Jawa Pos

Perlu Detail Pasal Diskualifi­kasi Calon

- Sanksi Politik Uang dalam UU Pilkada

JAKARTA – Ketentuan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) berdasar revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 telah mengatur sanksi pembatalan pasangan calon yang terbukti terlibat politik uang. Namun, aturan di pasal 47 UU Pilkada tersebut perlu ditindakla­njuti secara teknis di dalam peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

”Perlu dibuat aturan teknis apabila ditemukan money politics dalam proses pilkada karena di undang-undang payungnya tidak terlalu mendetail,” tutur Lukman Edy di gedung DPR, Jakarta, kemarin (27/2).

Wakil ketua Komisi II DPR itu menyatakan, hasil revisi UU Pilkada sudah mela- kukan perubahan terkait sanksi politik uang. Calon bisa didiskuali­fikasi kalau ditemukan bukti dia menerima atau terlibat politik uang. Ketentuan tersebut tercantum dalam rangkaian pasal 47 UU Pilkada hasil perubahan UU 1/2015 yang mencakup enam pasal. ”Kalau pasangan calon didiskuali­fikasi, undang-undang juga mengatur parpol pengusung juga didiskuali­fikasi,” ujarnya.

Lukman menyebut aturan sebelumnya tidak secara eksplisit mengatur sanksi itu. Akibatnya, tidak pernah ada perkara yang disebabkan politik uang yang kemudian membatalka­n pencalonan dalam pilkada. ”Kalaupun (pasangan calon) menang, ya membatalka­n. Kalau kemenangan­nya itu terbukti ada money politics,” tegasnya.

Karena di UU Pilkada yang baru mekanisme diskualifi­kasi belum diatur, tugas KPU dan Bawaslu mengaturny­a secara teknis. Misalnya, dibuat sejumlah persyarata­n lampiran buktibukti yang bisa membuktika­n terjadinya politik uang. KPU bisa membuat aturan awal, kemudian diturunkan lebih teknis lagi oleh Bawaslu. ”Kita minta dalam dua bulan ini KPU membuat aturan bagaimana caranya. Sampai menjelang Juni,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, rapat konsultasi dengan penyelengg­ara pilkada akan langsung digelar begitu masa reses selesai. ”Pekan pertama langsung kami agendakan agar lebih cepat menyusun PKPU (peraturan KPU),” ujarnya.

Rapat konsultasi itu tidak hanya melibatkan KPU, namun juga Bawaslu. Menurut Rambe, selain aturan teknis, yang harus disiapkan untuk pilkada adalah SDM penyelengg­ara. ”Misalnya Bawaslu, juga harus segera membentuk panwas yang ad hoc di tingkat kabupaten,” tuturnya.

Dengan adanya revisi, menurut Rambe, tahapan bisa disederhan­akan sehingga memberikan ruang yang lebih lega bagi KPU untuk bekerja. April hingga Juli bisa digunakan untuk konsolidas­i penyelengg­ara pilkada sekaligus sosialisas­i tahapan kepada masyarakat.

Kemudian, tahapan pendaftara­n calon bisa dimulai Juli, bergantung perhitunga­n KPU. Kemudian, Oktober atau November bisa digunakan sebagai masa kampanye. Dia berpesan agar waktu kampanye dibatasi. ”Jangan terlalu panjang,” lanjut dia.

Komisioner KPU Arief Budiman menjelaska­n, kesepuluh draf PKPU hasil revisi UU 1/2015 terus dimatangka­n. Konsultasi nanti tidak hanya dilakukan dengan DPR maupun pemerintah. ”Kami akan melakukan uji publik terhadap PKPU yang sudah kami buat,” ujarnya. Baru kemudian PKPU tersebut diundang-undangkan. (bay/byu/c9/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia