Jawa Pos

Once dan Dulur yang Bikin Dekat

- SIDIQ PRASETYO*

FOTO Suharno terpampang di jejaring sosial yang ada di telepon genggam tadi malam. Tidak hanya satu, tapi lebih dari 10 foto. Detak jantung pun mulai terasa kencang. Ada apa dengan Suharno? Bukankah pekan lalu dia masih terlihat sehat saat mendamping­i Arema Cronus ketika menghadapi Persib Bandung dalam pertanding­an menyambut HUT Ke-28 Arema di Stadion Kanjuruhan.

Tak lama berselang, di bawahnya pun tertulis Innalillah­i wa innailaihi rojiun Mas Harno (begitu dia sering disapa). Suharno mengembusk­an napas terakhir di Pakisaji, Malang.

Sebuah kesedihan langsung terasa di dada. Lelaki asal Klaten, sebuah daerah antara Solo dan Jogjakarta, tersebut merupakan sosok yang lumayan dekat. Mungkin bukan hanya dengan saya, melainkan juga dengan banyak orang karena sifatnya yang ramah.

Saya mulai kenal dengan Suharno pada 2000. Saat itu saya masih menjadi wartawan baru di Radar Solo ( Jawa Pos Radar Solo).

Dia datang untuk membawa Persema Malang yang hendak menantang Pelita Solo di Stadion Manahan. Sebagai wartawan yang tergolong masih baru, sempat terasa minder bertemu untuk mewancarai pelatih yang sudah malang melintang di kancah sepak bola Indonesia itu.

Namun, sambutanny­a di luar dugaan. Suharno dengan terbuka memberikan semua informasi yang diperlukan dan banyak memberikan bantuan informasi untuk memudahkan disajikan dalam tulisan.

Hubungan semakin dekat ketika saya di Jawa Pos. Kebetulan, setelah ngepos di Petrokimia Gresik, saya bertugas di Gelora Putra Delta (GPD, nama lama Deltras), Sidoarjo, pada 2002.

Di musim 2002–2003, Suharno dipercaya menangani Deltras. Secara tak disadari, dia bertukar tempat dengan rekan sendiri, Yudi Suryata, di PSS Sleman.

Dengan hampir setiap hari meliput latihan dan pertanding­an The Lobster, julukan Deltras, saya pun semakin mengenal sosok pelatih kelahiran 1 Oktober 1959 tersebut. Dia sangat dekat dengan anak asuhnya. Para pemain dianggap sebagai sebuah bagian yang mengisi hari-harinya.

Dia memuji Agustiar ’’ Ucok’’ Batubara, Anang Ma’ruf, maupun Budi Sudarsono jika menunjukka­n skill di lapangan. Ucapan once saat melatih pun mampu menyegarka­n setiap latihan. Tak jarang, para pemain meng ikuti ucapan khas Suharno tersebut.

Sempat ke PKT Bontang pada 2006– 2007, Suharno dipercaya memoles Persis Solo pada 2007–2008. Saat pu- lang ke Kota Bengawan, julukan Solo, tak pernah terlupakan mantan pemain Perkesa Mataram dan Niac Mitra tersebut mengajak makan, mulai gudeg, timlo, hingga bakmi goreng.

Candanya yang khas pun selalu terlontar dalam setiap latihan. Para pemain terlihat seperti mendapat bapak baru yang selalu penuh perhatian. Nama para pemain kadang juga diganti agar dia bisa dekat. Nama kiper Wahyu Tri Nugroho, yang pernah masuk timnas era Nil Maizar, diganti menjadi Zeng Cheng, kiper timnas Tiongkok yang juga pernah membela Persebaya. Alasannya, kulit Wahyu putih.

Setelah dari Solo, Suharno pun terbang ke berbagai klub. Mulai Persikab Kabupaten Bandung, Persiwa Wamena, Persegres Gresik, hingga akhir- nya ke Arema Cronus.

Hanya sekali bertemu saat menangani Persegres, obrolan tentang sepak bola tak pernah lepas. Begitu juga soal makanan.

Setelah itu, kami kembali lama tak bertemu dan bertatap muka. Namun, pesan singkat darinya sering mampir ke telepon genggam saya. Selalu mendoakan keluarga sehat dan salam buat teman-temannya tak pernah lupa.

Kalimat dulur juga selalu muncul. Namun, kini pesan singkat dan kalimat dulur dari Suharno bakal tak ada lagi.

Dia telah pergi lebih dulu meninggalk­an pemain, mantan anak asuh, rekan pelatih, serta sahabat-sahabat. Selama jalan, dulur. (*)

*) Wartawan Jawa Pos

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia