Puzzle Raksasa dari Biji-bijian
SURABAYA – Puzzle bergambar garuda Pancasila tertata dalam bingkai berukuran 3 x 2 meter. Itu merupakan hasil karya 100 mahasiswa Universitas Kristen Petra (UKP) bersama dengan siswa SD di sekitar kampus tersebut.
Puzzle itu terbuat dari jagung, kacang merah, kacang hijau, dan ketan hitam. ’’Ini upaya kami untuk menumbuhkan rasa nasionalisme,’’ kata Ketua Panitia Purnama Esa Dora Tedjokoesoemo.
Penggunaan bahan- bahan tersebut, lanjut Esa, merupakan wujud keprihatinan terhadap kondisi saat ini. ’’Sekarang aja beras masih impor. Karena itu, pemanfaatan biji-bijian juga perlu digalakkan. Apalagi, Indonesia juga kaya jenis bijibijian,’’ kata dosen jurusan interior UKP tersebut.
Pembuatan puzzle itu tidak asal tempel. Setelah biji-bijian ditata dalam potongan kertas, ada enam mahasiswa yang bertugas menyusun puzzle dalam bingkai seluas enam meter persegi tersebut. Nah, mereka membawakannya dengan teatrikal. ’’Mereka menata puzzle dengan teatrikal yang menceritakan kondisi Indonesia,’’ ungkap Esa.
Sementara itu, giant puzzle tersebut merupakan salah satu di antara serangkaian acara Petra Parade. Acara itu rutin dilaksanakan setiap tahun. (bri/c15/ai)
– Inisiatif Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya terkait pemilihan sekolah pelaksana Kurikulum 2013 (K-13) secara mandiri berdampak signifikan atas distribusi buku paket. Misalnya, yang terjadi saat ini. Banyak sekolah mandiri yang sulit mendapatkan buku paket. Padahal, proses belajar mengajar telah dimulai. Bahkan, kini sudah mendekati ujian tengah semester ( UTS) yang diperkirakan belangsung September.
Itu terjadi karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya mendistribusikan buku paket kepada sekolah sasaran K- 13. Berdasar data Kemendikbud, jumlah sekolah sasaran K-13 mulai jenjang SD hingga SMK hanya 55 sekolah. Di antara jumlah tersebut, hanya delapan SMP negeri yang ditunjuk sebagai sekolah sasaran K-13. Kenyataannya, 54 SMP negeri di kota ini sudah menerapkan K-13. Artinya, ada 46 SMP negeri yang secara mandiri menerapkan K-13.
Masalah buku itu mengundang perhatian Dikbud Jatim. Kepala Dikbud Jatim Saiful Rachman menjelaskan, sejak awal dikbud meminta kabupaten/kota untuk kembali ke Kurikulum 2006 (K-06). Terutama yang bukan sekolah sasaran K-13. Sebab, tidak adanya buku paket K-13 harus mendapatkan perhatian serius dari daerah. ’’Sejak awal kami sudah minta untuk kembali ke Kurikulum 2006 saja. Tapi, beberapa daerah memang nekat melanjutkan dan mendorong sekolah untuk mengajukan diri sebagai pelaksana K-13 secara mandiri ke pusat,” ujarnya.
Salah satunya terkait penerimaan buku pegangan siswa maupun buku pegangan guru. Menurut Saiful, daerah harus menerapkan solusi cepat terkait pengadaan buku paket. ”Bisa menggunakan anggaran dari daerah. Kita tidak menganggarkan untuk pengadaan buku karena sepakat kembali Kurikulum 2006. Tapi, daerah yang nekat K-13 seharusnya sudah memperhitungkan keperluan ini,” ucap mantan ketua Badan Diklat Jatim tersebut.
KOMUNIKASI BISNIS