Semua Diatur dari Penjara
Kasus Narkoba Temuan BNNP Jawa Timur
SURABAYA – Penjara terbukti tidak mampu memutus mata rantai peredaran narkoba. Buktinya, kiriman narkoba besar-besaran dari Jakarta ke Jatim dikendalikan para napi yang masih meringkuk di dalam tahanan. Mereka memanfaatkan kurir bekas napi yang pernah sama-sama tinggal di dalam penjara. Karena itu, mereka cukup licin dan sulit tertangkap.
Hal tersebut terungkap dalam pengembangan pemeriksaan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim. Lembaga antimadat itu menindaklanjuti kasus 2,5 kilogram sabu-sabu yang disita di sejumlah tempat di Surabaya dan Malang
Kepala BNNP Jatim Brigjen Pol Iwan Abdullah Ibrahim menyatakan, dari pemetaan yang dilakukannya, kiriman narkoba ke Jatim bukan dilakukan bandar yang berada di luar penjara. Dari tangkapan yang ada, semuanya diorder oleh napi yang masih menjalani hukuman. ’’Ketika ditelusuri, ujung-ujungnya ke lapas dan rutan,’’ ujarnya.
Dia mencontohkan temuan narkoba seberat 2 kilogram di Kendalsari, Rungkut, Surabaya, dengan tiga tersangka. Sabusabu sebanyak itu dibawa dari Jakarta ke Surabaya atas pesanan seorang napi di Lapas Madiun. Napi tersebut mendapat order dari bandar lain yang juga sedang menjalani hukuman.
Untuk menerima barang dan mengantarkannya, si bandar memanfaatkan Bajoe Soetjahyo yang sudah dikenal lama berkecimpung di dunia narkoba. Bajoe yang dua kali tertangkap ternyata pernah tinggal satu sel dengan bandar pemesan sabusabu tersebut.
Bukan hanya itu, bandar Triyono alias Yoyon yang membawa 1 kilo sabu-sabu dari Jakarta dan tertangkap di Terminal Arjosari juga atas pesanan penghuni Rutan Medaeng. Seperti Bajoe, dia pun menjalankan perintah untuk menerima sabusabu dan mengantarkannya ke pemesan yang telah menghubungi napi tersebut.
Hal yang sama tampak pada kasus pengiriman sabu-sabu yang digagalkan di Stasiun Pasar Turi. Narkoba jenis serbuk itu dibawa Dian Septitia Kusumawardhani alias Septi, 40, warga Tonatan, Ponorogo. Narkoba tersebut dipesan penghuni Lapas Pamekasan. Napi itu menggunakan jasa Septi untuk membawa narkoba dari Jakarta ke Surabaya. Misi selanjutnya diteruskan Achmad Yunus, 27, warga Kapas Lor Kulon, Tambaksari, Surabaya, untuk menyerahkannya kepada pemesan. ’’Komunikasi putus-putus memang jadi modus. Tujuannya, agar jaringannya sulit terungkap,’’ terang Iwan.
Perwira tinggi dengan satu bintang di pundak tersebut mengungkapkan, kiriman narkoba dari Jakarta ke Jatim merupakan pekerjaan bandar-bandar lama. Dia menduga para bandar itu berlomba memasukkan barang ke Jatim. ’’Harganya lagi naik. Sebab, barang tersebut langka karena banyak yang tertangkap,’’ ucapnya.
Sementara itu, Septi, pembawa setengah kilogram sabu-sabu yang tertangkap di Stasiun Pasar Turi, mengaku disuruh seorang bandar yang meringkuk di dalam lapas. Bandar yang diberi nama Angga tersebut dikenal ketika sama-sama menjalani hukuman di dalam penjara.
Perempuan yang pernah bekerja di diler motor itu mengaku dekat dengan Angga lantaran kasus yang dihadapinya samasama narkoba. Karena itu, selama di dalam penjara, mereka kerap berbincang. ’’Aku memang kenal baik,’’ tuturnya.
Komunikasi tersebut pun berlanjut ketika mereka sama-sama bebas. Namun, tidak lama kemudian, Angga kembali tertangkap polisi karena kasus yang sama. Pada suatu hari, dia ditelepon Angga yang masih di dalam penjara. Angga memintanya mengambilkan sabu-sabu di Jakarta.
Septi menyanggupi karena Angga memberi komisi Rp 5 juta. ’’Saya lagi butuh uang. Sebentar lagi, anak saya masuk SMA, baru saja selesai unas,’’ jelasnya sembari menyeka air mata yang meleleh. Uang tersebut diterima dengan cara ditransfer ke rekening adiknya. Dengan uang itu pula, dia membeli tiket kereta api pulang dan pergi.
Janda cerai hidup tersebut merasa misinya nyaris berhasil ketika turun dari kereta. Dia tidak menyangka petugas BNNP Jatim sudah menunggunya di pintu keluar. ’’Saya tahu isinya sabu-sabu, lha saya sudah dikasih tahu bahwa barangnya itu sabu-sabu,’’ katanya.
Septi mengaku baru sekali melakukannya. Pengakuan Septi itu diragukan penyidik. Sebab, ketika mengambil sabusabu, Septi bersikap sangat wajar dan tidak memunculkan kecurigaan orang. Petugas menduga dia sudah beberapa kali menjadi kurir narkoba.
Ketika diperiksa di kantor BNNP Jatim, Septi juga terlihat santai menghadapi penyidik. Septi bahkan berusaha menutupi saat petugas memintanya menunjukkan orang yang dimaksud di dalam lapas. ’’Saya lupa wajahnya. Itu sudah lama kok. Dulu gemuk, enggak tahu sekarang,’’ kilahnya.
Iwan menjelaskan, cara tersebut merupakan modus para kurir untuk melindungi bandarnya. Mereka selalu tertutup agar bandarnya tidak terkuak. Maklum, bandar itulah yang menjamin hidup kurir jika tertangkap petugas. ’’Nanti kalau sudah keluar, beraksi lagi,’’ ungkapnya. Temukan 1,1 Juta
Pil Penenang Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jatim kembali membongkar jaringan peredaran narkoba. Kali ini mereka menemukan 1,1 juta butir narkotika golongan IV yang dikemas dengan menggunakan nama pabrikan obat berlabel Carnophen. Temuan itu mereka peroleh saat menggeber razia narkoba di kawasan rumah kos.
Narkotika tersebut ditemukan di sebuah rumah kos eksklusif di Jalan Petemon Barat Nomor 127, Sawahan, Surabaya. Sebagian barang itu masih berbentuk aslinya di dalam karton, sedangkan sebagian yang lain sudah dikemas siap edar
Petugas mengamankan dua orang. Mereka adalah Albert P., 27, dan Bram Eka Bima, 25. Keduanya warga Banyu Urip. Albert menerima titipan barang, sedangkan Bram bertugas membungkus tablet dalam bungkusan plastik.
Tumpukan pil itu ditemukan ketika BNNP Jatim merazia kawasan Surabaya Selatan. Di Jalan Petemon Barat, petugas menemukan rumah kos berlantai tiga yang terlihat tertutup. Pintu gerbangnya hanya dibuka ketika ada penghuni yang datang.
Petugas yang berhasil masuk langsung merangsek ke ruang resepsionis. Di sana, petugas melihat banyak tumpukan karton. ’’Penjaga yang kami tanya terlihat takut. Kami cek, ternyata tumpukan itu isinya obat penenang,’’ kata Kepala Bidang Pemberantasan BNNP Jatim AKBP Bagijo Kurnijanto.
Dia menyatakan, obat tersebut berlabel Carnophen. Di dunia farmasi, Carnophen merupakan obat penenang yang biasa digunakan penderita parkinson. Obat tersebut masuk daftar narkotika golongan IV. Penjualannya sangat terbatas dan harus menggunakan resep dokter.
Bagijo menyebut efek Carnophen mirip dengan pil koplo. Jika diminum lima butir, Carnophen bisa memberikan efek rileks. Bila dikonsumsi secara terusmenerus, pemakai bisa kecanduan seperti narkoba. ’’Ini seperti produk pabrik. Tapi, perlu dicek lagi,’’ jelasnya. Sebab, muncul kecurigaan bahwa Carnophen hanya label. Bisa jadi, isinya narkotika yang sudah disamarkan dalam bentuk produk pabrikan. Karena itulah, pil tersebut bakal diuji di laboratorium.
Meski begitu, pengusutan temuan itu dilimpahkan ke Polda Jatim. Sebab, narkotika golongan IV diatur dalam undang-undang kesehatan. BNN tidak berwenang melakukan pengusutan.
Perwira dengan dua melati di pundak itu mengungkapkan, pil tersebut diduga dikirim dari Bandung. Agar pengiriman ke Surabaya tidak terlacak, pemilik mencampur dengan karton berisi sepatu. Ketika ada pemeriksaan, yang dibuka karton berisi sepatu. ’’Dengan begitu, karton yang berisi pil aman,’’ jelasnya.
Sementara itu, Albert berkilah bahwa dirinya tidak tahu-menahu tentang jenis pil tersebut. Dia hanya ditugasi menerima barang dan memasukkannya ke kos. Di sana, pil tersebut dikemas dengan menggunakan mesin pemanas plastik. ’’Nanti ada yang ambil,’’ ujarnya. Albert menyatakan, tugas itu diberikan pemilik kos yang juga pemilik obat tersebut.
Bima menambahkan, tugasnya hanya melekatkan plastik pembungkus tablet dengan menggunakan mesin pemanas. Dia kemarin sempat memeragakannya. Untuk satu karton, dia mendapat imbalan Rp 15 ribu. (eko/c19/c20/oni)