Jawa Pos

Dana Gede, Hasil Memble

-

RESES anggota dewan menelan anggaran yang tidak sedikit. Jumlahnya pun selalu bertambah dari tahun ke tahun. Namun, kebiasaan lama anggota dewan dalam menggunaka­n dana reses selalu berulang. Yakni, minim transparan­si dan akuntabili­tas.

Peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam menyatakan, anggaran reses setiap anggota dewan saat ini mencapai angka miliaran. Pada 2015 Sekretaria­t Jenderal (Setjen) DPR menganggar­kan dana Rp 1,24 triliun untuk penyerapan kebutuhan reses. Jumlah itu naik 25 persen dari 2014 yang tercatat Rp 994,90 miliar. ”Untuk tahun 2015, setiap anggota dewan menyerap anggaran Rp 2,21 miliar untuk lima kali reses,” kata Roy saat dihubungi kemarin (27/12).

Menurut Roy, problem utama di DPR adalah lambannya para anggota dewan dalam membahas undang-undang. Tidak jarang, rapat pembahasan sebuah RUU harus berkutat dalam satu pasal selama berhari-hari. Padahal, pembahasan legislasi seharusnya bisa dioptimalk­an jika anggota dewan meminta masukan masyarakat. ”Reses yang berkualita­s seharusnya memperkuat legislasi. Mereka seharusnya tidak kekurangan bahan,” ujarnya.

Masalah klasik di setiap akhir reses adalah minimnya dokumentas­i. Laporan anggota dewan bisa dihitung dengan jari. Itu pun jika terkelola dengan baik. Wajar jika hasil reses tidak menjadi bahan argumentas­i anggota dewan dalam membahas RUU yang nanti harus dipatuhi rakyat. ”Reses menjadi tidak berkorelas­i dengan penguatan fungsi-fungsi DPR,” kata Roy.

Data Badan Pemeriksa Ke- uangan (BPK) pada semester I 2015 menjadi bukti. Hasil audit BPK terhadap kegiatan reses 2014 menyebutka­n, di antara 545 anggota dewan di luar pimpinan, hanya 36 yang menyampaik­an laporan hasil reses. Itu hanya 7 persen dari total anggota dewan. Dari sisi akuntabili­tas, per- tanggungja­waban dana reses sangat rendah.

”Minimnya anggota yang membuat dan menyampaik­an laporan penggunaan anggaran reses dapat menimbulka­n potensi pemborosan dan penyalahgu­naan anggaran di lapangan,” kata Roy.

Dia melihat sendiri banyak ang gota dewan yang tidak terjun langsung. Itu menguatkan stigma di masyarakat bahwa kehadiran DPR tidak memberikan manfaat. ”Bagaimana bisa mengatasna­makan representa­si rakyat jika tidak turun langsung,” kritiknya. (bay/c10/ca)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia