Konglomerasi Mesti Bagi Informasi
Belajar dari Otomotif saat Hadapi MEA Sejumlah konglomerasi di Indonesia diharapkan memberikan perhatian lebih kepada perusahaan dan pengusaha skala di bawahnya. Diperlukan sinergi lintas sektoral dan bisnis untuk meningkatkan daya saing dalam menghadap
KEHADIRAN sumber daya manusia (SDM) serta barang dan jasa dari kawasan regional tidak bisa dibendung pada era ekonomi terbuka. Kenyataan itu harus diterima. Meski persaingan tidak lagi terbatas di lingkup internal, ada peluang besar di kawasan lain sehingga bisa dimanfaatkan untuk memperluas pasar.
’’Memang begitu. Sudah seharusnya begitu. Tidak boleh lagi ego sektoral dan memosisikan diri pada kluster masing-masing. Tidak begitu. Itulah supaya tidak saling berkompetisi. Kompetisi pasti ada, tetapi tertib,’’ ungkap Presiden Ko- misaris Blue Bird Holding Bayu Priawan Djokosoetono saat ditemui di Jakarta Kamis (15/10).
Dalam menciptakan kondisi tersebut, menurut dia, perusahaan raksasa atau biasa disebut konglomerasi punya andil besar. ’’Yang besar tidak menghidupi, tapi mengayomi. Sudah saatnya perusahaan-perusahaan besar punya lebih banyak informasi dan kemampuan daya saing lebih tinggi. Otomatis mampu distribusikan peluang-peluang ke bawahnya,’’ kata dia.
Pria yang juga ketua umum Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) itu menuturkan, konglomerasi memiliki kemampuan lintas sektoral sehingga dapat memberikan umpan positif untuk meningkatkan daya saing perusahaan di bawahnya. ’’Katakan saya di transportasi. Tapi, di line-up bisnis selain itu, kami punya per- tambangan, alat berat, properti, dan sebagainya. Kan di bawahnya banyak supporting. Banyak pelaku bisnis lain yang bisa kami rangkul,’’ terang cucu pendiri Blue Bird Group, Mutiara Fatimah Djokosoetono, tersebut.
Alangkah baiknya, pasar Indonesia digarap pihak-pihak di dalam negeri daripada orang lain. Bantuan konglomerasi kepada perusahaan level menengah dan bawah bukan sebatas informasi bisnis, tetapi juga bisa dalam bentuk lain. ’’Bantuan teknologi dan dukungan tidak langsung juga bisa,’’ tuturnya.
Perusahaan dan pengusaha Indonesia harus mulai memperkuat rantai bisnis ( demi meningkatkan daya saing tersebut. Contoh sederhana sudah diperlihatkan industri otomotif yang dinilai Bayu sangat kuat.
’’Otomotif kuat karena chain of supply- nya besar dan tertib. Bahkan eksklusif. Perusahaan supplier yang jumlahnya sangat banyak di bawahnya itu sudah dikondisikan. Misalnya, dia supplier satu komponen untuk merek A, ya ke merek A saja. Tertib sekali. Jadi, tidak tabrak sana tabrak sini,’’ jelas dia.( gen/c14/tia)