Kenang Surabaya sebagai Kota Pelabuhan
SURABAYA – Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengisi liburan di Surabaya. Salah satunya adalah berkeliling tempat bersejarah seperti yang dilakukan Reysha Lubis bersama lima temannya kemarin (27/12).
Reysha mengatakan, hal itu berkaitan dengan liburan panjang hingga awal tahun. ” Ketimbang pergi ke luar kota, long weekend kan macet, mending explore Surabaya. Tetap seru. Yang penting kumpul bareng,” ujarnya.
Bersama lima temannya, Reysha bergabung dengan 18 orang lain. Mereka ikut serta dalam program yang dibuat House of Sampoerna (HoS). Dalam kegiatan bertajuk Surabaya Port City, mereka diajak mengenali sejarah Surabaya sebagai kota pelabuhan.
Dengan menggunakan bus Surabaya Heritage Track (SHT), mereka mengunjungi Menara Kesyahbandaran Tanjung Perak dan Pelabuhan Tradisional Kalimas.
Rani Anggraini selaku manajer Museum HoS bercerita mengenai asal usul pelabuhan di Surabaya. Karena letak yang strategis, Surabaya memiliki pelabuhan utama untuk kegiatan pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung timur Pulau Jawa guna diekspor ke Eropa pada masa pemerintah kolonial. ”Pengadaan rute ini sebagai upaya memperkenalkan kembali kejayaan Surabaya sebagai kota pelabuhan,” ujar Rani.
Jujukan pertama adalah Menara Kesyahbandaran Tanjung Perak. Bangunan itu didominasi warna putih pada tembok dan beratap genting berwarna hijau. Pada masa kolonial, kawasan tersebut dikenal sebagai Rotterdam Kade karena banyaknya kapal Belanda yang merapat dan bongkar-muat.
Rani bercerita, dulu kantor kesyahbandaran itu merupakan kantor administrator pelabuhan yang sekaligus berfungsi sebagai menara pengawas Pelabuhan Tanjung Perak. Yang melatarbelakangi berdirinya bangunan tersebut, pada 1890 komoditas ekspor Hindia Belanda seperti nila, kopi, padi, tapioka, tembakau, dan gula dari Pelabuhan Surabaya sudah sangat dikenal di pasar Eropa.
Kemudian, didukung dengan pembukaan Terusan Suez, permintaan akan komoditas tersebut menjadi tinggi. Karena itu, diperlukan kantor administrasi yang mengatur semua urusan tersebut.
Setelah itu, Reysha dkk diajak ke Pelabuhan Tradisional Kalimas yang terletak di sebelah timur Kalimas, sekitar 10 kilometer di barat Pantai Kenjeran. Pelabuhan Kalimas merupakan warisan sejarah maritim Surabaya yang masih bertahan sampai sekarang. Tempo dulu, kapal-kapal dagang yang berukuran besar hanya bisa beroperasi di Selat Madura. Lantas, untuk dapat memasuki kawasan Surabaya, digunakanlah tongkang-tongkang atau kapalkapal sekunar.
Dalam perjalanan kembali ke HoS, Reysha ikut menikmati pemandangan di luar seraya mendengarkan pemandu bercerita tentang asal usul sekitar. Misalnya ketika melewati Jembatan Petekan. Pemandu bercerita tentang riwayat jembatan yang dioperasikan dengan cara menekan tombol alias dipetek dalam bahasa Jawa.
Tur SHT dijadwalkan Selasa hingga Minggu pada pukul 09.00, 13.00, dan 15.00. Lama tur 1–1,5 jam. Setiap tur mengunjungi dua bangunan bersejarah atau cagar budaya di Surabaya. (cik/c11/ayi)