansi terkait. Seperti Imigrasi maupun Dinas Kependuduk­an. ”Biasanya ada saja orang yang kepepet terus butuh akta cepat,” ceritanya. (did/c14/ady)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia