Mulai Kenal Islam saat Belajar Silat
Yoesi Bagus Taruna, Executive Assistant Manager Pullman Surabaya City Centre Di mata para kolega dan karyawannya, Yoesi Bagus Taruna dikenal sebagai pribadi yang taat beragama. Salat lima waktu dia jabani secara rutin. Tutur perkataan dan perilaku pun s
KETIKA ditemui di kantornya pada pengujung pekan lalu, Yoesi terlihat ramah. Meski pekerjaannya menumpuk, dia tetap menunjukkan kehangatannya saat berbincangbincang. ’’Lebaran ini sibuk karena Pak GM ( general manager, Red) sedang ada tugas. Jadi, saya yang jaga kantor,’’ katanya, lantas tersenyum.
Yoesi tidak berkeberatan melakukannya sekalipun Lebaran tahun ini merupakan momen yang sangat istimewa bagi dirinya. Itulah pengalaman Lebaran pertama Yoesi setelah resmi memeluk Islam sekitar Januari lalu. Sekalipun sang istri, Tri Leli Sukowati, dan kedua anaknya memilih tetap setia dengan agamanya yang lama, hubungan mereka tidak terganggu.
Yoesi hanya merasa sedikit sedih lantaran keluarganya tinggal di Jogjakarta. Sementara dia berada di Surabaya. Alhasil, Lebaran ini dijalaninya sendirian. ’’Disyukuri saja,’’ ungkapnya.
Yoesi menuturkan, awalnya dirinya tidak punya bayangan akan berpindah agama. Dia enjoy dengan agama yang dipeluknya saat itu. Bahkan, pria kelahiran Rogojampi, Banyuwangi, tersebut taat beragama. Rutin mendatangi rumah ibadah dan berdoa sebelum tidur. ’’Orang tua yang mengajarkan doa sebelum tidur. Doa yang simpel untuk meminta pertolongan agar esok hari lebih baik dan bisa masuk surga,’’ ujar Yoesi.
Di sisi lain, Yoesi mulai mengenal Islam secara lebih detail sejak berlatih pencak silat Karomah. Dari pelatihan itu, dia tahu makna syahadat, wudu, dan salat. ’’ Tapi, saat itu masih belum ada pikiran pindah agama,’’ terangnya.
Pria yang juga pernah tinggal di Bali, Jakarta, dan Timika tersebut mengaku berkarakter ban del saat muda. Minum, main perempuan, dan cenderung suka memberontak. Termasuk da lam hal agama. Sampai suatu ketika, saat Yoe si sedang berada di Jakarta, seorang ustad memberikan buku bertema keagamaan karya KH Bahaudin Mudhary. Di benaknya, makin ba nyak pertanyaan yang muncul terkait dengan ke yakinan. Sayangnya, dia tidak mendapat jawaban yang benar- benar pas di hati.
Bahkan, ketika pertanyaan itu sampai ke mendiang ayahnya, dia masih merasa tidak memperoleh jawaban yang memuaskan. ’’Pertanyaanmu kok aneh,’’ ucap Yoesi menirukan perkataan ayahnya ketika itu.
Dua tahun sejak dialog dengan ayahnya tersebut, Yoesi makin tertarik dengan agama Islam. Akhirnya, awal tahun ini dia mantap mengucapkan kalimat syahadat. Tidak ada orang lain saat itu. Saksi bisunya adalah Masjid Al Falah, Surabaya.
Baru kemudian untuk memperkental pemahamannya tentang Islam, dia sengaja mencari guru agama. ’’Beliau tidak lagi mengajari saya baca Alquran atau mengenai salat. Tapi, saya ingin dibimbing mengenai sisi spiritual dan bagaimana hati lebih peka agar hidup menjadi benar,’’ tandas Yoesi. (cik/c14/pri)
Saya ingin dibimbing mengenai sisi spiritual dan bagaimana hati lebih peka agar hidup
menjadi benar.’’