Smartphone Paling Smart
SEBUAH ponsel biasanya direpresentasikan lewat kecanggihan dan kecerdasannya. Highdefinition videos, layar lebar multitouch, atau fitur GPS terbaru. Nah, kemarin muncul produk yang bisa melawan kecanggihan semua ponsel itu
Namun, ponsel baru yang diberi nama Zero tersebut mendeklarasikan diri sebagai smartphone yang berusaha untuk tidak ” smart”.
Zero hanya sebuah benda kotak hitam seukuran iPhone 5, yang hanya berguna untuk mengisi kantong Anda. Meski berbentuk ponsel, produk itu tidak akan bisa digunakan untuk menelepon, mengirim pesan, memfoto, apalagi melihat peta atau berinteraksi di media sosial. Bahkan, instruksi yang dilampirkan dalam kemasan Zero berisi perincian apa saja yang tidak bisa dilakukan produknya.
Lantas, apa gunanya membeli barang seperti batu bata itu? Sabar. Zero tidak dijual mahal, kok. Produsernya, NoPhone, hanya mem- banderol dengan harga USD 10 atau Rp 135 ribu. Dengan harga seperseratus iPhone 6 itu, Zero menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki ponsel canggih buatan Apple atau Samsung sekalipun: perhatian yang lebih dan teman sejati.
Ya, Zero sebenarnya memang bukan alat komunikasi. Zero bekerja seperti metadon teknologi, memuaskan kecanduan pengguna dengan menawarkan benda yang mirip tampilan dan beratnya. Semua tampilan fisik ala smartphone seperti layar, kamera, tombol, atau fitur lainnya dihilangkan. Yang tersisa hanya kotak persegi panjang tipis dan kosong yang membantu penggunanya kembali fokus pada hidupnya.
Benda itu menawarkan sensasi Anda mengantongi telepon di kantong, namun mencegah pemiliknya untuk menarik dan mengeceknya setiap saat. Dengan Zero, para pecandu gadget tetap merasakan simulasi kenyamanan memegang atau mengantongi ponsel sambil membantu perlahanlahan meninggalkannya.
Bagaimana respons pasar? Mengejutkan. Di situs online NoPhone, seorang pengguna memberikan komentar. ”Saya benci penemunya, tapi ya Tuhan, saya sangat menghargainya. Saya beri lima dari lima bintang,” ungkap pengguna itu. Pengguna lain bahkan memuji fungsi Zero. ”Sekarang aku bisa makan tanpa memotretnya. Terima kasih NoPhone.”
Dengan semua tujuan dan tanggapan tersebut, tentu sulit untuk menilai apakah Zero adalah produk lelucon atau sebuah upaya perlawanan serius atas dampak modernitas? (time/c10/kim)