Jawa Pos

KJKS Sulit Deteksi Debitor Bermasalah

-

SURABAYA – Perkembang­an Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) masih mengalami beberapa kendala. Mulai masalah sumber daya manusia (SDM), permodalan, hingga regulasi. Kendala-kendala tersebut mengakibat­kan kinerja KJKS belum menunjukka­n hasil maksimal. Hal itu bisa dilihat dari non-performing financing (NPF) yang cukup tinggi.

”Rata-rata NPF KJKS masih di atas bank syariah, sekitar 5–7 persen. Di beberapa KJKS malah ada yang sampai 10 persen,” kata Ketua Bidang Lembaga Keuangan Non- bank Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Agus Edi Sumanto. Menurut dia, NPF yang tinggi, antara lain, disebabkan masalah regulasi di KJKS.

Tidak seperti bank syariah yang mempunyai Bank Indonesia (BI) sebagai regulator, KJKS tidak memiliki proses BI checking dalam analisis terhadap calon debitor. Karena itu, KJKS kesulitan mendeteksi apakah calon debitor tersebut pernah bermasalah dalam pembiayaan atau tidak. Akibatnya, KJKS lebih mudah tertipu sikap baik yang ditunjukka­n calon debitor ketika wawan- cara maupun analisis kelayakan pembiayaan. Sebab, sebagian besar orang yang ditolak pengajuan pembiayaan­nya di bank berpindah mengajukan ke koperasi.

” Yang paling bisa dilakukan ya hanya mendatangi rumahnya (calon debitor). Dilihat ada agunan atau tidak dan ada referensi dari pihak lain atau tidak. Referensi itu, misalnya, dari teman atau pengurus di BMT atau KJKS tersebut. Yang terakhir peningkata­n jaminan,” lanjut Agus yang juga pengawas di Koperasi Hasanah, Ponorogo. (rin/c6/oki)

Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida menjelaska­n, sumber data yang digunakan untuk penyusunan DES berasal dari laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember 2014. Mayoritas emiten itu berasal dari sektor perdaganga­n, jasa, dan investasi. Sektor tersebut terdiri atas 89 saham atau 27 persen dari total saham syariah. ’’Dari sektor pertanian, ada 10 saham, 27 saham pertambang­an, serta 43 saham industri dasar dan kimia,’’ papar dia.

Selain itu, sektor aneka industri terdiri atas 28 saham; barang konsumsi (29 saham); sektor properti, realestat, dan konstruksi bangunan (53 saham); serta sektor infrastruk­tur, utilitas, dan transporta­si (32 saham). Terakhir, di sektor keuangan terdapat 2 saham, emiten tidak listing (11 saham), dan perusahaan publik (4 saham).

Pada periode satu ini, setidaknya 26 saham emiten dan perusahaan publik masuk dalam DES. Penetapan tersebut berdasar Keputusan Dewan Komisioner OJK No: Kep-33/D.04/2015 tanggal 21 Mei 2015 tentang DES. Sebanyak 26 emiten dan perusahaan publik itu belum masuk DES pada periode sebelumnya.

Sementara itu, ada 32 saham emiten dan perusahaan publik yang terlempar dari DES pada periode II 2014. Sebab, emiten tersebut tidak lagi memenuhi kriteria dan tidak menyampaik­an data tambahan informasi pendapatan nonhalal. Selain itu, beberapa emiten keluar karena rasio utang yang lebih tinggi dari 45 persen.

’’Ada beberapa emiten yang enggak lagi memenuhi kriteria. Misalnya, total pendapatan nonhalal lebih tinggi dari 10 persen. Selain itu, sebagian besar lantaran rasio utangnya tinggi,’’ tutur dia.

Sebagai informasi, ada dua ketentuan yang discreenin­g OJK dalam melihat saham-saham yang sesuai masuk DES. Pertama, kegiatan usaha. Adapun saham syariah yang terdaftar dalam DES, kegiatan usahanya tidak bergerak dalam perjudian, perdaganga­n yang dilarang, jawa ribawi, dan jual beli yang memiliki risiko mengandung unsur ketidakpas­tian seperti asuransi konvension­al.

Ketentuan yang kedua adalah rasio keuangan. Meski kegiatan usahanya sudah sesuai dengan prinsip syariah, secara rasio keuangan, ada dua syarat yang harus dipenuhi lagi. Yakni, rasio antara total utang yang mengandung bunga bila dibandingk­an dengan total aset maksimal 45 persen serta rasio antara pendapatan yang tidak sesuai prinsip syariah. Misalnya, pendapatan bunga maksimal 10 persen dari total pendapatan. (ken/c14/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia