Pungut Dana Ketahanan Energi
Pemerintah Turunkan Harga Premium dan Solar
JAKARTA – Pemerintah merealisasikan janji untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar seiring merosotnya harga minyak dunia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, sesuai dengan periode evaluasi per tiga bulan, pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga premium dan solar.
’’Harga berlaku mulai 5 Januari 2016,’’ ujarnya setelah sidang kabinet di Kantor Presiden kemarin (23/12).
Berdasar kalkulasi Kementerian ESDM, harga minyak dunia sepanjang tiga bulan terakhir menurun 18–20 persen. Akibatnya, harga dasar BBM di Singapura (MOPS) yang menjadi acuan ikut turun. MOPS premium tercatat menurun 8 persen dan MOPS solar menurun 18 persen. ’’Karena itu, penurunan harga solar lebih signifikan daripada premium,” jelasnya.
Sebelum menyebut harga BBM, Sudirman menjelaskan, mulai 2016, pemerintah akan memberlakukan dana ketahanan energi
Dana tersebut sebagai kompensasi pengurasan energi fosil yang merupakan amanat pasal 30 UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi. Besaran pungutan untuk setiap penjualan premium adalah Rp 200 per liter dan solar Rp 300 per liter.
Dengan acuan harga minyak, harga keekonomian premium saat ini adalah Rp 6.950 per liter. Namun, karena ditambah pungutan Rp 200 per liter, harga jual premium ke konsumen menjadi Rp 7.150 per liter. Besaran itu berlaku untuk luar Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) yang saat ini Rp 7.300 per liter sehingga total penurunannya Rp 150 per liter. Adapun untuk Jamali, harga premium yang saat ini Rp 7.400 per liter menjadi Rp 7.250 per liter.
Untuk solar, Sudirman menyatakan, harga keekonomian saat ini adalah Rp 5.650 per liter. Karena itu, setelah ditambah pungutan dana ketahanan energi Rp 300 per liter, harga jual solar ke konsumen menjadi Rp 5.950. Harga tersebut berlaku secara nasional. Jadi, jika dibandingkan dengan harga saat ini Rp 6.700 per liter, harga solar menurun Rp 750 per liter.
Sudirman menegaskan, penurunan harga solar Rp 750 per liter yang lebih besar daripada penurunan harga premium Rp 150 per liter sudah tepat. Sebab, kebanyakan premium dikonsumsi kendaraan pribadi, sedangkan solar dikonsumsi angkutan umum dan industri. ’’Dengan demikian, multiplier effect penurunan harga solar akan lebih besar bagi perekonomian,’’ ujarnya.
Mengenai pemberlakuan mulai 5 Januari 2016, Sudirman menyatakan hal itu dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha SPBU guna menghabiskan stok lama. Dengan demikian, mereka tidak mengalami kerugian saat harga diturunkan. ’’Selain itu, Pertamina tengah melakukan migrasi sistem mulai 2016 sehingga buat jaga-jaga kalau terjadi gangguan,’’ jelasnya.
Lantas, untuk apa dana ketahanan energi yang dipungut dari konsumen BBM mulai 2016? Sudirman menuturkan, pungutan tersebut sebenarnya diamanatkan dalam undang-undang sejak 2007, tetapi belum pernah dijalankan pemerintah. Karena itu, dengan memanfaatkan rendahnya harga minyak saat ini, pemerintah berinisiatif mulai memungut dana tersebut. ’’Nanti digunakan untuk mendukung pengembangan renewable energy (energi terbarukan, Red),’’ tegasnya.
Dia mengungkapkan, skema pungutan dana ketahanan energi tersebut masih akan diformalkan melalui penerbitan peraturan presiden. Dia juga meyakinkan bahwa dana yang dikelola Kementerian ESDM tersebut akan diaudit secara berkala oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). ’’Dengan pungutan Rp 200 per liter (untuk premium) dan Rp 300 per liter (untuk solar), proyeksi dana ketahanan energi yang terkumpul Rp 15 triliun–Rp 16 triliun per tahun,’’ jelasnya.
Lantas, bagaimana dampak penurunan harga BBM kali ini terhadap tarif angkutan umum? Menteri Perhubungan Ignasius Jonan setelah sidang kabinet kemarin mengaku belum memiliki kalkulasi. ’’Nanti kami hitung dulu,’’ ujarnya singkat.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani mengatakan, penurunan harga BBM itu sudah seharusnya dilakukan seiring dengan rendahnya harga minyak dunia. ”Kami sudah meminta harga BBM diturunkan sejak beberapa bulan lalu. Sekarang sedikit terlambat karena industri sudah babak belur,” ujarnya.
Meski begitu, dia menilai penurunan harga BBM tersebut berdampak positif untuk memperbaiki kondisi dunia usaha. Menurut Hariyadi, penurunan harga premium dan solar akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga sektor riil diharapkan kembali bangkit. ”Konsumsi masyarakat sangat penting untuk ditumbuhkan kembali pada 2016,” sebutnya.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita mengapresiasi keputusan pemerintah yang menurunkan harga premium dan solar bersubsidi. Akan tetapi, dia belum merasa puas karena penurunan harga premium tidak terlalu besar. ”Seharusnya, penurunan bisa diperbesar, minimal 10 persen, karena ini penting untuk mendongkrak daya beli masyarakat,” ujarnya. Awasi Ketat Pungutan Dana Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat (RPM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengaku sudah memprediksi bahwa pemerintah bakal mengoreksi harga jual BBM. Sebab, di pasar dunia, harga minyak terus-menerus turun.
Dia juga mengamati kebijakan pungutan dana ketahanan ener- gi. ’’Dana pungutan itu harus diawasi. Harus benar-benar digunakan untuk pengembangan ke arah penggunaan bahan bakar terbarukan,’’ tegasnya.
Menurut Fithra, Indonesia tidak bisa terus-menerus bertumpu pada penggunaan BBM berbasis fosil. Riset untuk menggunakan bahan bakar terbarukan harus terus dikembangkan. Dia menegaskan, jika grand design penggunaan bahan bakar terbarukan tidak segera ditata, bahan bakar minyak di Indonesia bisa langka. ’’Mungkin 15 tahun lagi bahan bakar berbasis fosil di Indonesia bisa habis,’’ ungkapnya.
Sementara itu, soal dampak penurunan harga BBM, dia tetap optimistis harga barang lain bisa turun. Dengan penurunan harga BBM, otomatis terjadi penghematan dalam berbagai kegiatan perekonomian. Misalnya, proses produksi dan pengiriman logistik. Dengan adanya pengurangan biaya itu, otomatis biaya produksi juga turun. (owi/wan/wir/c5/c6/end)