Jawa Pos

Angka Kematian Ibu Melahirkan Masih Tinggi

-

SURABAYA – Tidak selayaknya perempuan meninggal untuk memberikan satu kehidupan baru. Kenyataann­ya, setiap hari di Indonesia ada 40 kasus ibu meninggal karena melahirkan. Setiap satu minggu, di Surabaya ada satu ibu yang melahirkan dan kemudian meninggal.

”Dari seluruh penduduk Indonesia, 50 persen kematian ibu hamil berada di Jawa. Padahal, secara kualitas, Jawa memiliki sumber daya manusia yang lebih mumpuni,” ungkap dokter spesialis kebidanan dan kandungan dr Agus Sulistyono SpOG(K) saat berkunjung ke Jawa Pos bersama departemen SMF Obstetri Ginekologi RSUD dr Soetomo kemarin (28/10)

Penyebab terbanyak kematian ibu hamil adalah eklampsia atau keracunan kehamilan yang ditandai peningkata­n tekanan darah. ”Banyak yang datang ke RSUD dr Soetomo sudah dalam keadaan yang buruk,” ujarnya.

Hal tersebut juga dibenarkan Prof Dr dr Erry Gumilar SpOG(K). Dokter yang bertugas di Ruang Observasi Intensif (ROI) IGD RSUD dr Soetomo itu sering mendapati ibu melahirkan dalam keadaan eklampsia parah.

Ibu penderita eklampsia terancam mengalami pecah pembuluh darah, paru-paru basah, serta gangguan pada jantung dan ginjal. ”Sedangkan pada bayi, bisa juga terjadi kondisi yang lebih buruk. Terkadang dokter harus memilih salah satu untuk diselamatk­an,” bebernya.

Salah satu faktor penyebab eklampsia adalah banyaknya ibu hamil yang belum menyadari pentingnya memeriksak­an kandungan. Mengandung masih dianggap proses yang biasa. Padahal, pada kondisi ibu yang mempunyai riwayat eklampsia, kondisi kehamilann­ya harus selalu dipantau.

”Selain itu, sumber daya manusia di pelayanan medis tingkat primer acap kali terlambat untuk memutuskan,” kata dr Pudjo Hartono SpOG(K).

Dokter spesialis kandungan yang juga ketua IDI Surabaya tersebut menyaranka­n, jika ada kasus ibu hamil dengan kondisi pre-eklampsia, harus segera dirujuk ke rumah sakit tipe A seperti RSUD dr Seotomo. Tujuannya, pemantauan kondisi pasien lebih tepat dan meminimalk­an terjadinya eklampsia. ”Dokter harus memberikan perhatian khusus kepada ibu yang mempunyai faktor risiko eklampsia,” imbuhnya.

Sebelum era 2000-an, eklampsia banyak dialami mereka yang usia kandungann­ya masuk trimester III. Sekarang ada kasus eklampsia pada usia kandungan lebih muda. Menurut Pudjo, ibuibu yang pada waktu hamil diketahui mempunyai faktor risiko akan diberi obat-obatan agar tidak terjadi eklampsia. ”Ketika sudah dikontrol oleh dokter, kemungkina­n untuk selamat akan jauh lebih besar,” ujar Pudjo.

Menurut Pudjo, orang awam sebenarnya bisa mendeteksi ibu hamil yang memiliki risiko eklampsia. Misalnya, mengalami pembengkak­an hingga ke seluruh wajah dan terjadi tidak secara normal. ” Yang sudah kejang, 95 persen dipastikan menderita eklampsia,” ungkapnya. (lyn/c6/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia