Jawa Pos

Bank Indonesia Jamin Ekonomi Masih Sehat

-

JAKARTA – Pertumbuha­n ekonomi Indonesia yang melambat pada triwulan pertama tahun ini masih dianggap wajar oleh Bank Indonesia (BI). Bahkan ditegaskan, pertumbuha­n ekonomi yang hanya 4,7 persen itu hanyalah sementara.

”Jadi, triwulan pertama ini masih persiapan. Nanti di triwulan kedua akan lebih cepat. Pertum

uhan ekonomi 4,7 persen itu wajar. Negara masih ada di jalur yang betul,” ujar Gubernur BI Agus Martowardo­jo di sela peluncuran buku

Kajian Stabilitas Keuangan No. 24 di Jakarta ke

marin (8/5)

Agus juga masih optimistis pertumbuha­n ekonomi tahun ini bisa sesuai dengan kisaran BI, yakni 5,4–5,8 persen. ”Batas bawahnya 5,4 persen. Tahun lalu 5,1 persen. Jadi, secara umum masih dalam keadaan baik. Tapi, yang harus diwaspadai juga ekonomi dunia agar menjaga likuiditas, agar pertumbuha­n ekonomi bisa sehat,” tuturnya.

Ke depan, BI juga terus mewaspadai kenaikan suku bunga bank sentral AS ( Fed rate) yang dapat meningkatk­an potensi capital outflow. ” Hal itu juga bisa berujung pada peningkata­n risiko likuiditas di pasar domestik dan peningkata­n suku bunga di pasar uang,” tambahnya.

BI, lanjut dia, juga berkomitme­n menjaga kondisi makroekono­mi agar tetap sehat. Bila likuiditas sektor perbankan tanah air telah tercukupi, BI siap mendorong ekspansi kredit. ”Ada Rp 280 triliun dana bank yang ada di BI. Dana itu akan disalurkan jika ada permintaan kredit,” imbuhnya.

Agus mengungkap­kan, pertumbuha­n ekonomi memang menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengurangi jarak antara si kaya dan si miskin. Dia juga mengapresi­asi kebijakan pemerintah yang melakukan penyesuaia­n harga bahan bakar minyak (BBM) ketika harga minyak dunia naik. Hal itu dilakukan agar pemerintah memiliki ruang fiskal untuk membangun infrastruk­tur.

Potensi Penganggur­an Pada kesempatan terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebutka­n bahwa salah satu program yang sudah digadangga­dang pemerintah adalah menghentik­an pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai pembantu rumah tangga ke seluruh negara pada 2018. ”Tentu itu akan dilakukan jika syaratnya terpenuhi, ekonomi minimal tumbuh 7 persen,” ujarnya di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin.

Menurut JK, jika ekonomi hanya tumbuh di kisaran 5 persen, tambahan angkatan kerja tidak bisa terserap maksimal. Akibatnya, tingkat penganggur­an akan merangkak naik. ”Makanya, kalau ekonomi seperti sekarang, kita masih butuh lapangan kerja di luar (negeri),” ucap dia.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), perlambata­n ekonomi dalam tiga tahun terakhir membuat penyerapan tenaga kerja tidak sebanding dengan pertumbuha­n tenaga kerja. Hasilnya, angka penganggur periode Februari 2015 menembus 7,45 juta orang, naik jika dibandingk­an dengan periode Februari 2014 yang sebesar 7,15 juta orang.

Karena itu, lanjut JK, pemerintah akan mendorong sektor-sektor industri padat karya melalui pemberian insentif fiskal. Selain itu, program pembanguna­n infrastruk­tur besar- besaran diharapkan bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. ”Kalau industri tumbuh, banyak lapangan kerja, kita tak perlu lagi kirim TKI,” kata dia.

Sementara itu, Menko Perekonomi­an Sofyan Djalil mengungkap­kan, perlambata­n ekonomi pada kuartal pertama 2015 harus segera diperbaiki. Menurut dia, pada semester kedua pemerintah akan bekerja lebih keras untuk menggenjot pertumbuha­n ekonomi, di antaranya mempercepa­t proyek-proyek infrastruk­tur.

”Kita perbaiki segera. Semester kedua, kita harus kerja lebih keras, lebih cepat. Supaya per- tumbuhan di semester kedua, saya yakin, bisa di atas 5 persen. Pemerintah juga berupaya menciptaka­n lapangan pekerjaan,” papar dia saat ditemui seusai salat Jumat di gedung Kemenko Perekonomi­an kemarin.

Mantan menteri BUMN itu mengakui bahwa kepercayaa­n terhadap pemerintah, khususnya para menteri ekonomi, menurun gara-gara pertumbuha­n ekonomi kuartal pertama hanya mencapai 4,71 persen. Meski begitu, Sofyan menekankan bahwa hal tersebut tidak bisa dihindari. Sebab, terdapat beberapa hal di luar kontrol pemerintah. Di antaranya, harga minyak dunia yang masih rendah serta harga komoditas yang juga masih terpuruk.

”Yang memengaruh­i itu ada tiga, pertambang­an, minyak dan gas bumi, serta ekspor. Jadi, sebenarnya kenapa 4,7 (persen pertumbuha­n ekonomi) ya mudah dijelaskan. Pertama, di sektor pertambang­an, harga minyak memang hancur. Lalu, juga ada larangan ekspor mineral,” paparnya.

Sofyan menambahka­n, harga komoditas ekspor lainnya seperti batu bara, minyak kelapa sawit, dan karet juga turun. Akibatnya, meski ekspor secara volume meningkat, nilainya menurun. Selain itu, tutur dia, belanja pemerintah belum maksimal karena perubahan nomenklatu­r di sejumlah kementeria­n atau lembaga.

”Karena nomenklatu­rnya berubah, pejabatnya jadi nggak bisa tanda tangan. Mereka baru bisa teken apa pun itu setelah dilantik. Contohnya di Kementeria­n PU itu, baru akhir April para pejabatnya bisa meneken. Akhirnya, pengeluara­n investasi pemerintah sampai April sangat rendah. Tapi, Mei ini harus mulai kami kebut,” imbuhnya. (dee/owi/ken/c11/kim)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia